Diangkat Dari Sinetron Tahun 90'an, Tersanjung The Movie Hadir Menjadi Sebuah Film yang Apik di Netflix

12 April 2021, 15:08 WIB
Film Tersanjung the Movie, tayang mulai 1 April 2021. /Netflix/

 

 

JURNAL GAYA – Mungkin untuk generasi 90’an sinetron 'Tersanjung' menjadi salahsatu sinetron yang paling hits. Sinetron yang dulu diperankan oleh Lulu Tobing sebagai Indah dan Ari Wibowo sebagai Rama ini pun akhirnya diangkat menjadi sebuah film. Melalui tangan dingin Hanung Bramantyo dan Pandhu Adjisurya menyulap sinetron yang dulu tayang hingga banyak episode itu dipersingkat dengan apik.

Saat film dimulai, penonton disuguhkan dengan gambaran rumah konglomerat tahun 90-an yang bisa dibilang cukup akurat. Rumah gedong dengan pilar-pilar dan ornamen ala Eropa, ruang tamu yang diisi dengan sofa serba kulit dan pajangan kristal. Corak-corak seperti ini memang digandrungi oleh orang kaya baru masa Orde Baru.

Dengan alur yang lambat tokoh utama Yura (Clara Bernadeth) diperkenalkan. Dia sedang dijodohkan dengan lelaki kaya raya pemilik rumah tersebut. Ternyata perjodohan itu bukan perjodohan yang sehat, Yura dipaksa karena ibu tirinya Indah Besari (Kinaryosih) terlilit utang.

Malam itu Yura hampir diperkosa, dia melawan si pemerkosa dengan menghantamkan gelas ke wajah pria tersebut. Saat kabur, dia ditolong oleh dua sahabat akrabnya Oka dan Ian yang ternyata sudah menunggunya sejak pagi di depan rumah itu.

Baca Juga: Ini Dia Film Hong Kong dengan Standar Dunia yang Layak Untuk Ditonton

Cobaan yang dialami Yura tak sampai di situ, ayahnya terserang stroke karena masalah utang, pemasukan keluarga juga mengkhawatirkan. Dia merasa harus ikut membantu untuk mendanaipengobatan ayahnya dan sekolah adik tirinya. Akibat resesi karena krisis moneter yang dialami banyak negara Asia pada 1998, Yura yang sudah melamar pekerjaan kesana-kemari tak kunjung diterima.

Akhirnya dia dan kedua sahabatnya memilih berdagang mie ayam, yang syukurnya di saat harga-harga melambung tinggi dan tingkat pengangguran terbuka juga tinggi, kedai mie ayam mereka laris manis. Setiap malam ramai dikunjungi pembeli.

Usut punya usut Ian (Giorgino Abraham) menyukai Yura sejak lama, Oka (Kevin Ardilova) yang mengetahui hal tersebut mendukung Ian untuk menyatakan perasaannya kepada Yura. Cinta Ian kepada Yura ditunjukkan dengan melunasi biaya rumah sakit ayahnya dan rumah kontrakan keluarga Yura. Yura sempat bertanya-tanya dari mana asal uang tersebut, Ian menolak memberi tahu.

Tapi sebagai orang yang sudah terbiasa menonton sinetron, kita pasti bisa menebak: "tentu saja aliran dana itu berasal dari keluarganya yang kaya raya". Benar saja, saat Yura sudah berpacaran dengan Ian dan diajak berkenalan dengan keluarga Ian, kita ditunjukkan dengan kemegahan rumah Ian yang luasnya mungkin sama dengan satu kelurahan.

Kemewahan yang ditampilkan serupa istana-istana di Eropa, sehingga kita bertanya-tanya apakah ada rumah semewah itu di Indonesia? Entahlah.

Baca Juga: Sekuel Film ‘Surga Yang Tak Dirindukan 3’ Hadir Diawal Ramadhan, Kisah Perjuangan dan Makna Cinta Suami Istri

Meskipun ada beberapa bolongnya, film ini bisa dikategorikan berhasil membawa suasana 1990-an baik dari segi warna film, penggambaran situasi sosial politik, dan juga latar. Salah satu keberhasilannya adalah dapat membawa latar cerita yang lebih makro tentang keadaan sosial politik Indonesia saat itu, seperti soal krisis moneter dan runtuhnya Orde Baru, ke dalam cerita para tokoh tanpa terasa dipaksakan.

Tak banyak film Indonesia yang berhasil menghubungkan situasi sosial politik yang lebih makro ke dalam cerita para tokohnya.

Secara visual, film ini memang tidak menghadirkan warna-warna yang sinematik, film ini menggunakan warna yang cenderung seperti sinetron. Tetapi pewarnaan semacam ini justru memperkuat nuansa 1990-an. Sebab Indonesia memang kehilangan panutan gaya berfilm pada dekade tersebut karena minimnya film layar lebar yang diproduksi.

Dunia audio-visual masyarakat Indonesia saat itu benar-benar dirajai oleh sinetron, oleh karena itu ketika film ini mencampurkan pendekatan sinetron dengan pendekatan sinema, justru menjadi ide yang bagus dalam membangun nuansa 1990-an.

Tak hanya soal cerita, hal lain yang menarik adalah bagaimana cara sutradara menampilkan status kekayaan Ian. Saban hari saat ke kampus maupun sedang main, Ian selalu menggunakan kaus "band" seperti kaus Nirvana, Jim Morrison, dan Led Zeppelin. Pada Era 1990-an, kaus merchandise band belum ada versi "kw"-nya, rata-rata kaus itu barang impor, dan hanya orang-orang kaya yang dapat mengaksesnya. Apa yang dikenakan Ian ini kontras dengan yang digunakan Oka.

Baca Juga: BCL Menangis Terus Hampir Semingguan Gara-gara Dalami Soundtrack ‘Surga Yang Tak Dirindukan 3’

Oka cenderung menggunakan kaus biasa yang lazim digunakan anak-anak seumurannya pada masa itu. "Tersanjung The Movie" memang bisa menjadi "kuda hitam" bagi siapa saja yang tak suka dengan cerita-cerita yang disuguhkan sinetron. Tanpa disangka film ini berhasil membuat kita benar-benar ikut Tersanjung. ***

Editor: Yugi Prasetyo

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler