Profil Fahri Hamzah yang Usul KPK Bubar hingga Sebut Pemerintah Libatkan HRS Demi Konflik Ideologi

- 24 November 2020, 06:38 WIB
Wakil Ketua Partai Gelora, Fahri Hamzah mengomentari polemik TNI
Wakil Ketua Partai Gelora, Fahri Hamzah mengomentari polemik TNI /. /Instagram @fahrihamzah/

JURNAL GAYA – Setelah pernyataannya viral di media sosial mengenai tudingan Fahri Hamzah tentang konflik ideologi yang diciptakan Presiden Joko Widodo dikasus Habib Rizieq Shihab.

Kini banyak orang penasaran mengenai sosok Fahri Hamzah yang bahkan pada 2011 lalu pernah mengusulkan untuk pembubaran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Baca Juga: Video Fahri Hamzah Sebut Pemerintah Libatkan HRS Ciptakan Konflik Ideologi, Netizen: Bener?

Nah siapakah Fahri Hamzah sebenarnya, Jurnal Gaya menghimpun dari berbagai sumber mengenai sosok mantan politikus PKS ini.

Fahri lahir di Utan, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, 10 November tahun 1971.

Dirinya pernah menempuh pendidikan di Fakultas Pertanian Universitas Mataram pada tahun 1990 hingga 1992.

Dia tidak melanjutkan kuliahnya di Unram dan memilih masuk Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia pada tahun 1992.

Nah, sejak di UI inilah aktivitas politik mulai terpupuk dengan dimulai menjadi ketua umum Forum Studi Islam di fakultasnya, dan juga tercatat pernah menjadi ketua departemen penelitian dan pengembangan di senat mahasiswa universitas periode 1996–1997.

Baca Juga: Ngeri! Beredar Video Fahri Hamzah soal Pemerintah Libatkan Habib Rizieq Ciptakan Konflik Ideologi

Seiring bergulirnya Reformasi pada 1998, Fahri yang aktif di organisasi-organisasi mahasiswa Islam di Jakarta turut membidani kelahiran Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) di Malang, dan menjabat sebagai Ketua I pada periode 1998–1999. Ia ikut serta mengorganisasi gerakan-gerakan melawan rezim Orde Baru bersama KAMMI.

Bahkan, setelah jatuhnya Soeharto, ia bersama gerakannya tetap mendukung presiden baru B.J. Habibie, meskipun sebagian besar mahasiswa saat itu mulai menentang Habibie yang dianggap tidak berbeda dengan pendahulunya.

Baca Juga: Ramai 'Bagaimana Demokrasi Mati', Fahri Hamzah Sebut Orang Jakarta Telmi, Sindir Anies atau Jokowi?

Pada era tahun 1999–2002 dirinya terpilih menjadi staf ahli Majelis Permusyawaratan Rakyat serta ikut dalam diskusi-diskusi terkait amendemen UUD 1945.

Baru kemudian ditahun 2004, Fahri terpilih menjadi anggota DPR pada pemilihan umum legislatif Indonesia daerah pemilihan NTB, tanah kelahirannya.

Ia terpilih ke komisi III yang membidangi hukum dan menjadi wakil ketua, dan terus di sana sampai terpilih kembali dalam pemilihan umum legislatif Indonesia 2009.

Pada 15 November 2011, ia dipindahkan ke komisi IV yang membidangi antara lain BUMN dan perdagangan, sekaligus ke Badan Kehormatan DPR menggantikan Ansory Siregar.

Posisinya sebagai wakil ketua di komisi tersebut digantikan oleh Nasir Djamil, rekannya di fraksi PKS. Pada Mei 2013, Fahri dan Nasir (yang sebelumnya dipindahkan ke komisi VIII), dikembalikan ke komisi III.

Baca Juga: Jual Voucher 12x Lebih Banyak Selama 11.11, ShopeePay Berdayakan Bisnis Masyarakat

Pada bulan Juni 2007, setelah menjabat sebagai anggota DPR, Fahri mengaku menerima dana nonbujeter di Departemen Kelautan dan Perikanan sebesar Rp150 juta dari Rokhmin Dahuri yang menjabat sebagai menteri kelautan saat itu.

Pada berita acara pemeriksaan, Fahri mendapat Rp200 juta. Fahri mengaku mendapat dana tersebut pada periode 2002–2004 sebagai pembuat makalah pidato Rokhmin sebelum dirinya menjabat di DPR.

Sebulan kemudian, Badan Kehormatan DPR memutuskan Fahri bersalah menerima dana nonbudjeter itu.

Ia dilarang menjabat pimpinan alat kelengkapan dewan sampai 2009. Sanksi dari BK DPR sempat menuai protes keras dari fraksi PKS yang saat itu dipimpin Mahfudz Siddiq.

Mahfudz menyatakan bahwa wakil ketua BK, Gayus Lumbuun, berusaha menggiring Rokhmin untuk Fahri bersalah dalam kasus dana nonbudjeter tersebut.

Tetapi, setelah pemeriksaan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, Fahri dinyatakan bersih.

Pada 3 Oktober 2011, Fahri mengusulkan pembubaran Komisi Pemberantasan Korupsi dalam sebuah rapat konsultasi antara pimpinan DPR dan fraksi dengan Polri, Kejaksaan Agung dan KPK sendiri.

Ia beralasan KPK gagal menjawab waktu delapan tahun untuk menangani korupsi sistemik dan mengklaim DPR sudah memberikan dukungan luar biasa untuk pemberantasan korupsi.

Baca Juga: Malam ini Rambo III, Kisah Penyerangan ke Tentara Rusia dan Afganistan

Pengamat politik Burhanuddin Muhtadi menyebut usulan tersebut sebagai sebuah blunder, sementara yang lainnya menyebut wacana tersebut tidak akan direspon publik.

Meskipun begitu, elit PKS mendukung pendapat Fahri ini dan fraksi PKS di DPR menolak memberikan sanksi, menyatakan opini tersebut sebagai bagian dari "kebebasan berekspresi.

Fahri Hamzah diketahui menikah pada tahun 1996 dengan Farida Briani dan kini telah dikaruniai lima orang anak bernama Fayha Haniya, Farah Nashita, Faris Nabhan, Fayqa Hanifa dan Keneisya.

Baru-baru ini Fahri Hamzah dan Anis Matta menjadi inisiator terbentuknya Partai Gelora yang didirikan pada 28 Oktober 2019 dan dicatatkan di notaris pada 4 November 2019.

Menurut Fahri yang kini menjabat Wakil Ketua Partai Gelora, pembentukan Partai Gelora merupakan aspirasi dari para anggota Ormas Garbi yang ia inisiasi bersama mantan Presiden PKS Anis Matta. ***

 

 

Editor: Firmansyah


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah