WASPADA! Megathrust di Selat Sunda Berpotensi Timbulkan Tsunami, Begini Penjelasan Pakar ITB

- 25 Januari 2022, 14:46 WIB
Ilustrasi Megathrust di Selat Sunda yang Dapat Berpotensi Tsunami
Ilustrasi Megathrust di Selat Sunda yang Dapat Berpotensi Tsunami /pixabay/Kellepics/

JURNAL GAYA - Megathrust atau sumber gempa besar di Selat Sunda berada di bagian paling dangkal, sehingga dapat berpotensi menimbulkan tsunami jika terjadi gempa.

Sebagaimana dikutip Jurnal Gaya dari laman Desk Jabar yang berjudul MEGATHRUST DI SELAT SUNDA Berpotensi Tsunami, Pakar ITB: Survei Menunjukkan Regangan Selat Sunda Semakin Besar membuat kita waspada dengan megathrust ini.

Hal itu diungkap Pakar Kegempaan Institut Teknologi Bandung (ITB) Irwan Meilano  di dalam webinar bertema Memahami Seismik Celah (Gap) megathrust di Selatan Banten atau Selat Sunda, di Jakarta, Jumat, 21 Januari 2022.

Seperti dilansir Desk Jabar dari Antara, Irwan Meilano mengungkapkan, "Survei menunjukkan, masuknya sesar Sumatera ke Selat Sunda yang dapat berimplikasi jika terjadi gempa bisa berpotensi tsunami."

Baca Juga: Masih Banyak! Kode Redeem FF 25 Januari 2022 Belum Digunakan: Ada Diamond FF, Green Criminal dan Elite Pass

Menurut Irwan, hasil survei yang dilakukan sejak 2006 sampai 2012 memperlihatkan adanya regangan atau ekstensi di Selat Sunda. 

Survei selanjutnya pada 2012 sampai 2019 menunjukkan regangan yang semakin membesar.

Menurut Dekan Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB ini, wilayah Selat Sunda mengalami regangan yang tinggi yang dapat meningkatkan potensi letusan atau erupsi Gunung Anak Krakatau.

"Regangan tektonik yang tinggi ini mempercepat intrusi magmatis dan meningkat potensi letusan Gunung Anak Krakatau," kata dia menjelaskan.

Baca Juga: Sinopsis Dewi Rindu SCTV 25 Januari 2022: Semakin Keruh! Adrian Ingin Ambil Hak Asuh Rindu Dari Dewi

Regangan tersebut menyebabkan jarak antara Pulau Sumatera dan Pulau Jawa semakin jauh dan kemungkinan adanya implikasi terhadap aktivitas tektonik terkait sesar dan vulkanik di Selat Sunda.

Irwan Meilano juga mengungkapkan data citra satelit yang diambil pada 2018 menunjukkan bahwa Gunung Anak Krakatau terus mengalami inflasi (penaikan permukaan tanah) hingga saat ini.

Implikasi dari regangan tektonik, dari pemodelan yang dilakukan, dengan menghitung besar konvergensi yang berdasarkan survei terjadi hanya pada lokasi yang paling dangkal dan sangat dekat dengan Selat Sunda.

Dari hasil pemodelan, ada rekatan tektonik (coupling) pada bidang kontak antar lempeng yang sangat dekat dengan Selat Sunda.

Baca Juga: Siapa Maura Magnalia Madyaratri? Putri Aktris Senior Nurul Arifin yang Dikabarkan Meninggal Dunia

"Artinya begitu dekat dengan Selat Sunda kemungkinan gempa terjadi adalah gempa-tsunami," kata Irwan Meilano.

Oleh karena itu, gempa Magnitudo 6,7 di Pandeglang, Banten, pada Jumat, 14 Januari 2022, menjadi peringatan atau alarm untuk meningkatkan kewaspadaan, kesiapsiagaan, dan mitigasi terhadap bencana gempa bumi dan tsunami.

Potensi Ancaman Megathrust

Sebelumnya, Perekayasa di Balai Teknologi Infrastruktur Pelabuhan dan Dinamika Pantai Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Dr Widjo Kongko mengingatkan, di balik gempa bumi Magnitudo 6,7 yang terjadi di Banten, 14 Januari 2022, pukul 16.05 WIB, ada potensi ancaman gempa bumi dahsyat (Megathrust) di Selat Sunda yang dapat mencapai Magnitudo 8,7 hingga M 9.

Baca Juga: Telkomsel Upgrade Seluruh Layanan 3G ke 4G di 2022, Sejalan Program Kemenkominfo

Widjo Kongko menjelaskan hal itu di laman BRIN dan melalui keterangan tertulis yang dilansir Antara, Selasa, 18 Januari 2022, bahwa potensi gempa bumi Megathrust Selat Sunda adalah M 8,7.

Akan tetapi, bisa saja lepasnya bersamaan dengan segmentasi di atasnya, yaitu Megathrust Enggano, dan di sebelah timurnya, Megathrust Jawa Barat-Tengah.

"Jika pelepasan potensi gempa tersebut terjadi bersamaan maka magnitudo gempa bumi bisa mencapai 9 atau lebih. Energi yang dihasilkan dari potensi gempa itu mirip dengan gempa bumi dan tsunami Aceh 2004," tuturnya.

Baca Juga: Putri Nurul Arifin Meninggal Dunia Akibat Serangan Jantung, Tergeletak di Ruang Makan pada Pukul 04.30 Subuh

Namun, kata Widjo Kongko melanjutkan, karena secara umum kedalaman laut di daerah sumber gempa lebih dalam dibandingkan dengan laut di Aceh, maka berdasarkan perhitungan model secara saintifik, tsunami yang terjadi bisa lebih tinggi dari tsunami di Aceh.

Meskipun demikian, ia mengimbau agar masyarakat, terutama warga setempat, untuk tidak panik. Namun, bersama pemerintah daerah atau Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat dapat meningkatkan upaya mitigasi bencana.

Ia menjelaskan bahwa gempa bumi M 6,7 yang mengguncang Banten baru-baru ini, sekaligus mengingatkan adanya ancaman di Selatan Jawa, Selat Sunda, Sumatera, dengan potensi Megathrust.

Baca Juga: Sinopsis Dewi Rindu SCTV 25 Januari 2022, SO SWEET, Adrian Minta Maaf ke Maya atas Perlakuan Buruknya

Doktor yang pernah meneliti potensi gempa bumi Megathrust dan tsunami di Selatan Jawa tersebut menjelaskan, gempa bumi Banten terjadi di daerah yang disebut sebagai seismic gap, yakni zona yang selama ini tidak menunjukkan adanya aktivitas seismik.

Selain itu, Widjo menuturkan pentingnya untuk memahami karakteristik ancaman tsunami di Indonesia. Sumber tsunami di Indonesia umumnya sangat dekat, yakni sekitar 100 kilometer dari lepas pantai, sehingga waktu perjalanannya sampai ke daratan terjadi sangat cepat.

Ia menekankan aspek mitigasi yang perlu dilakukan masyarakat tentang konsep evakuasi mandiri. Ke depan, program mitigasi di pulau-pulau kecil juga perlu diperhatikan sehingga tidak hanya terkonsentrasi di pulau-pulau besar.

Baca Juga: KEREN! ENHYPEN Debut di Top 20 Billboard 200 Untuk Ketiga Kalinya Dengan DIMENSION: ANSWER

Di samping itu, Widjo berharap pembangunan sistem peringatan dini tsunami di Indonesia atau Indonesia Tsunami Early Warning System (InaTEWS) yang selama ini telah berjalan, perlu dioptimalkan pemanfaatannya.

InaTEWS meliputi antara lain fasilitas Buoy yang telah dipasang Organisasi Riset Pengkajian dan Penerapan Teknologi BRIN di lepas pantai Bengkulu hingga Sumba, dan saat ini masih berfungsi.

Dengan demikian, InaTEWS dapat membantu masyarakat memperoleh peringatan dini tsunami secara lebih akurat melalui informasi yang diperoleh Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG).

Berada di Wilayah Prisma Akresi

Baca Juga: RIDWAN KAMIL: Pembangunan Tol Gedebage-Cilacap Dimulai Akhir Januari 2022, Proses Lelang Telah Rampung

Secara terpisah, pakar dari Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran (Unpad) Dr Iyan Haryanto menyebut wilayah Banten rawan gempa bumi tektonik karena masuk dalam wilayah Prisma Akresi.

Ia menjelaskan, Prisma Akresi merupakan wilayah yang rawan terjadi gempa bumi karena berada di atas pusat-pusat gempa. Wilayah ini merupakan kumpulan dari sesar-sesar naik atau sesar yang mengangkat akibat proses penumbukan atau penunjaman.

"Jika di Sumatra, Prisma Akresi ini muncul menjadi pulau, kalau di selatan Jawa belum membentuk pulau," kata Iyan di laman resmi Unpad seperti yang dilansir Antara, Rabu, 19 Januari 2022.

Peristiwa gempa bumi yang terjadi akhir-akhir ini di selatan Jawa, kata dia melanjutkan, menjadi pengingat bahwa Indonesia berada pada kawasan lempeng yang terus bergerak. Pergerakan lempeng tektonik menjadi pemicu terjadinya gempa bumi.

Baca Juga: Lokasi SAMSAT Keliling Online Kabupaten Bandung Barat, Selasa, 25 Januari 2022

Alasannya, Indonesia berada pada batas-batas lempeng yang satu sama lain terus bergerak. Di sebelah barat, batas lempeng tersebut mulai dari sebelah barat Sumatera, terus ke selatan Jawa, Bali, Nusa Tenggara, hingga Maluku.

Meski titik gempa di selatan Jawa kerap berada jauh dari daratan, Iyan meminta masyarakat di daratan tetap waspada. Karena sesar aktif di daratan juga berperan mempercepat rambatan getaran akibat gempa di lautan. 

"Hal ini yang menjadi faktor mengapa suatu gempa bumi bisa terasa hingga wilayah yang cukup jauh dari titik gempanya," kata Iyan menjelaskan.

Oleh karena itu, pengetahuan masyarakat akan mitigasi kebencanaan harus diperkuat. Minimnya pengetahuan mitigasi bencana akan berdampak fatal ketika bencana gempa bumi terjadi.***Samuel Lantu/Desk Jabar

Editor: Dini Yustiani

Sumber: Desk Jabar


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah