Isu Omicron Menyebar Melalui Chemtrails Bikin Masyarakat Bandung Panik, BMKG Jelaskan Hal Ini

- 17 Februari 2022, 09:25 WIB
Ilustrasi Omicron. Beredar video tentang chemtrails yang disebut disebar lewat pesawat terbang. Video ini telah dinyatakan hoax.
Ilustrasi Omicron. Beredar video tentang chemtrails yang disebut disebar lewat pesawat terbang. Video ini telah dinyatakan hoax. /Pixabay/

JURNAL GAYA - Di penghujung 2021 hingga kini, Omicron yang merupakan varian SARS-CoV-2 dan menyebabkan Covid-19 mewabah di penjuru dunia.

Setelah sempat mengalami kurva melandai, pasien Covid-19 yang terkena varian Omicron, kini melonjak kembali dan membuat masyarakat risau.

Tak hanya itu, beredar informasi di tengah masyarakat, bahwa penyebab wabah Omicron adalah chemtrails yang beredar di media sosial masyarakat.

Dalam sebuah video unggahan yang viral, tampak awan mirip sisa pesawat yang direkam warganet di Buah Batu, Kota Bandung, Jawa Barat, pada 7 Februari 2022.

Baca Juga: INFO PENTING! Lokasi SIM Keliling Online Kota Cimahi dan Bandung Barat Kamis, 17 Februari 2022

Dikutip Jurnal Gaya dari akun Twitter milik Humas BMKG, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjawab beredarnya isu mengenai penyebaran varian Omicron melalui chemtrails.

Menurut Plt. Deputi Bidang Klimatologi, Urip Haryoko, isu chemtrails dapat diklasifikasikan sebagai teori konspirasi yang menyebar dan membuat kepanikan publik.

Chemstrails adalah gabungan chemistry (kimia) dan trails (jejak), sebagai penyebaran zat kimia tertentu yang biasanya beracun atau berbahaya melalui pesawat terbang. 

Penyebarannya dilakukan dari udara, maka dampak terhadap paparan zat kimia ini dirasakan secara luas, sulit dimitigasi.

Penelitian yang ditulis J. Marvin Herndon dan timnya berjudul Chemtrails are Not Contrails: Radiometric Evidence menyebut bahwa sampai saat ini, klaim chemtrails dan dampak negatifnya tidak terbukti.

Laporan yang tayang di Journal of Geography, Environment and Earth Science International, Maret 2020 menyatakan belum ada laporan resmi atau publikasi ilmiah yang menyebutkan keberadaan, serta akibat buruk yang dapat ditimbulkan.

Salah satu kajian menunjukkan bahwa klaim chemtrails tidak benar karena tidak ada kandungan zat kimia yang berbahaya dari jejak yang ditinggalkan oleh pesawat terbang.

Baca Juga: BERKELAS! Rosé BLACKPINK Pamerkan Fashion Terbaru YSL Spring 2022, Yuk Kita Spill Harganya yang Fantastis

Urip Haryoko menyebutkan bahwa apa yang disebut chemtrails yaitu condensation trails atau sering disingkat sebagai contrails. 

Contrails adalah fenomena yang terjadi di udara akibat emisi dari mesin jet pesawat terbang yang bertemu dengan udara pada temperatur yang sangat rendah.

Proses pembentukan contrails diinisiasi oleh emisi uap air pada temperatur tinggi dari mesin jet pesawat terbang yang dengan cepat bertemu dengan udara pada temperatur yang sangat rendah. 

Pertemuan ini berturut-turut dilanjutkan dengan proses kondensasi dan proses sublimasi.

Proses ini dapat disetarakan dengan proses pembentukan awan. 

Namun, keberadaan contrails di udara bergantung pada kondisi atmosfer seperti penyinaran matahari, perbedaan temperatur, dan wind shear yaitu perubahan instan arah dan kecepatan angin.

Pada kondisi atmosfer yang stabil, contrails dapat bertahan lama dan menyebar secara lateral. 

Baca Juga: BRUKK! Model Cantik Novi Amalia Nekat Bunuh Diri, Terjun Bebas dari Lantai 8 Apartemen Kalibata City

Contrails menjadi fenomena yang penting mengenai pemanasan global karena keberadaannya di lapisan udara yang tinggi dapat memiliki karakter yang mirip dengan awan cirrus.

Awan cirrus merupakan awan pada lapisan udara tinggi yang dapat memantulkan balik radiasi gelombang panjang kembali ke permukaan bumi. 

Akibatnya temperatur di permukaan bumi dapat menjadi lebih panas dari kondisi normalnya.

Urip Haryoko mengatakan ada dua pendekatan untuk menjawab kesalahan informasi mengenai fenomena contrails dan wabah Omicron. 

Pertama, Arias-Reyes, et al. yang berjudul Does the pathogenesis of SARS-CoV-2 virus decrease at high-altitude?.

Baca Juga: Covid-19 Merebak Kembali di Cianjur, Puluhan Nakes Terpapar dan Isolasi Mandiri

Respiratory physiology dan neurobiology menyimpulkan bahwa proses pembentukan unsur patogen atau berbahaya dari virus SARS-CoV-2 berkurang pada lokasi dengan elevasi tinggi.

Urip Haryoko memaparkan bahwa virus tidak dapat bertahan lama pada lingkungan seperti ini karena minimnya lapisan oksigen. 

Contrails biasanya nampak pada ketinggian 7.000 meter sampai dengan 13.000 meter dengan lapisan oksigen yang sangat tipis.

Kedua, jika terdapat virus SARS-CoV-2 keberadaan sinar ultraviolet (UV) di udara mematikan virus ini sehingga tidak dapat menyebar secara luas dan sampai ke permukaan.

Dari penjelasan BMKG tersebut, dapat disimpulkan bahwa chemtrails dan penyebaran Omicron merupakan informasi yang tak tepat dan dibuat untuk menciptakan keresahan masyarakat.***

Editor: Dini Yustiani

Sumber: Twitter


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah