7 Hal yang Harus Menjadi Pertimbangan Kalau Pendidikan Sejarah Dihilangkan

- 20 September 2020, 17:22 WIB
Webinar tentang Matinya Sejarah: Kritik Terhadap Rancangan Kurikulum 2020”.
Webinar tentang Matinya Sejarah: Kritik Terhadap Rancangan Kurikulum 2020”. /Humas Ikatan alumni sejarah UPI
 
JURNALGAYA---Adanya, wacana penghilangan mata pelajaran sejarah mengundang polemik dari berbagai pihak. Salah satunya, Ikatan Alumni Universitas Pendidikan Indonesia Komisariat Departemen Pendidikan Sejarah (IKA Pendidikan Sejarah UPI) mendesak Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim menjadikan sejarah sebagai mata pelajaran wajib di seluruh jenjang pendidikan menengah. Yakni, SMA, SMK, MA, dan MAK. 
 
Menurut Ketua IKA Pendidikan Sejarah UPI Prof Dr Dadan Wildan, M Hum, desakan ini merespons berbedarnya draft penyederhanaan kurikulum yang tengah digodok tim bentukan Menteri Nadiem. 
 
Berikut 7 hal yang harus dipertimbangkan kalau mata pelajaran sejarah bukan menjadi pelajaran wajib atau dihilangkan menurut Sejarawan UPI Prof Dr Dadan Wildan, M Hum: 
 
1. Mata pelajaran sejarah penting untuk diajarkan pada seluruh jenjang pendidikan. Arti penting Sejarah Indonesia terletak pada fungsi yang melekat pada sejarah itu sendiri. Siswa nantinya tak akan mengetahui sejarah bangsanya.
 
 
2. Mata pelajaran sejarah penting untuk  mengembangkan jati diri bangsa, mengembangkan collective memory sebagai bangsa, mengembangkan keteladanan dan karakter dari para tokoh. 
 
 
3. Mata pelajaran sejarah, bisa mengembangkan inspirasi, mengembangkan kreativitas, mengembangkan kepedulian sosial bangsa, membangun nasionalisme yang produktif.
 
4. Reduksi mata pelajaran sejarah dengan hanya menjadi bagian dari IPS pada kelas X dan mata pelajaran pilihan kelas XI dan XII SMA serta penghapusan mata pelajaran sejarah pada jenjang SMK merupakan kekeliruan cara pandang terhadap tujuan pendidikan.
 
5. Penghilangan mata pelajaran sejarah dengan hanya menjadikan sebagai pilihan berpotensi mengakibatkan hilangnya kesempatan siswa untuk mempelajari sejarah bangsa. Sekaligus, ini bisa menghilangkan jati diri sebagai bangsa Indonesia.
 
 
6. Penyederhanaan kurikulum sebagai bagian dari respons terhadap dinamika sosial, kebangsaan, maupun perkembangan teknologi dan tantangan global yang dihadapi memang harus dilakukan. Namun, penyederhanaan kurikulum hendaknya tetap mengacu kepada kepentingan nasional dan pembentukan karakter bangsa.
 
7. Asumsi bahwa beban kurikulum nasional terlalu berat yang menjadi dasar penyederhanaan kurikulum adalah sebuah kekeliruan. Karena, perbandingan jumlah mata pelajaran antara kurikulum nasional dengan kurikulum di sejumlah negara seperti Singapura, Malaysia, Korea Selatan, Inggris, Jerman, dan Finlandia menunjukkan bahwa jumlah mata pelajaran di Indonesia pada seluruh jenjang pendidikan tidak lebih banyak dari jumlah mata pelajaran di negara yang dijadikan perbandingan.  Qiya Ameena***
 
 

Editor: Qiya Ameena


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x