Network
JURNALGAYA - Film Pengkhianatan G30S PKI diproduksi oleh Produksi Film Nasional (PFN) yang dipimpin Brigjen TNI Gufron Dwipayana, orang dekat mantan Presiden Soeharto.
Film yang diangkat dari kisah nyata ini diproduksi tahun 1984, disutradarai dan ditulis oleh Arifin C Noer, diproduseri oleh G Dwipayana, dan dibintangi Amoroso Katamsi, Umar Kayam, dan Syubah Asa.
Meski sudah lama, film ini masih diputar di stasiun televisi di Indonesia. Tahun ini pun, film yang dibintangi Ade Irawan tersebut ditayangkan di SCTV, Minggu 27 September 2020 pukul 12.00 WIB.
Baca Juga: Jagal dan Senyap, Sisi Lain Masa Kelam Indonesia yang Tak Ada di Film Pengkhianatan G30S PKI
Rupanya, film sejarah ini diproduksi dengan sangat serius. Jurnalgaya merangkum 5 fakta dari Film Pengkhianatan G30S PKI ini.
1. Film Termahal
Film ini diproduksi selama dua tahun dan melibatkan ribuan pemain dan kru. Tak heran jika dana yang dihabiskan mencapai Rp 800 juta.
Angka tersebut terbilang fantastis karena diproduksi tahun 1984. Bahkan film ini pun menjadi yang termahal untuk produksi film di Indonesia dan disponsori pemerintahan Orde Baru Soeharto.
Baca Juga: Sinopsis Film Pengkhianatan G30S PKI di SCTV: Pembunuhan Keji 7 Jenderal
2. Tokoh penting
Tokoh penting di balik film ini adalah sejarawan Nugroho Notosusanto. Dikutip dari historia.id, Dwipayana memilih Arifin C Noer sebagai sutradara film yang awalnya berjudul Sejarah Orde Baru.
3. Tontonan Wajib
Pada masa Orde Baru, film yang diangkat dari kisah nyata ini menjadi tontonan wajib. TVRI setiap tahunnya menayangkan film tersebut setiap 30 September.
Biasanya, tiap tanggal 30 September ini, anak-anak di Indonesia baik tingkat SD hingga SMA menonton film wajib tersebut.
Baca Juga: Pilkada Surakarta dan Medan Paling Ramai Diberitakan Media, Karena Anak dan Mantu Jokowi?
Hingga akhirnya, anak-anak di tahun 90-an tahu persis jalan cerita Film pengkhianatan G30S PKI ini.
4. Propaganda
Gerakan 30 September/Partai Komunis Indonesia atau dikenal G30S/PKI merupakan peristiwa bersejarah yang terjadi di Indonesia pada 1965. Gerakan ini berlatar belakang sebuah kudeta yang menewaskan tujuh jenderal pada masa itu.
Menurut beberapa sumber, film ini ditulis berdasarkan versi pemerintah. Sedangkan cerita dari sisi orang yang dituduh sebagai PKI atau dalang di balik peristiwa tersebut tidak digambarkan.
Karena itulah film ini dinilai sebagai bentuk propaganda.
Baca Juga: 4 Film yang Membahas G30S PKI, Ada Senyap hingga Jagal, Ini Link-nya
5. Tidak diwajibkan
Memasuki masa reformasi, yang ditandai dengan lengsernya Presiden Soeharto, film ini tidak diwajibkan untuk ditonton.
