Network
JURNAL GAYA - Bandung tak hanya terkenal dengan seblak dan batagornya. Di Parisj Van Java, lahir juga mi tektek klasik yang usianya sudah 70 tahun. Penasaran?
Tempatnya sih cuma kedai sederhana di depan toko kelontong lawas, Cairo di Jalan Mangga No. 26. Melanjutkan usaha sang ayah, Suyud, mi goreng dan nasi goreng yang dibuat Sani tetap menggunakan bumbu dan proses serupa seperti sang ayah.
Seperti umumnya mi goreng, Sani meraciknya dengan komposisi mi kuning, telur, sosis, kol, sosin lalu diberi suwiran ayam yang ukuranmya lumayan besar dan kecap.
Ia menceritakan, lewat bukti sejarah yang ada di Eropa, tak sedikit dari warga Perancis dan Belanda kerap mampir saat mereka melancong ke Indonesia. Selain WNA, anak SMP sampai mahasiswa juga doyan menyantap nasi dan mi goreng buatannya.
"Melanjutkan tradisi bapak saya, sekarang porsinya tetap dibuat besar karena dulu banyak mahasiswa yang beli untuk 2 kali makan di kostan. Bahkan banyak juga yang suka ngutang, nanti bayar pas mereka punya saja," bebernya.
Nasi Goreng Anglo Gowes Sani Landoeng, buka dari Senin-Sabtu mulai jam 12.00 hingga 20.00 malam. Harganya Rp 20 ribu untuk porsi kecil, sedangkan porsi besar Rp 35 ribu. Sementara buat ayam cha porsi kecil Rp 60 ribu dan besar Rp 120 ribu per porsi.
Sambangi tempatnya di Jalan Mangga, di sana kamu bisa menikmati mi tektek lezat yang dimasak dengan anglo arang tradisional.
Dengan tangkas, Sani Landoeng sang penerus memasak mi dan nasi goreng racikannya di atas tungku arang tradisional. Tak lama, aromanya yang memikat menyeruak dan bikin perut keroncongan. Sumpah deh enggak sabar pengin melahapnya!
Hadir sejak tahun 1950-an, Nasi Goreng dan Mie Goreng Anglo Gowes Sani Landoeng sanggup bertahan hingga saat ini. Sempat menjadi jamuan para delegasi Konferensi Asia Afrika di tahun 1955, sedapnya racikan khas lokal ini enggak berubah hingga sekarang.
Hadir sejak tahun 1950-an, Nasi Goreng dan Mie Goreng Anglo Gowes Sani Landoeng sanggup bertahan hingga saat ini. Sempat menjadi jamuan para delegasi Konferensi Asia Afrika di tahun 1955, sedapnya racikan khas lokal ini enggak berubah hingga sekarang.
Baca Juga: Dynamite BTS Turun Ke Peringkat Dua Billboard Hot 100, Setelah Dua Pekan Cetak Sejarah Puncaki Chart
Tempatnya sih cuma kedai sederhana di depan toko kelontong lawas, Cairo di Jalan Mangga No. 26. Melanjutkan usaha sang ayah, Suyud, mi goreng dan nasi goreng yang dibuat Sani tetap menggunakan bumbu dan proses serupa seperti sang ayah.
Menjagokan Mi Goreng dan Nasi Goreng sebagai menu favorit, di sini ada juga olahan khas lainnya seperti Nasi Mawut, Mi Kuah, Cap Cay dan Ayam Cha. Keistimewaan lain, olahan yang hadir 70 tahun lalu ini dimasak dengan anglo atau tungku arang tradisional.
"Di tahun 1950-an bapak saya jualan sambil dipikul sambil bawa lampu cempor. Kelilingnya di seputar jalan Belimbing, Mangga dan sekitarnya yang dikenal sebagai permukiman para jendral, pejabat tinggi hingga Presiden Soekarno. Makanya Nasi Goreng dan Mi Goreng Pak Suyud itu dikenal luas, karena dulu yang makan orang-orang penting," ujar Sani Landoeng kepada JURNAL GAYA.
"Di tahun 1950-an bapak saya jualan sambil dipikul sambil bawa lampu cempor. Kelilingnya di seputar jalan Belimbing, Mangga dan sekitarnya yang dikenal sebagai permukiman para jendral, pejabat tinggi hingga Presiden Soekarno. Makanya Nasi Goreng dan Mi Goreng Pak Suyud itu dikenal luas, karena dulu yang makan orang-orang penting," ujar Sani Landoeng kepada JURNAL GAYA.
Seperti umumnya mi goreng, Sani meraciknya dengan komposisi mi kuning, telur, sosis, kol, sosin lalu diberi suwiran ayam yang ukuranmya lumayan besar dan kecap.
Beda dari biasanya, semua porsi yang dibuat Sani biasanya besar banget. Jadi kalau pesan 1 porsi, kayaknya bisa dimakan berdua loh.
"Buat cita rasanya bisa menyesuaikan dengan selera pembeli. Misalnya manis pedas, asin gurih pokoknya tergantung permintaan mereka kita ikuti," tandasnya.
Ia menceritakan, lewat bukti sejarah yang ada di Eropa, tak sedikit dari warga Perancis dan Belanda kerap mampir saat mereka melancong ke Indonesia. Selain WNA, anak SMP sampai mahasiswa juga doyan menyantap nasi dan mi goreng buatannya.
"Melanjutkan tradisi bapak saya, sekarang porsinya tetap dibuat besar karena dulu banyak mahasiswa yang beli untuk 2 kali makan di kostan. Bahkan banyak juga yang suka ngutang, nanti bayar pas mereka punya saja," bebernya.
Nasi Goreng Anglo Gowes Sani Landoeng, buka dari Senin-Sabtu mulai jam 12.00 hingga 20.00 malam. Harganya Rp 20 ribu untuk porsi kecil, sedangkan porsi besar Rp 35 ribu. Sementara buat ayam cha porsi kecil Rp 60 ribu dan besar Rp 120 ribu per porsi.
