Kekerasan Terhadap Wartawan karena Pemberitaan, Isu Laporan Akhir Tahun PWI

28 Desember 2020, 18:52 WIB
ILUSTRASI kekerasan.* /YINGNAN LU/PIXABAY /

 

JURNAL GAYA - Profesi jurnalitik merupakan salah satu elemen penting dalam dunia demokrasi. 

Pers merupakan pilar keempat demokrasi setelah eksekutif, yudikatif, dan legislatif.

Sayangnya, meskipun memegang peran penting sebagai elemen demokrasi, para pekerja media dalam hal ini jurnalis atau wartawan masih sering mendapatkan kekerasan fisik karena pemberitaan.

Baca Juga: ShopeePay Bagikan Tips Rayakan Tahun Baru Anti Bosan di Rumah  

Organisasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) sebagai salah satu wadah organisasi profesional bagi para wartawan, menyesalkan masih terjadinya kekerasan fisik yang dialami para wartawan, baik secara fisik maupun dalam bentuk lain selama setahun ini.

Beberapa bentuk Kekerasan fisik yang menimpa wartawan, di antaranya pemukulan, pengeroyokan, dan perampasan alat kerja serta penghapusan paksa hasil liputan, dialami wartawan yang sedang melakukan liputan, baik dilakukan aparat penegak hukum maupun peserta demonstrasi.

"Kekerasan fisik lainnya dilakukan oleh mereka atau orang suruhan yang merasa tidak puas atas pemberitaan. Siapa pun yang melakukan kekerasan harus diajukan ke pengadilan secara terbuka, bukan hanya sekadar minta maaf. Penegakan hukum bisa menggunakan UU Pers, KUHP, atau UU lain," kata Ketua Umum PWI Atal S Depari, dalam siaran pers PWI, di Jakarta, Senin, 28 Desember 2020 seperti dikutip dari ANTARA.

Baca Juga: 5 Emak-emak Militan Nekad Nyetir ke Bogor Gerudug Lokasi Ikatan Cinta Demi Ketemu Mas Al

Fakta tersebut mengemuka dalam salah satu dari catatan akhir tahun PWI yang dirangkum selama 2020.

Laporan catatan akhir tahunnya sendiri ditandatangani Ketua Umum PWI Atal S Depari dan Sekjen PWI Mirza Zulhadi.

Tak hanya kekerasan fisik, ada bentuk kekerasan baru terhadap pekerja pers pada era digital saat ini adalah "doxing" atau "doxxing".

Baca Juga: Gus Yaqut Sodorkan Tiga Poin Penting Dalam Kelola Kemenag kepada Jokowi

Atal mengatakan orang atau orang suruhan atau simpatisan dari orang yang merasa terganggu dengan karya jurnalistik, bukan melakukan hak jawab sebagaimana diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, tetapi membuka data pribadi dan keluarga wartawan di media sosial.

"Doxing" atau "doxxing" adalah praktik berbasis internet untuk meneliti dan menyiarkan informasi pribadi atau identifikasi pribadi tentang seseorang atau organisasi.

"Tindakan itu bertujuan untuk membunuh karakter wartawan dengan cara-cara yang tidak benar," katanya.

Baca Juga: Bocoran Ikatan Cinta Malam Ini, AL ANCAM ELSA TAMAT! Al akan Bongkar Kebusukan Elsa ke Pa Surya!

Bentuk kekerasan lain menurut PWI yakni terjadinya peretasan situs yang merupakan bentuk kekerasan lain pada era digital, yakni mereka yang tidak senang atas pemberitaan menggunakan "hacker" untuk membobol pertahanan website sebuah media atau meretas data pribadi wartawan.

PWI menyesalkan hal itu dan berharap aparat hukum mengusut tuntas kasus tersebut agar tidak terulang lagi.

Tahun 2020 merupakan tahun penuh keprihatinan dengan berbagai peristiwa besar di dunia secara umum maupun di Indonesia sangat berpengaruh terhadap kehidupan pers, khususnya wartawan.

Baca Juga: Penyidik Sambangi Tahanan Habib Rizieq Dalami Kasus Megamendung

Wabah pandemi Covid-19 menyebabkan berbagai krisis berkepanjangan di semua negara di seluruh dunia.

Krisis tersebut semakin memperparah kondisi perusahaan pers yang sebelumnya telah terdisrupsi dunia digital, khususnya perusahaan platform digital yang semakin masif melakukan ekspansi.

Sejumlah perusahaan media arus utama, khususnya media cetak, paling terkena dampak pandemi Covid-19 dan disrupsi digital sehingga berbagai upaya dilakukan media cetak agar bisa tetap bertahan.

Baca Juga: SEDANG BERLANGSUNG Hercai NET TV, Aslan Terus Mencuri Hati Reyyan

Perusahaan media yang sudah tak sanggup lagi bertahan, melakukan penutupan perusahaan dan tentu saja mengakibatkan timbulnya pemutusan hubungan kerja (PHK) para karyawan, termasuk wartawan.

Atal mengatakan bahwa media bisa tetap menjalankan salah satu tugas utama sebagai pilar demokrasi, yaitu mengawal proses demokratisasi, terbukti saat Pilkada Serentak 2020 berlangsung secara sehat dan berbudaya.

PWI kemudian menyerukan pula kepada semua pihak untuk terus berupaya menjaga keberlangsungan kehidupan pers yang merupakan salah satu pilar demokrasi dalam catatan akhir tahunnya.

Baca Juga: ShopeePay Bagikan Tips Rayakan Tahun Baru Anti Bosan di Rumah  

Eksistensi keberadaan pers sebagai "fourth estate" atau kekuatan keempat pada era demokrasi ini sangat penting. Pers turut membantu mewujudkan pemerintahan yang akuntabel, bersih, transparan, dan terhindar dari praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN).

"Menyelamatkan kehidupan pers berarti ikut menyelamatkan kehidupan demokrasi di Indonesia demi masa depan kehidupan bangsa yang lebih baik dan demi kesejahteraan rakyat Indonesia. Demikianlah catatan akhir tahun 2020 PWI Pusat," demikian siaran pers PWI.***

Editor: Qiya Ameena

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler