4 Judul Film G30S PKI yang Terinspirasi dari Sejarah Kelam Indonesia, Ada Jagal Hingga Senyap

29 September 2021, 15:14 WIB
4 Film yang Angkat Kisah Nyata G30S PKI, Bisa Ditonton Lagi Untuk Perkaya Ilmu Sejarah /


JURNALGAYA - Di Penghujung September, ada momen G30S/PKI yang menjadi catatan muram sejarah dan perjalanan Indonesia di masa silam.

Tak heran, istilah G30S PKI masih didengungkan hingga saat ini sebagai upaya kudeta di Indonesia yang dinilai sadistis.

Diklaim memiliki nilai historikal, peristiwa G30S PKI kemudian banyak diangkat menjadi film. Cerita itu, tergambarkan dalam Film Pengkhianatan Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia atau sering disebut G30S PKI.

Selain film tersebut, ada tiga film lainnya yang di dalamnya membahas tentang G30S PKI.

Baca Juga: So Cute! Inilah Kelebihan Dan Kekurangan Setiap Anggota BTS, Menurut Dirinya Sendiri.

Berikut empat film yang menggambarkan tentang G30S PKI yang dirangkum Jurnalgaya dari berbagai sumber:

1. Film Pengkhianatan G30S PKI

Film yang diangkat dari kisah nyata ini diproduksi tahun 1984, disutradarai dan ditulis oleh Arifin C Noer, diproduseri oleh G Dwipayana, dan dibintangi Amoroso Katamsi, Umar Kayam, dan Syubah Asa.

Film ini diproduksi selama dua tahun dengan anggaran sebesar Rp 800 juta, angka yang besar untuk saat itu.

Film yang disponsori pemerintahan Orde Baru Soeharto ini dibuat berdasarkan versi resmi pemerintah kala itu dari peristiwa Gerakan 30 September atau G30S PKI yang berupaya mengkudeta pemerintah tahun 1965.

 

Berlatar belakang sebuah kudeta, film bersejarah tahun 1965 ini menggambarkan kekejaman PKI. Bagaimana para jenderal ini disiksa di Lubang Buaya, dikubur hidup-hidup, hingga akhirnya meninggal.

Pada bagian lain film ini diceritakan pula bagaimana pemerintah menumpas G30S PKI. Ini link-nya.

2. Soe Hok Gie

Film ini tidak menggambarkan detail tentang G30S PKI. Cerita tentang G30S PKI dalam film ini hanya dibahas sekilas ketika salah seorang temannya Gie bergabung dengan PKI.

Dikutip dari Wikipedia, Gie (2005) adalah sebuah film biopik garapan sutradara Riri Riza. Gie mengisahkan seorang tokoh bernama Soe Hok Gie, mahasiswa Universitas Indonesia yang lebih dikenal sebagai demonstran dan pecinta alam.

Film ini diangkat dari buku Catatan Seorang Demonstran karya Gie sendiri, tetapi ditambahkan beberapa tokoh fiktif agar ceritanya lebih dramatis.

Menurut Riri Riza, hingga Desember 2005, 350.000 orang telah menonton film ini.

Pada Festival Film Indonesia 2005, Gie memenangkan tiga penghargaan, masing-masing dalam kategori Film Terbaik, Aktor Terbaik (Nicholas Saputra), dan Penata Sinematografi Terbaik (Yudi Datau).

Baca Juga: Usia Kehamilan Lesti Kejora di Duga Berusia 12 Minggu lebih Berikut Faktanya Menurut Dokter Kandungan!

3. Jagal

Jagal atau The Act of Killing merupakan film dokumenter mengambil sudut pandang pelaku pembantaian. Film yang meraih banyak penghargaan tersebut, menceritakan sisi lain dari G30S PKI.

Film ini mengambil setting peristiwa yang terjadi setelah G30S PKI. Bagaimana orang yang dituduh PKI ditertibkan, diamankan, bahkan ada yang dibunuh oleh orang yang disebut Jagal.

 

Tokoh utama The Act of Killing adalah Anwar Congo, seorang preman muda di tahun 1960an, yang bekerja sebagai pencatut karcis bioskop di kota Medan, Sumatera Utara.

Dia dan teman-teman satu komplotannya merupakan para penggemar film-film Hollywood, yang bergaya seperti James Dean, dan bahkan sempat mengorganisir suatu kelompok penggemar aktor tersebut.

Saat Partai Komunis Indonesia menyerukan boikot terhadap film-film Amerika maka pendapatan Anwar Congo dan teman-temannya langsung menurun drastis.

Hal ini yang kemudian memicu kebencian mereka dan preman-preman lainnya terhadap kaum komunis. Ini link-nya.

4. Senyap

Senyap (The Look of Silence), diproduksi setelah film Jagal. Jika Jagal mengambil sudut pandang pelaku pembantaian, Senyap yang rilis November 2014, mengambil perspektif penyintas dan keluarga korban.

Senyap yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan Film The Look of Silence adalah film dokumenter kedua karya sutradara berkebangsaan Amerika Serikat, Joshua Oppenheimer dengan tema sentral pembantaian massal 1965 setelah film Jagal.

Senyap menyoroti kisah Adi, seorang penyintas dan keluarga korban yang menghadapi kenyataan ketika dirinya dan keluarganya dituduh sebagai bagian dari PKI.

Walaupun tema sentralnya sama, film ini berbeda dengan film Jagal yang menyoroti sisi pelaku pembantaian.

Film Senyap pertama kali diputar di Indonesia pada 10 Desember 2014 secara serentak di berbagai kota, sebagai bagian dari peringatan Hari HAM Sedunia.

Seperti film pendahulunya, Jagal, film Senyap juga masuk nominasi Oscar untuk kategori Film Dokumenter Panjang Terbaik. Film Senyap adalah film produksi Indonesia pertama yang masuk dalam nominasi Oscar.

Pengambilan gambar dilakukan di Sumatera Utara bersamaan dengan pembuatan Jagal. Sebagian besar gambar diambil antara 2010 sampai 2012.

Pemutaran perdana internasional diselenggarakan di Venice International Film Festival pada bulan Agustus 2014, sekaligus berkompetisi memperebutkan Golden Lion.

Pemutaran perdana dan peluncuran film Senyap di Indonesia diselenggarakan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dan Dewan Kesenian Jakarta pada 10 November 2014 di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta.

Baca Juga: Lokasi SAMSAT Keliling Online Kota Cimahi, Rabu, 29 September 2021 Ada di Bundaran Leuwi Gajah

Mulai 10 Desember 2014 film Senyap diputar serentak di berbagai kota di Indonesia dalam rangka memperingati hari HAM sedunia.

"Film Senyap, saya harap, menjadi sebuah puisi tentang kesenyapan yang lahir dari teror—sebuah puisi tentang pentingnya memecah kesenyapan itu, tetapi juga tentang trauma yang datang ketika kesenyapan itu dipecahkan," tutur Jushua Oppenheimer.

Meski bergaya film dokumenter, Senyap dan Jagal tetap bisa membawa emosi penonton. Lewat cerita kekejian di masa kelam Indonesia dulu, penonton diajak untuk melihat cerita lebih utuh.

Bagaimana orangtua kehilangan anaknya, kakak kehilangan adiknya, anak kehilangan ayah atau ibunya, dan bagaimana pembunuhan besar-besaran yang terjadi di masa itu digambarkan dalam film itu.***

 

 

Editor: Dini Yustiani

Tags

Terkini

Terpopuler