Gempa 8,9 Magnitudo Disertai Tsunami 10 meter Tinggal Menunggu Waktu, Kota Padang Belum Siap

19 November 2020, 07:15 WIB
Ilustrasi tsunami. /PIXABAY/Elias Sch

JURNALGAYA - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) mengungkapkan jika terjadi patahan Megathrust Mentawai, maka akan terjadi gempa bumi magnitudo 8,9.

"20 sampai 30 menit kemudian disusul gelombang tsunami di Kota Padang setinggi enam hingga 10 meter dengan jarak dua hingga lima kilometer," kata kata Kepala Bidang (Kabid) PK BPBD Provinsi Sumbar Syahrazad Jamil pada diskusi virtual terkait upaya pengurangan risiko bencana tsunami di Provinsi Sumbar, akhir pekan lalu.

Bencana alam tersebut diprediksi setidaknya berdampak pada 1,3 juta penduduk. Dengan menggunakan skenario terburuk, diperkirakan 39.321 jiwa meninggal dunia, 52.367 hilang dan 103.225 mengalami luka-luka.

"Pelabuhan Teluk Bayur dan Bandara Minangkabau hancur, itu prediksi para ahli," katanya.

Merespons hal itu, Kepala Center of Disaster Monitoring and Earth Observation (DMEO) Universitas Negeri Padang (UNP) Pakhrur Razi menyebutkan hal itu merupakan hasil kajian dari penelitian para pakar gempa Belle Philibosian dari California Institute of Technology.

“Peluang kekuatan gempa dengan M 8,9 di dapat karena mereka mempelajari pergeseran coral (karang) di dasar laut, kemudian melakukan perhitungan sehingga dapatlah angka M 8.9,” jelasnya.

Baca Juga: Kocak! Rose BLACKPINK Ternyata Tak Tahan Geli, Aksi Lisa Pamer Kepiawaian Pijat Thailand pun Ambyar

Disebutkan, peluang gempa besar itu berpeluang berpusat di sekitar kepulauan Siberut. Kata dia, sejak 2006 pihaknya telah melakukan observasi dengan memanfaatkan satelit dan menemukan adanya pergeseran dan terjadi deformasi di daerah kepulauan Mentawai.

Ia  menyatakan bahwa gempa dengan kekuatan M8,9 tersebut tinggal menunggu waktu karena sudah masuk kedalam siklus 200 tahun kegempaan di Kepulauan Mentawai.

“Dari catatan sejarah, gempa bumi terbesar dengan kekuatan magnetudo M 8,6-8,8 di Kepulauan Mentawai terjadi pada tahun 1797, sedangkan gempa dengan kekuatan M 8,8-8,9 terjadi di tahun 1833. Pada saat ini kita telah memasuki siklusnya,” ucapnya.

Ia pun menyarankan, karena Sumbar berada di daerah rawan gempa, pemerintah dan masyarakat harus selalu waspada dan siap siaga terhadap potensi gempa dan tsunami jika suatu saat terjadi.

Baca Juga: FPI di Mata Najwa: Habib Rizieq Ga Pernah Mundur, Tabligh Akbar Akan Terus Jalan

Sementara itu Ketua DPRD Kota Padang Syahrial Kani menyatakan Kota Padang tak siap menghadapi bencana alam yang paling parah seperti tsunami.

Ia menyatakan, kabar dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumbar yang menjelaskan gempa besar dengan kekuatan M 8,9 yang memicu gelombang tsunami setinggi 10 meter dengan panjang 5 kilometer belum diantisipasi oleh Pemkot Padang sendiri.

“Walau pemerintah telah menjadikan beberapa bangunan sebagai shelter evakuasi tsunami, tetapi bisa kita lihat sendiri apakah jalan menuju zona hijau telah terbangun dengan baik."

"Selain itu, sirine peringatan dini tsunami apakah berfungsi dengan baik,” ucapnya.

Syahrial Kani juga memaparkan hal tersebut dilakukan untuk mengurangi dampak korban jiwa jika hal yang ditakutkan terjadi.

Walau dimasa pademi ini, pemerintah harus mensosialisasikan kembali ke masyarakat bagaimana cara menghadapi gempa bumi dan tsunami.

“Kita semua tidak mengharapkan gempa berskala besar yang mengakibatkan tsunami terjadi di negeri ini. Tetapi, bagaimanapun kita harus waspada. Pemerintah melalui instansi terkait harus memberikan pelatihan kepada masyarakat bagaimana menghadapi bencana alam,” tambahnya.

Baca Juga: Najwa Shihab Mencecar Fadli Zon di Mata Najwa: Gak Mau Kritisi Kegiatan Habib Rizieq?

Sebelumnya Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan teknologi secanggih apapun tidak akan berguna jika masyarakat tidak siap dalam mengantisipasi dan menghadapi bencana tsunami yang kemungkinan akan terjadi.

"Semua teknologi, super komputer yang mendukung sistem peringatan dini akan lumpuh, akan sia-sia dan tidak ada gunanya kalau aspek kultur tidak siap. Aspek kultur ini adalah masyarakat dan pemda," kata Dwikorita saat membuka webinar dalam rangka peringatan Hari Kesadaran Tsunami Dunia yang dipantau di Jakarta, akhir pekan lalu.

Dalam webinar Hari Kesadaran Tsunami Dunia yang diperingati setiap 5 November itu, Dwikorita mengatakan aspek kultur, yaitu pemerintah daerah dan masyarakat sebagai ujung tombak menjadi tantangan dalam kesiapsiagaan bencana.

Menurut dia, apabila masyarakat dan pemda di daerah rawan bencana tsunami tidak memiliki kapasitas untuk mengoperasikan dan memelihara sirine peringatan dini tsunami, teknologi yang sudah disiapkan tidak akan berguna.

BMKG telah membangun sistem peringatan dini tsunami, yaitu Indonesia Tsunami Early Warning System (InaTEWS) yang telah beroperasi sejak 2008.

Baca Juga: Terungkap, Kredit Setiap Member BTS dalam Setiap Lagu BE, Bagaimana Detailnya? Cek!

Hal senada disampaikan narasumber webinar dari Unesco Indonesia Ardito M Kodijat.

Ardito mengatakan banyak pembelajaran dari kejadian tsunami yang lalu bahwa sistem peringatan dini tsunami yang canggih tidak akan menyelamatkan nyawa jika masyarakat berisiko tidak memiliki pengetahuan dan kapasitas untuk merespons peringatan dini tersebut.

"Kalau kita punya sistem yang sangat canggih, saat ini bisa mengeluarkan peringatan dini dalam waktu yang sangat singkat kurang dari empat menit, tapi kalau masyarakatnya tidak tahu apa yang harus dilakukan, sistem peringatan dini itu tidak menjamin keselamatan," ujar Ardito.

Dia mengatakan dalam keadaan darurat tsunami, risiko kehilangan nyawa dan harta benda masyarakat pesisir dengan tingkat kesiapan rendah atau tidak ada sangat tinggi.

Selain itu, rantai peringatan yang lemah atau terputus, sehingga informasi tidak sampai ke masyarakat juga tidak ada arahan untuk masyarakat mengevakuasi diri. Hal itu bisa karena ketidaksiapan SDM, prosedur atau masalah teknologi.

Menurut dia, selama ini sistem peringatan dini terfokus pada peningkatan teknologi, tapi perlu juga fokus pada kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi tsunami.***

Editor: Dini Yustiani

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler