Jaksa Agung Muda: Restorative Justice Untuk Wong Cilik. Kajari Dapat Nilai Plus

- 3 Desember 2020, 06:41 WIB
Kantor Kejaksaan Agung Republik Indonesia.
Kantor Kejaksaan Agung Republik Indonesia. /- Foto : Kejaksaan.go.id

 

Jurnal Gaya - Ada pameo bahwa hukum tajam ke bawah tapi tumpul ke atas. Kasus-kasus koruptor banyak yang selesai dengan penyelesaian di bawah meja. Membayar para petugas hukum supaya mendapat keringanan hukuman bahkan dibebaskan.

Tetapi begitu mengenai wog cilik atau rakyat jelata yang jumlah kerugiannya kurang dari Rp2,5 juta, tiba-tiba hukum berubah tajam mengkilat dan secepat kilat mencabik-cabik sampai proses pengadilan.

Hadirnya asas restorative justice atau keadilan restoratif bisa menjadi salah satu jalan keluar keadilan bagi wong cilik mendapatkan keadilan.

Baca Juga: Bupati Bogor Ade Yasin: Massa di Mega Mendung Sangat Besar Tak Mungkin Ditertibkan Secara Represif

Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen Kejaksaan Agung Sunarta mengatakan para Kepala Kejaksaan Negeri yang menerapkan asas restorative justice atau keadilan restoratif untuk kasus-kasus pidana ringan yang mereka tangani akan mendapat nilai tambah.

"Kajari yang lakukan restoratif dapat nilai plus karena menolong wong cilik," kata Sunarta di sela-sela acara forum diskusi bertajuk Sinergitas Puspenkum dengan Insan Pers Dalam Penyajian Berita Untuk Meningkatkan Public Trust Kejaksaan RI di Jakarta, Rabu 2 Desember 2020, seperti dikutip dari ANTARA.

Menurut dia, berdasarkan Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 Tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, terdapat sejumlah syarat dalam menerapkan asas keadilan restoratif dalam suatu kasus pidana umum.

Baca Juga: Dengan Suara Bergetar Habib Rizieq Minta Maaf soal Kerumunan, NasDem: Kaya Orang Sakit, Covid-19?

Pertama, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana. Kedua, ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari lima tahun. Ketiga, barang bukti atau nilai kerugian perkara tidak lebih dari Rp2,5 juta. Keempat, para pihak yang beperkara bersedia untuk menyelesaikan secara damai kekeluargaan.

Persyaratan tersebut tercantum dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA). 

Keadilan restoratif merupakan usaha mencapai keadilan untuk kasus-kasus pidana umum ringan serta kasus yang tidak merugikan publik dengan harapan bisa mengurangi jumlah tahanan di penjara yang kini sudah melebihi kapasitas.

Baca Juga: Kepala BNPB : Cegah Covid-19,Pisahkan Kelompok Usia Rentan di Pengungsian

"Sekarang preventif diutamakan. Syaratnya perkara kecil, menyangkut orang kecil, kalau sampai harus ke pengadilan, bisa menambah beban penuhnya penjara," tuturnya.

Sunarta mencatat jumlah kasus pidana umum yang diselesaikan dengan asas keadilan restoratif sejak Perja Nomor 15 Tahun 2020 diundangkan pada 22 Juli 2020 hingga akhir November 2020, mencapai hampir 300 kasus.

Para Kajari yang hendak menerapkan asas ini dalam kasus yang ditanganinya selanjutnya harus melapor ke Jampidum terlebih dulu. "Kalau mau restorasi, harus lapor dulu ke Jampidum untuk kontrolnya," kata Sunarta.***

Baca Juga: Gelontorkan Voucher 12 Miliar di 12.12, ShopeePay Optimis Dorong Konsumsi Nasional

Editor: Qiya Ameena

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x