Gatra Cabut Penghargaan untuk Mensos, Hidayat Nur Wahid Colek Lembaga Survei Yuniarto Wijaya

- 7 Desember 2020, 06:57 WIB
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW).
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW). /Instagram/@hnwahid.

JURNALGAYA - Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hidayat Nur Wahid menyebut nama Yuniarto Wijaya dalam akun Twitternya terkait penghargaan lembaga surveinya yang diberikan kepada Menteri Sosial, Juliari P Batubara.

Mensos Juliari ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi bantuan sosial (bansos) Covid-19.

Sebelum terjerat kasus korupsi, kiprah sang menteri banyak diganjar penghargaan. Seperti Gatra dan lembaga survei yang dipimpin Yuniarto Wijaya, Charta Politica.

Baca Juga: Sindir Ustadz Maaher Penghina Habib Luthfi, Politisi PDIP: Pantang Menangis di Depan Musuh

Begitu ditetapkan sebagai tersangka, Gatra mencabut penghargaan yang diberikan kepada sang menteri. Menurut Hidayat, saat itu Juliardi mendapatkan penghargaan sebagai menteri juara penanganan Corona.

"Krn Mensos dinyatakan sbg terdakwa dan ditahan olh @KPK_RI, GATRA mencabut piagam penghargaan yg pernah diberikan ke Mensos tsb. Bagaimana dg pak @yunartowijaya, akan menarik hasil survey lembaga yg dipimpinnya bhw Juliari B(Mensos) adalah Menteri juara penanganan Korona?," tulis Hidayat.

Baca Juga: Tampar Gatot yang Sebut TNI Seperti Orba, Aktivis 98: Bapak Belum Pernah kan Diinterogasi TNI Orba?

Seperti diketahui, Juliari P. Batubara tersangkut kasus dugaan suap bantuan sosial COVID-19.

Setelah melakukan operasi tangkap tangan (OTT) atas pejabat Kementerian Sosial dan swasta, KPK pada 6 Desember 2020 dini hari menetapkan Juliari sebagai tersangka korupsi bansos COVID-19.

Tak lama setelah penetapan status tersangka, Juliari mendatangi Gedung KPK dan menyerahkan diri.

Penetapan Juliari sebagai tersangka oleh KPK hanya berselang sembilan hari dari penetapan Edhy Prabowo, mantan Menteri KKP sebagai tersangka oleh KPK.

Penangkapan dua menteri terakhir, yakni Edhy Prabowo dan Juliari P. Batubara merupakan "tamparan" keras bagi Kabinet Indonesia Maju, apalagi mereka belum lama dilantik sebagai menteri.

Menteri Sosial Juliari P Batubara berjalan menuju mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Minggu (6/12/2020). KPK menahan Mensos Juliari P Batubara yang telah ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan menerima suap terkait pengadaan bantuan sosial penanganan COVID-19 di Kementerian Sosial usai Operasi Tangkap Tangan (OTT) pejabat Kemensos. ANTARA FOTO/Galih Pradipta/aww.
Menteri Sosial Juliari P Batubara berjalan menuju mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Minggu (6/12/2020). KPK menahan Mensos Juliari P Batubara yang telah ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan menerima suap terkait pengadaan bantuan sosial penanganan COVID-19 di Kementerian Sosial usai Operasi Tangkap Tangan (OTT) pejabat Kemensos. ANTARA FOTO/Galih Pradipta/aww. ANTARA FOTO

Dengan terjeratnya dua menteri pada Kabinet Indonesia Maju dalam kasus dugaan korupsi, sejumlah kalangan pun menilai sudah saatnya Presiden Jokowi melakukan "reshuffle", seperti disampaikan pengamat politik Universitas Jember Hermanto Rohman MPA.

Hermanto mengingatkan Presiden Jokowi bahwa saat inilah momentum untuk mengevaluasi kinerja para menteri di Kabinet Indonesia Maju agar kepercayaan masyarakat kepada pemerintah meningkat.

Terlebih, UU Nomor 2 Tahun 2020 yang menetapkan Perppu Nomor 01 tahun 2020 menyatakan bahwa ancaman COVID-19 sebagai ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan sistem keuangan negara sehingga perlu kebijakan "extra ordinary", terutama dalam keuangan negara.

"Kebijakan tersebut salah satunya adalah kebijakan bantuan sosial COVID-19 oleh pemerintah dan memang bansos tersebut memang rawan disalahgunakan, namun Presiden Jokowi sebenarnya sudah mengingatkan untuk tidak main-main dalam penanganan COVID-19," tuturnya.

Tak berhenti di situ, wacana pun berkembang pada ancaman hukuman mati bagi koruptor bansos COVID-19 karena pandemi virus corona jenis baru itu sudah ditetapkan sebagai bencana nasional nonalam.

Sejumlah pihak pun menyampaikan dukungannya atas penerapan hukuman mati bagi koruptor bansos COVID-19 karena sangat banyak rakyat Indonesia yang secara ekonomi terdampak dan tidak terpenuhi bantuan itu.

Seperti disampaikan pakar hukum Universitas Airlangga (Unair) Surabaya I Wayan Titib Sulaksana yang mengaku prihatin dengan penetapan dua menteri menjadi tersangka korupsi, apalagi korupsi terkait dengan dana bansos untuk masyarakat di tengah pandemi COVID-19.

Maka dari itu, Wayan menambahkan sanksi pidana paling adil untuk pejabat negara pidana mati merujuk pada Pasal 2 ayat 2 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor yang diperbarui dengan UU Nomor 20 Tahun 2002.

Meski mencoreng kabinet Jokowi-Ma'ruf, penangkapan dua menteri itu di sisi lain juga mampu memulihkan nama baik lembaga antirasuah yang selama ini sempat diragukan pascarevisi UU KPK.

Apalagi KPK dalam sepekan ini juga melakukan serangkaian OTT yang menyeret setidaknya tiga kader PDI Perjuangan, yakni Bupati Banggai Timur Laut Wenny Bukamo, Wali Kota Cimahi Ajay Priatna, dan Mensos Juliari.

Wenny Bukamo ditangkap pada Kamis (3/12) dan telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap senilai Rp2 miliar proyek pengadaan jalan di daerahnya.

Ajay Priatna ditangkap KPK pada Jumat (27/11) dan telah ditetapkan menjadi tersangka lantaran diduga meminta komitmen fee sebesar Rp3,2 miliar terkait dengan izin pengembangan Rumah Sakit Umum Kasih Bunda Cimahi.

Pasti, masyarakat akan terus menanti perkembangan proses hukum kasus korupsi itu untuk memastikan para pelaku dihukum setimpal, dan mengungkap siapa saja yang terlibat.

Inilah saatnya bagi KPK untuk menunjukkan taringnya kembali dan membuktikan diri bahwa revisi regulasi justru menguatkan, bukan melemahkan taji institusi pemberantas korupsi.

Editor: Firmansyah

Sumber: Twitter


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah