“Selain ekonomi masyarakat yang semakin terpuruk, tidak adanya aktivitas sekolah tatap muka juga ditengarai memberi kontribusi. Ada anak yang karena berbagai alasan jadi putus sekolah. Ada yang bekerja. Ada yang dinikahkan dengan alasan untuk mengurangi beban keluarga. Ada pula yang karena anak jadi banyak waktu luang lalu justru menghabiskan waktu dengan pacaran sehingga terjadi kehamilan lantas dinikahkan dan banyak lagi," katanya.
Persoalan kompleks ini jelas membutuhkan kerja sinergis dari berbagai pemangku kepentingan. Ledia menyebut bahwa Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta BKKBN bisa terus menggaungkan sosialisasi dan pelatihan terkait mencegah dan menghindari perkawinan anak namun perlu bersinergi juga dengan Kementerian Agama, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan serta Pemerintah Daerah.
“Kita perlu ingat bahwa Pemda itu adalah ujung tombak pemerintahan karena langsung bersentuhan dengan masyarakat dan paling tahu dengan kondisi serta persoalan terkait sosiodemografi di wilayah masing-masing. Pada mereka inilah berbagai program dari Kementerian dan Lembaga perlu dilakukan kerjasama sinergis. Bahkan anggaran dana desa pun saya kira bisa juga dimanfaatkan salah satunya untuk program sosialisasi maupun pelatihan pada masyarakat agar bisa memahami, mencegah dan meniadakan perkawinan anak," paparnya.
Terakhir, Sekretaris Fraksi PKS ini mengingatkan pentingnya ketahanan keluarga dimasukkan menjadi salah satu prioritas program pembangunan baik di tingkat daerah maupun pusat karena bisa menjadi salah satu cara preventif dalam mengatasi persoalan perkawinan anak.
“Pada dasarnya peran pendidikan, pengasuhan, pendampingan tumbuh kembang anak hingga mereka bisa matang secara fisik, jiwa dan ruhani berawal dari keluarga," kata Ledia.