Eksternal Jokowi Bakal Membuat Masa Jabatan Presiden Tiga Periode Tak Hanya Sekadar Isu

- 20 Maret 2021, 22:25 WIB
Presiden Joko Widodo (tengah).
Presiden Joko Widodo (tengah). /Laily Rachev/Biro Pers Sekretariat Presiden

JURNAL GAYA - Pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang membantah isu masa jabatan presiden tiga periode tidak begitu diyakini kebenarannya oleh Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun.

Refly menuturkan, jika melihat dari aspek internal Jokowi yang mengaku tetap taat konstitusi atau Undang Undang Dasar (UUD) 1945, maka dalam kondisi sekarang yang ditaati adalah batasan masa jabatan presiden dua periode.

"Kalau dari aspek internal mungkin saja saat ini tidak ada keinginan dari Presiden Jokowi memperpanjang masa jabatannya lebih dari dua periode," ujar Refly dalam diskusi virtual bertajuk 'Misteri 2024', Sabtu, 20 Maret 2021.

Baca Juga: Andi Arief Sindir Yassona H. Laoly, ‘Bolehkah Kami Meminta Bukti Pendaftaran Elektronik Kubu KLB Abal-Abal?'

Namun ia melihat dari aspek eksternal Jokowi yang kemungkinan akan membuat masa jabatan presiden tiga periode tidak lagi hanya sekedar isu.

Soalnya mantan Ketua Tim Anti Mafia Mahkamah Konstitusi (MK) ini mengamati perilaku kekuasaan di era orde lama dan orde baru yang pada saat itu belum ada pembatasan masa jabatan presiden di dalam UUD 1945.

Ia menyebutkan, pada zaman Presiden Soekarno yang pernah menjabat selama 21 tahun itu karena ada dorongan dari pihak eksternal, atau orang-orang yang berada di lingkaran kekuasaan saat itu.

"Jadi ketika Bung Karno yang sudah jelas-jelas konstitusi mengatakan bahwa masa jabatan hanya 5 tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali meskipun belum ada batas jabatan, akhirnya para politisi itu tidak kurang niatnya untuk menjadikan Presiden Soekarno sebagai presiden seumur hidup," terang Refly.

Baca Juga: Sinopsis Ikatan Cinta Minggu 21 Maret 2021, Mama Rossa Murka! Akhirnya Tahu Andin Mantan Istri Nino

"Maka MPRS pun memutuskan Bung Karno sebagai presiden seumur hidup. Coba bayangkan, konstitusinya belum diubah tapi perilakunya sudah begitu," sambungnya.

Bahkan, Refly juga menyebut hal yang sama terjadi pada zaman Presiden Soeharto yang pernah menjabat 32 tahun di era orde baru, sebelum akhirnya tumbang akibat reformasi 1998.

"Lalu Pak Harto. Walaupun tidak ada pembatasan jabatan, tapi tiga fraksi di MPR termasuk fraksi yang bukan Golkar, yang notabene Pak Harto adalah Ketua Dewan Pembina Golkar, itu mencalonkan Pak Harto terus menerus dengan calon tunggal," bebernya.

Sehubungan hal itu Refly menilai watak politisi yang tengah berada di lingkaran kekuasaan sekarang ini bukan tidak mungkin sama dengan yang ada di era Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto.

Baca Juga: Soal Tsunami dan Gempa 7,2 di Jepang, BMKG Ingatkan Masyarakat di Indonesia Tak Perlu Khawatir

Mereka akan mempengaruhi Jokowi untuk bisa melanjutkan kepemimpinannya sebagai presiden di periode ketiga.

"Jadi watak-watak orang di sekitar kekuasaan yang katakanlah dalam tanda kutip, kalau kita ini bicara tentang relasi kekuasaan, dalam tanda kutip ya menikmati kekuasaan hari ini atau tidak ingin merubah konstalasi kekuasaan hari ini, selalu berfikir bahwa siapa yang menjabat itu lah yang dianggap terbaik," katanya.

"Padahal tidak begitu. Kita harus yakin dengan regenerasi kepemimpinan di republik ini. Dan kita sudah buktikan setelah reformasi hadir presiden yang lebih banyak, dari Habibie, Gus Dur, Megawati, SBY kemudian Pak Jokowi," demikian Refly Harun.***

Editor: Dini Yustiani


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah