Luhut Panjaitan Klaim 110 Juta Masyarakat Ingin Pemilu Ditunda, Pakar Keamanan Siber: Netizen Tidak Peduli!

- 13 April 2022, 10:22 WIB
Luhut Panjaitan Klaim 110 Juta Masyarakat Ingin Pemilu Ditunda, Pakar Keamanan Siber: Netizen Tidak Peduli!
Luhut Panjaitan Klaim 110 Juta Masyarakat Ingin Pemilu Ditunda, Pakar Keamanan Siber: Netizen Tidak Peduli! /Kemenko Marves/

 

JURNAL GAYA - Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa pemilu tidak ditunda, tetap akan berlangsung pada 14 Februari 2024.

Pernyataan Presiden Jokowi tersebut, menjawab polemik penundaan pemilu yang muncul setelah klaim Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan bahwa 110 juta warganet menginginkan penundaan pemilu, diketahui lewat big data.

Namun sampai sekarang Luhut Binsar Panjaitan belum membuka data penundaan pemilu itu, padahal banyak pihak mendorong agar data segera dibuka.

Terkait hal ini, pakar keamanan siber Pratama Persadha Pratama Persadha, Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC dalam keterangannya menjelaskan bahwa harus jelas proses bagaimana dan darimana data ini diambil, sehingga tidak menimbulkan polemik di masyarakat.

Baca Juga: Donor Darah Saat Bulan Ramadhan, Apakah Membatalkan Puasa? Simak Hukum dan Penjelasan Ulama Mesir

“Secara teknis, ada banyak cara mengetahui perbincangan publik di media sosial atau platform internet lainnya. Karena itu, kita perlu bertanya 110 juta yang disampaikan Pak Luhut ini mengambil data dari platform apa dan bagaimana metodologinya. Perlu disampaikan ke publik, agar kita bisa menilai sejauh mana, sekaligus membuka ruang diskusi,” terang Pratama, Rabu 13 April 2022.

Digarisbawahi Pratama, harus jelas sumber data dari pembicaraan masyarakat ini. Misalnya bila mengambil dari Twitter, karena pemakai aktif twitter di Indonesia kini hanya di angka 15 jutaan saja, itupun juga masih banyak akun-akun anonim. Jadi tidak mungkin data 110 juta tersebut berasal dari Twitter.

“Bila mengambil dari Twitter ini jelas tidak cukup, bahkan dari hasil riset CISSReC menggunakan Open Source Intelligence (OSINT) akun Twitter yang membicarakan soal perpanjangan jabatan dan 3 kali periode di kisaran 117.746 (Tweet, Reply, Retweet) dan mencapai 11.868 pemberitaan online. Dari data keduanya diketahui yang kontra penundaan pemilu pada Twitter sebesar 83,60% dan pro 16,40%. Sedangkan pada Media Online dengan kontra sebesar 76,90% dan pro 23,10%. Dari data ini saja sudah terlihat jelas lebih banyak yang menolak penundaan pemilu,” katanya.

Lebih lanjut, data tersebut diambil dan dianalisis saat setelah ada statemen dari Menko Marves Luhut Panjaitan, pada periode analisis tanggal 15 Februari sampai dengan 15 Maret 2022 dengan sejumlah tokoh dan organisasi yang pro dan kontra.

Baca Juga: Ngabuburit di Pantai Asiknya Sambil Dengerin Lagu K-Pop Berikut Ini!

Tokoh kontra penundaan pemilu yang paling banyak terdapat pada artikel berita yaitu Agus Harimurti Ketum Partai Demokrat sebanyak 1420, disusul Surya Paloh Ketum Nasdem sebanyak 555.

Lalu tokoh pro penundaan pemilu yang terbanyak yaitu Muhaimin Iskandar 3892 artikel berita, diikuti Zulkifli Hasan Ketum PAN.

Ada juga 10 organisasi yang pro penundaan pemilu seperti PKB, Golkar, dan Kemenkomarves. Lalu yang kontra sebanyak 71 organisasi yaitu PPP, PDIP, LSI (Lembaga Survei Indonesia), Partai Demokrat, Muhammadiyah, dan yang lainnya.

“Berbeda bila 110 juta ini mengambil pembicaraan dari FB, Instagram dan TikTok, jumlah pemakainya memang sangat banyak. FB di Indonesia pemakai bisa jadi lebih dari 130 juta, Instagram sudah hampir menembus 100 juta pemakai, belum lagi TikTok yang pemakainya bertambah dengan cepat di Indonesia. Namun tidak semuanya membicarakan penundaan pemilu, banyak yang tidak perduli. Lebih banyak membicarakan hal yang lain,” terangnya.

Jadi sumber pengambilan data ini harus jelas, tegas Pratama. Bahkan menurut dia, untuk mengambil data ini dengan survey juga hal yang sangat sulit bahkan mustahil meskipun dilakukan online.

Karena harus sesuai dengan usia, dan untuk mencapai angka 110 juta itu sangat sulit dilakukan.

Baca Juga: Aktris All Of Us Are Dead Cho Yi Hyun Membintangi Film Similar Bareng Yeo Jin Goo, Kim Hye Yoon dan Na In Woo

“Mengumpulkan dan membaca data FB, IG dan WA tidak semudah di Twitter yang membuka API (application programming interface). Sehingga perlu persetujuan FB untuk pihak ketiga membaca data dan mengumpulkannya. Hal ini mirip seperti yang dilakukan oleh Cambridge Analytica yang membaca kecenderungan pilihan warga Inggris menjelang Brexit dan pilihan warga AS menjelas pilpres 2016. Pada akhirnya setelah ini bocor menjadi kasus besar, yang pada akhirnya berujung pada semakin ketatnya perlindungan data pribadi di eropa dengan GDPR General Data Protection Regulation),” jelasnya.

Jadi kemungkinan 110 juta data berasal dari Twitter sudah pasti tidak mungkin karena jumlah akun aktifnya di Indonesia sedikit.

Yang memungkinkan adalah data tersebut diambil dari FB cs, melihat berbagai peristiwa yang melibatkan FB di waktu lalu. Namun pasca kasus Cambridge Analytica, FB sendiri sudah membatasi untuk tidak membagi data pada pihak ketiga dengan mudah.***

Editor: Dini Yustiani


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah