DPR RI, Hasanuddin Nilai Penyerbuan Oknum TNI ke Mako Polsek Ciracas Memalukan

- 1 September 2020, 15:35 WIB
TB Hasanuddin
TB Hasanuddin /
JURNALGAYA---Anggota Komisi I DPR RI Mayjen TNI (purn) TB Hasanuddin mengungkapkan rasa keprihatinannya atas penyerbuan yang dilakukan puluhan oknum TNI AD ke markas Polsek Ciracas Jakarta Timur, Sabtu (29/8).
 
Kasus perkelahian TNI vs Polri ini, menurut Hasanuddin, sudah sangat diluar batas lantaran dibarengi dengan aksi perusakan  terhadap aset negara.
 
"Sudah bukan perkelahian seperti  kenakalan anak muda lagi , tapi berubah menjadi penyerbuan , merusak dan membakar aset negara. Benar benar memprihatinkan dan memalukan," ujar Hasanuddin kepada wartawan, Selasa, 1 September 2020.
 
Hasanuddin mengakui, dimasanya ketika masih menjadi anggota TNI ,  bukan tidak ada perkelahian itu , tetapi  lebih banyak dilakukan duel satu lawan satu yang menurutnya lebih jantan dan lebih pribadi. Jadi, jarang melibatkan corps atau  satuan .
 
"Fenomena seperti ini kan menimbulkan pertanyaan, sekarang kenapa? Ada apa? 
Perlu kajian mendalam  dan solusi tingkat nasional," katanya.
 
Hasanuddin mengatakan, banyak orang berpendapat masalah ini dipicu soal kesenjangan kesejahteraan, namun Hasanuddin memiliki pendapat berbeda. 
 
Menurutnya, soal gaji, tunjangan keluarga, tunjangan kesehatan bahkan tunjangan kinerja  sudah sama dengan aturan perundang undangan.
 
Semua, kata dia, sudah diatur dalam APBN, artinya hak yang diterima anggota TNI dan Polri relatif sama.  Tak ada perbedaan.
 
"Kalau penghasilan tambahan ? Ya pasti berbeda, tapi perbedaan itu bukan pada strata organisasi tapi pada strata perorangan.  Dan ini lumrah saja. Perwira atau bintara di TNI  ada yang hidupnya cukup bahkan kaya, tapi ada juga yang hidupnya  pas-pasan. Dan ini tak perlu menjadi alasan kecemburuan sosial," paparnya.
 
Menurutnya, di institusi korps baju coklat juga sama saja. Ada yang berpangkat perwira menengah baru punya sepeda motor untuk ke kantor, tapi ada juga perwira pertama yang sudah punya mobil buat ke kantor.
 
"Yang punya sepeda motor tak relevan marah kepada yang punya mobil, karena rezeki perorangan kan bisa berbeda," kata Hasanuddin.
 
Hasanuddin menambahkan, anggota Brimob di Polri misalnya, hidupnya rata rata saja. Hampir sama seperti anggota TNI di Kostrad yang bertugas dan  bergerak kesana kemari sambil membawa ransel  berisi perlengkapan pribadi dan munisi .
 
"Jadi kesimpulan saya , penghasilan yang diberikan  negara itu relatif sama. Tak bisa dijadikan alasan membenarkan kecemburuan dan lalu marah membabi buta," kata Hasanuddin.
 
Meski begitu, ia mengakui bahwa kecemburuan antara dua institusi ini memang ada, yang berasal dari pembagian peran, tugas dan fungsi masing-masing atau sejak ABRI berubah menjadi TNI.
 
 
Pertanyaannya sekarang, kata Hasanuddin, mengapa TNI tak punya peran seperti saat menjadi ABRI? 
 
Lalu muncul istilah-istilah minir yang di kutip oleh beberapa oknum pensiunan bahwa TNI itu gajinya sebulan sekali, tapi Polri tiap hari serta pendapat lain yang menurut Hasanuddin,  pendapat itu tak baik dan kurang pas.
 
"Menurut hemat saya, perlu pemahaman mendasar dan diterima dengan baik oleh siapapun, bahwa zaman sudah berubah. Tuntutan demokrasi ya seperti ini, peran TNI dimanapun di dunia sangat berbeda dengan peran polisi," katanya.
 
Ia menambahkan, karena beda fungsi lalu beda peluang. Peluang yang berbeda, disini penyebabnya. 
 
Perbedaan itu, kata Hasanuddin, membuat kecemburuan sosial yang kemudian memunculkan perasaan sensitif dan mudah marah, dan kemarahan bisa terjadi dimana saja ketika muncul gesekan sekecil apapun.
 
Persoalannya, imbuh dia, dengan tupoksi yang berbeda apakah harus punya kesempatan yang sama. Jawabannya, tentu tidak, harus di temukan solusi komprehensif yang mengacu pada aturan perundang undangan.
 
"Misalnya saja, perlunya kesadaran dari seluruh prajurit TNI bahwa peran TNI dan Polri di era demokrasi ini berbeda. Perbedaan itu karena kebutuhan dan keadaan zaman, dan harus diterima dengan ikhlas," katanya.
 
Akan tetapi, kata dia, negara juga perlu memperhatikan bahwa TNI itu adalah warga negara biasa tapi dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya beresiko tinggi. Sehingga, kata Hasanuddin, tidak dapat disamakan dengan ASN lainnya dalam sistem penggajiannya terutama penghitungan tunjangan kinerjanya.
 
"Ini mungkin yang harus diperhatikan negara," katanya. Qiya Ameena***
 
 

Editor: Nadisha El Malika


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x