Potensi Bisnis Dari Moda Usaha Bus Rapid Transit, Penambahan Pendapatan Melalui Pengembangan Properti

- 2 Oktober 2021, 10:03 WIB
Potensi bisnis dari Mass Rapid Transportation
Potensi bisnis dari Mass Rapid Transportation /Jurnal Gaya / Juniar/SBM ITB

JURNAL GAYA - Sekolah Bisnis dan Manajemen (SBM) Institut Teknologi Bandung (ITB), mengadakan diskusi mengenai potensi bisnis Bus Rapid Transit (BRT) membahas hasil penelitian. 

Menggali potensi dari bisnis ini dengan perbandingan bisnis sejenis yang telah dilakukan di beberapa negara, salah satunya di Kota Hongkong.   

Saat ini berdasarkan pantauan tim dari SBM ITB, pelayanan Bus Rapid Transit (BRT) di tiga kota yakni Surakarta, Medan, dan Denpasar telah menunjukkan hasil positif dengan tren penumpang yang terus meningkat dari waktu ke waktu.

Menurut SBM ITB, berdasarkan hasil penelitian mereka, sejumlah potensi pendapatan pun bisa digali dari moda BRT (Bus Rapid Transit) di tiga kota tersebut melalui pengembangan bisnisnya.

Baca Juga: Mengawali Pagi Dengan Optimis, Baca Doa Berikut Agar Kegiatan Kita di Hari Ini Penuh Berkah

Berdasarkan hasil survei yang telah dilaksanakan Sekolah Bisnis dan Manajemen (SBM) Institut Teknologi Bandung (ITB) terhadap sekitar 1.200 responden di 3 kota tersebut, terungkap responden bersedia membayar tiket BRT dengan titik harga optimum di kisaran Rp 3.500 – Rp 4.500.

Untuk sementara, saat ini tiket BRT di tiga kota itu masih gratis untuk lebih mengenalkan BRT pada masyarakat.

Namun ternyata hasil survei menunjukkan peningkatan harga tiket akan menyebabkan masyarakat beralih ke moda transportasi lain terutama sepeda motor pribadi.

Baca Juga: Duel Supir Taksi Onlive Versus Rampok, Modus Menyamar Sebagai Penumpang

Berdasarkan rilis yang diterima JURNAL GAYA, 1 Oktober 2021, Yunieta Anny Nainggolan sebagai Direktur MBA ITB Bandung menyatakan pendapatnya mengenai BRT ini, selain memberlakukan biaya tiket, untuk menjamin keberlangsungan pelayanan BRT, potensi pendapatan bisa masuk dari bisnis di luar tiket seperti pembangunan kawasan Transit Oriented Development (TOD).

Apabila dibandingkan dengan yang ada di Hongkong, MTR Hongkong dapat melakukan penyesuaian harga tiket setiap tahunnya sesuai dengan kondisi inflasi dan Index gaji.

Sayangnya, hal tersebut tidak mudah diterapkan di Indonesia karena berdasarkan keterangan Yoga Adiwinarto selaku Direktur Teknik dan Fasilitas dari TransJakarta, sebagai pengelola moda transportasi, TransJakarta tidak memiliki kewenangan untuk menentukan tarif.

Untuk saat ini, tarif yang berlaku masih sama sejak 2006 yaitu sebesar Rp 3.500. Padahal, biaya operasional dari tahun ke tahun semakin meningkat.

Efeknya operasional TransJakarta masih bergantung pada subsidi pemerintah karena biaya penyediaan layanan per penumpang jauh di atas harga tiket yang berlaku.

Baca Juga: Ini Dia 6 Manfaat Kopi Bagi Kesehatan, Menurut Ahli Gizi

Untuk tetap bisa beroperasi dengan baik, Transjakarta terus mengeksplorasi pendapatan di luar tiket (non-fare box) diantaranya melalui kerjasama pihak ketiga untuk pemasangan iklan dan komersialisasi (termasuk retail) di kawasan halte.

Sejumlah potensi pendapatan nontiket lainnya juga masih terus digali diantaranya pembangunan dan penyewaan depo bus dan stasiun pengisian baterai untuk bis listrik, franchise, training, dan manajemen armada bus untuk kota lain.

Baca Juga: Natasha 'Black Widow' dan Disney Akhirnya Berdamai, Black Widow 2 Siap Diproduksi?

Sementara itu, menurut Dr. Farhad H. Mahfud selaku Direktur Pengembangan Bisnis MRT Jakarta menegaskan bahwa hal serupa juga terjadi di MRT yang terus berupaya mengeksplorasi berbagai potensi revenue di luar tiket (non-fare box).

Saat ini pendapatan non tiket MRT Jakarta mencapai Rp 450 milyar dimana 81% diantaranya disumbangkan oleh pemasangan iklan serta penyewaan area retail dan hak penggunaan nama untuk stasiun MRT. Sedangkan 19% lainnya dikontribusi oleh asset digital diantaranya QR Payment. Kedepan, potensi aset digital ini akan terus dieksplorasi untuk peningkatan pendapatan di luar tiket (non-farebox).

Baca Juga: Duel Supir Taksi Onlive Versus Rampok, Modus Menyamar Sebagai Penumpang

Dalam kesempatan yang sama di zoom meeting tersebut, mantan direktur MTR Hongkong Morris Cheung mengatakan, penyelenggara layanan transportasi publik di luar negeri yang tidak lagi bertumpu kepada subsidi pemerintah adalah MTR Hongkong.

Menurutnya, lebih dari 70% total pendapatan MRT Hongkong berasal dari bisnis properti melalui pengembangan kawasan TOD (Transit Oriented Development) dengan menggabungkan sistem transportasi dengan properti di sekitar kawasan stasiun MTR.

Pengembangan kawasan TOD dilakukan melalui kerjasama dengan pemerintah selaku pemilik lahan yang memberikan hak pengembangan kepada MTR Hongkong serta pihak developer (swasta) yang melakukan pembangunan dan pengelolaan kawasan TOD tersebut.

Hasilnya, terdapat peningkatan efektivitas penggunaan lahan yang berujung pada peningkatan nilai jual kawasan tersebut.

Baca Juga: Dari Jendela SMP Hari Ini, 1 Oktober 2021: Bu Inah Beri Ultimatum, Gino dan Cumi Kompak Tinggalkan Lili

Berkaca pada pengembangan TOD di luar negeri, konsep TOD juga mulai diadaptasi secara intensif oleh MRT Jakarta.

Rencananya, pengembangan TOD akan dilakukan di 5 kawasan yaitu Lebak Bulus, Bundaran HI, Dukuh Atas, Fatmawati, Blok M, dan Istora Senayan.

Pengembangan kawasan TOD di sekitar kawasan stasiun MRT tersebut diharapkan akan mampu meningkatkan jumlah penumpang yang pada akhirnya dapat pula meningkatkan nilai lahan serta pendapatan MRT Jakarta.

Menurut Dr. Eng. Puspita Dirgahayani, ST. M.Eng selaku akademisi dan peneliti dari SAPPK (Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan) ITB menyatakan bahwa pengembangan kawasan TOD sebenarnya dapat diterapkan juga pada moda transportasi BRT. "Tentunya ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi diantaranya potensi pergerakan yang cukup tinggi di sebuah kawasan, aksesibilitas yang cukup baik termasuk adanya integrasi dengan moda transportasi lain," kata Puspita memaparkan.

Baca Juga: Di Tengah Fluktuasi Harga dan Permintaan Global, Inilah Strategi PLN untuk Amankan Pasokan Batu Bara ke PLTU

Komitmen investasi jangka panjang juga dibutuhkan untuk pengembangan TOD maupun penyelenggaraan transportasi publik, serta adanya perencanaan yang baik serta keberadaan integrator untuk mengorkestrasi kerjasama berbagai pihak baik pemerintah pusat, pemerintah daerah.

Penelitian ini merupakan kerja sama antara SBM ITB dengan Balitbang Kementerian Perhubungan, yang melibatkan dosen-dosen SBM ITB yaitu Dr Yos Sunitiyoso, Dr Agung Wicaksono, Dr Yunieta Anny Nainggolan, Dr Prawira Fajarindra Belgiawan dan Dr Yudo Anggoro, serta beberapa alumni dan mahasiswa SBM ITB.***

Editor: Dini Yustiani


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x