TUMURUN MUSEUM Solo, Koleksi Seni Kontemporer dan Imajinasi yang Tidak Terbatas

14 September 2022, 05:30 WIB
koleksi Tumurun Meseum di Solo /JG/JUNIAR SYAH

JURNAL GAYA - Kota Surakarta atau lebih dikenal juga dengan Kota Solo, salah satu kota yang kental dengan budaya kerajaan, pasca pandemi kembali bangkit mempekenalkan pariwisata berbasis budayanya.

Dalam salah satu rangkaian acara Famtrip di Kota Surakarta yang diadakan pada tanggal 8-10 September kemarin, diinisiasi Pemeintah Kota Surakarta Dinas Pariwisata, memperkenalkan bebagai kekayaan pariwisata untuk dijelajahi.

Berbagai kebudayaan lokal, batik, dan tentu saja makanan khas Kota Surakarta diperkenalkan kepada kami.

Jurnal Gaya pun bisa ikut berpartisipasi menikmati keramahan masyarakat Kota Surakarta, sopan santun, dan tentu saja kuliner yang lezat dan tak terlupakan.

Ternyata selain wisata berbasis kebudayaan Jawa yang kental, Kota Surakarta juga menyimpan kekayaan seni kontemporer yang sangat luar biasa.  

Kekayaan seni tersebut tersimpan dengan rapi di dalam Museum Tumurun. 

Baca Juga: Sinopsis Sinetron Cinta Alesha 13 September 2022: TEGA! Rani Tinggalkan Alesha Demi Merantau ke Jakarta

Lokasi Museum Tumurun ini terletak di Jalan Kebangkitan Nasional No. 2 Sriwedari, Laweyan, Solo.

Masuk ke dalam museum ini gratis, calon pengunjung wajib melakukan registrasi secara online atau daring di situsnya tumurunmuseum.com.

Memasuki museum, pengunjung dimanjakan dengan ruangan museum yang lega dan disambut seni instalasi tiga dimensi berbentuk seperti mata yang saling menumpuk karya Wedhar Riyadi.

Seni instalasi tiga dimensi atau 3D ini seolah sebagai mata tuan rumah yang sedang menyambut tamunya.

Karya berjudul 'Changing Perspective' ini menjadi keprihatinan bagi kehidupan manusia di media sosial yang sudah tidak memiliki lagi batas-batas privasi. Data-data pribadi diumbar tanpa takut disalahgunakan pihak lain yang memiliki niat jahat.

Museum Tumurun sendiri termasuk sebagai museum pribadi yang merupakan hasil koleksi dari bos pemilik Sritex bernama H. Muhammad Lukminto. 

Koleksi tersebut termasuk sebuah mobil Mercedes Benz 280s antik berwarna emas lansiran tahun 1972.

Ada juga koleksi mobil berotot asal Amerika yakni Dodge tahun 1948 dan 1960 yang terjaga dengan baik. Bannya saja tidak diperkenankan menyentuh lantai. 

Untuk lukisan-lukisan yang dipajang di sana banyak sekali pulukis-pelukis beraliran modern dan kontemporer yang mendapat tempat seperti pelukis Eddy Susanto, Rudy Mantofani, Heri Dono, Aming Prayitno, dll.

Tentu saja harga lukisan mereka tidak sembarangan bisa berharga puluhan juta sampai miliaran rupiah. 

Baca Juga: BERANTAS Judi online, PPATK Bekukan Sekitar 500 Rekening yang Terkait Transaksi Haram

Saat bertandang ke Museum Tumurun yang dibangun Iwan Kurniawan Lukminto putra dari H.M. Lukminto tersebut, sedang diadakan juga pameran instalasi karya seni dari Aditya Novaldi berjudul: WHY.

Aditya Novaldi nampak keasyikan bermain-main dengan berbagai media tiga dimensi untuk mengekspresikan karyanya.

Aditya Novaldi mendapatkan tempat di lantai 2 museum, dan menempatkan karya dari mulai sketsa ribuan wajah di atas media akrilik sampai instalasi sejarah teh di atas meja bundar.

Ada juga instalasi Toko Ngaco yang membuat berbagai benda-benda yang biasanya ada di toko bangunan dengan bentuk-bentuk nyeleneh yang menyimpang. Tak heran Aditya menamainya Toko Ngaco karena memang ngaco atau aneh.

Selain itu, tergantung juga foto-foto sejarah teh di Indonesia dan khususnya Pulau Jawa sejak awal pertama kali masuk ke Indonesia pada tahun 1684. Teh dibawa oleh seorang ilmuwan botani bernama Andreas Cleyer dari Jepang dalam bentuk bibit.

Guide kami yang bernama Adit dan bertugas di museum, menjelaskan kalau museum ini gratis sebagai apresiasi seni dan penghormatan kepada bos Sritex H.M. Lukminto yang telah bersusah payah mengumpulkan dan merawat karya seni.

Satu yang harus diperhatikan saat berada di museum ini, pengunjung dilarang keras untuk menyentuh berbagai karya seni dan instalasi yang dipajang di sana. Mengambil foto atau dokumentasi diperkenankan asal tidak boleh menyentuhnya untuk menjaga dan merawat kelestarian benda-benda seni tersebut.*** 

Editor: Juniar Rodianur

Tags

Terkini

Terpopuler