Prabowo Sulit Putuskan Kasus Korupsi Menteri KKP, Jokowi dan Megawati Jadi Alasan

1 Desember 2020, 05:25 WIB
Potret Edhy Prabowo (kiri) bersama dengan Istrinya (kanan) serta Prabowo Subianto (tengah) /Foto: Instagram @iisedhyprabowo

JURNALGAYA - Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto dinilai tidak tegas dalam kasus dugaan korupsi ekspor benih lobster yang menjerat tangan kanannya Menteri KKP Edhy Prabowo.

Bahkan pengamat politik Rocky Gerung menilai langkah Prabowo terlambat di situasi perang seperti ini.

"Prabowo ingin secara otentik Gerindra tidak berwajah korup. Harusnya tidak ada pertimbangan lain. Gerindra seharusnya buat headline 'Gerindra berhentikan atau pecat kadernya (yang korup)," ujar Rocky dalam akun YouTubenya.

Baca Juga: Dicecar Najwa Shihab soal Baby Lobster, Fahri Hamzah: Rugi Na, Ya Allah..., Pengusahanya Saja Bego

Ini perlu dilakukan agar kamera terus menyorot Gerindra sebagai partai anti korupsi.

Tapi Prabowo tidak mengambil langkah itu. Kini luka korup ini lebih kuat untuk diamputasi.

Kondisi ini akan berpengaruh pada elektabilitas Gerindra maupun Prabowo.

"Harusnya tidak ada pertimbangan lain (pecat dulu), baru diatur ulang," ungkap dia.

Padahal, kehadiran Prabowo di kabinet berkaitan dengan Pilpres 2024. Prabowo dipertimbangkan Megawati karena suara Gerindra dan elektabilitas Prabowo yang cukup tinggi.

Begitu Prabowo masuk kabinet, elektabilitas Gerindra perlahan turun. Dengan kasus korupsi ini, elektabilitas tentunya akan kembali turun.

Baca Juga: Berebut Kursi Menteri KKP, Rocky Gerung Sebut Fadli Zon Dilarang Gantikan Edhy Prabowo

"Jika politik diasuransikan pada transaksi, sukar dipertahankan. Karena waktu menggerogoti. Watak Prabowo tidak bisa dipegang (bisa berkembang). Dalam perang, waktu sangat diperhitungkan. Menunda waktu sama dengan mengundang musuh untuk menyusun kekuatan," ucap dia.

Saat ini, sambung Rocky, baik Prabowo, Jokowi, ataupun Megawati tengah saling berkirim sinyal. Konsolidasi (Edhy) tidak cukup dengan keputusan Prabowo. Ada kaitannya dengan Bu Mega karena ada Pilpres 2024," tutur dia.

Pemilihan Presiden 2024 masih cukup lama. Namun partai sudah mengambil ancang-ancang, termasuk PDIP yang dipimpin Megawati Soekarnopuutri.

Ahli Hukum Tata Negara Refly Harun mengungkapkan strategi Megawati dalam Pemilihan Presiden 2024 di akun YouTube nya, Kamis 26 November 2020.

Baca Juga: Hentikan Ekspor Benur, Luhut Panggil Pejabat KKP: Kita Evaluasi!

"Ada skenario megawati tidak akan mengajukan Ganjar Pranowo, tapi memasangkan Puan Maharani dengan Prabowo Subianto," ungkap Refly.

Ia menjelaskan, dalam penentuan calon presiden, ada dua variabel yakni tetap dan dinamis. Untuk variabel tetap, partai yang paling ongkang-ongkang kaki saat ini adalah PDIP.

Sebab PDIP satu-satunya partai yang mencapai suara 20 persen dalam Pemilu 2019.

Setelah itu ada delapan parpol lainnya di Senayan, di antaranya Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, Demokrat, PKS, dan PPP.

Baca Juga: Pastikan Keamanan Akun Anda, Begini Cara Aktivasi Fitur Rekognisi Wajah dan Sidik Jari ShopeePay

Bila melihat kekuatan yang ada, Golkar maupun Demokrat cukup berkoalisi dengan satu partai, mereka bisa mencalonkan presiden.

"Jika basisnya suara, bisa ditambah 7 partai seperti PBB, PKPI, PSI, Garuda, Perindo, dan Hanura. (Mereka) bisa ikut kalau basisnya suara," imbuh dia.

Ketua DPR RI Puan Maharani. /@puanmaharaniri/

Dari partai-partai besar tersebut, hanya Gerindra yang sudah memiliki calon yaitu Prabowo Subianto. Kecuali jika Prabowo rela melepaskan kursi calon presiden dan memilih menjadi king maker.

"PDIP sendiri belum tentu memilih Ganjar Pranowo. Apakah Ganjar masih pantas diganjar, atau mengalah dengan Puan Maharani?" tutur Refly.

Karena ada skenario Megawati tidak mengajukan Ganjar, tapi mengulang masa lalu dengan berkoalisi bersama Prabowo, menggabungkan PDIP dengan Gerindra.

Baca Juga: Rekomendasi 5 Buku Hits untuk Isi Waktu Luang Selama Pandemi

"Kalau dari spektrum politik, sama-sama partai nasionalis yang tidak pro pasar. Jadi kerja sama itu sudah terjadi 2009, sekarang bersatu di kabinet. Jadi tidak ada bentrok ideologis sesungguhnya, semuanya sama," tutur dia.

Namun jika bicara to be number 1 atau menjadi orang pertama, Ganjar Pranowo bisa menjadi calon presiden jika elektabilitasnya sama dengan Jokowi dulu.

"Kalau elektabilitas Ganjar tinggi, Mega bisa ngalah, dan menyerahkan calon kursi ke Ganjar untuk berhadapan (atau berpasangan) dengan Prabowo," tutur dia.

Sebab menjadi Menteri Pertahanan saja dia mau, apalagi dengan kursi wakil presiden.

Kemudian ada nama yang muncul yakni Habib Rizieq Shihab (HRS).

Refly mengatakan, ada beberapa nama non partai yang saat ini digadang-gadang sebagai calon presiden. Mereka adalah Ridwan Kamil, Anies Baswedan, Habib Rizieq, Sandiaga Uno, dan Gatot Nurmantyo.

"Mereka orang dhuafa dari partai politik," ujar Refly dalam akun YouTubenya, Kamis 26 November 2020.

Baca Juga: Refly Harun Bongkar Strategi Megawati Pasangkan Puan-Prabowo di Pilpres 2024, Ganjar Disingkirkan

Dalam wawancaranya dengan juru bicara Front Pembela Islam (FPI) Slamet Ma'arif dikatakan, HRS tidak akan mau dicalonkan menjadi presiden. Sebab HRS merasa lebih tinggi dari sekadar presiden.

"Bisa saja, karena dia pemimpin spiritual dunia dan akhirat," tutur dia.

"Bukan tidak mungkin kalau masyarakat menghendaki dan ada aspirasi tengah kanan yang solid, maju juga berpasangan dengan Anies Baswedan. Walaupun tidak menarik karena satu jurusan, saya tidak mau etnik tapi faktanya demikian," ucap Refly.

Baca Juga: Dihujat Jadi Eksportir Baby Lobster, Fahri Hamzah Curhat: Rugi Aja Dimarahin Apalagi Untung...

Atau bisa saja memilih presidium KAMI Gatot Nurmantyo. Ia memiliki pengalaman di bidang militer sehingga bisa mengendalikan TNI.

"Apakah HRS mau jadi capres, apakah elektabilitasnya besar atau mentok di no 4 dan 5. Peluangnya tidak besar. Masih jauh 2024," ucapnya.

Kemudian untuk Sandiaga Uno, meski ia masih menempel di Partai Gerindra, akan sulit baginya untuk menjadi capres. Karena di sana masih ada Prabowo Subianto.

Baca Juga: DKI Jakarta Raih Penghargaan Kategori Gubernur Terpopuler, Anies Baswedan: Alhamdulillah

Terkecuali jika Prabowo mengalah dan menjadi king maker.

Untuk itu, koalisi non istana harus menyatu agar bisa bersatu. Itupun bila Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) rela.

"Kalau Zulkifli Hasan masanya sudah lewat. Sedangkaan PKS tidak punya sosok kuat, sehingga selalu rela," imbuhnya.

Dalam penentuan calon presiden, ada variabel tetap dan dinamis. Untuk yang dinamis, sangat ditentukan elektabilitas.***

Editor: Firmansyah

Sumber: YouTube

Tags

Terkini

Terpopuler