Cimenyan Bandung Disapu Angin Puting Beliung, BMKG Beberkan Tiga Penyebabnya

28 Maret 2021, 23:08 WIB
Akibat Angin Puting Beliung, deretan rumah dan warung milik warga Desa Mekarsaluyu, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung mengalami kerusakan. /Jurnal Soreang/Yusup Supriatna/Dok.BPBD Kabupaten Bandung

 


JURNAL GAYA - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Geofisika Bandung membeberkan tiga penyebab terjadinya angin puting beliung disertai hujan di Desa Mekarsaluyu Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung, pada Minggu, 28 Maret 2021.

Seperti diketahui, angin puting beliung melanda Kecamatan Cimenyan sore tadi sekitar pukul 16.00 WIB. Akibat kejadian tersebut, ratusan rumah rusak dan sejumlah pohon tumbang.

Berdasarkan pencatatan kecepatan angin di Stasiun Geofisika Bandung, tercatat pada pukul 15.00 WIB angin bertiup sebesar 28 km/jam.

Kepala BMKG Stasiun Geofisika Bandung, Teguh Rahayu menyebutkan terdapat tiga penyebab puting beliung disertai hujan di Cimenyan.

Baca Juga: Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo Sebut Pelaku Merupakan Bagian dari Kelompok JAD

Pertama, faktor lokal. Dia mengatakan, berdasarkan pantauan citra satelit terdapat pembentukan awan Cumulonimbus di sekitar wilayah dan sekitarnya pada pukul 15.20 WWIB, serta kondisi kelembaban yang cenderung basah pada ketinggian kurang lebih 3 km di atas permukaan laut mendukung pembentukan awan-awan hujan.

Kedua, yaitu faktor regional. Yaitu disebabkan adanya daerah belokan angin atau shearline di Jawa Barat bagian tengah serta adanya sirkulasi siklonik di Samudera Hindia.

"Seiring akan memasuki periode transisi atau pancaroba, ditandai dengan gejala cuaca yang tidak stabil dan adanya perubahan pola angin sehingga potensi hujan yang terjadi bisa disertai kilat atau petir dan angin kencang atau angin puting beliung," ujar Rahayu dalam keterangan tertulis, Minggu, 28 Maret 2021.

Sedangkan faktor ketiga yaitu secara global karena terdapat anomali suhu permukaan laut di perairan Jawa Barat yang masih cenderung hangat sehingga berpeluang terjadi pembentukan awan konvektif potensial hujan.

Baca Juga: Charta Politika Indonesia Rilis Survei Terbaru, Ahmad Riza: Alhamdullilah, Prabowo Masih Dapat Simpati

Sementara itu, prakirawan BMKG Bandung Iid Mujtahiddin mengatakan, puting beliung bisa saja terjadi di dataran tinggi atau dataran rendah selama ada proses pertumbuhan awan Cumulonimbus.

Hal itu dimungkinkan karena adanya perubahan fungsi lahan seperti pertanian atau permukiman. Sehingga proses konveksi cukup kuat untuk pembentukan awan Cumulonimbus.

"Kondisi musim saat ini kita akan memasuki periode transisi atau pancaroba sehingga fenomena puting beliung dan cuaca ekstrem bisa kerap saja terjadi," kata Iid.

Baca Juga: Bekuk Empat Orang Terkait Bom Gereja di Makassar, Kapolri: Sementara Kita Cari Kelompok Lain

Adapun salah satu syarat ada potensi puting beliung adalah adanya keberadaan awan Cumulonimbus. Meski demikian, tidak mesti ada awan Cb akan menyebabkan puting beliung.

"Prediksi awal adalah dengan melihat keberadaan awan Cb dengan perubahan visual warna awan berubah drastis, yang tadinya putih berubah menjadi hitam pekat."

"Kejadian puting beliung sifatnya lokal sekali dan durasinya tidak lama. Terkadang prosesnya mulai dari tumbuh hingga proses disipasi atau peluruhan awan berupa hujan disertai angin puting beliung dalam hitungan menit, kurang lebih 40 menit," papar Iid.***

Editor: Dini Yustiani

Tags

Terkini

Terpopuler