UMP Jabar 2021 Bikin Kecewa, Buruh Ancam Mogok Nasional, Ini Besarannya

1 November 2020, 06:09 WIB
Buruh kerja menyelesaikan produksi pakaian di sebuah perusahaan konveksi di Bandung, Jawa Barat, Senin (12/10/2020). Presiden Joko Widodo menyatakan, Upah Minimum Provinsi (UMP), Upah Minimum Kabupaten (UMK), dan Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP), akan tetap ada meskipun UU Cipta Kerja telah disahkan oleh DPR. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/hp. /RAISAN AL FARISI/ANTARA FOTO

JURNALGAYA - Hari yang dinanti telah tiba. Pemerintah Provinsi Jawa Barat menetapkan upah minimum provinsi (UMP) 2021

Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat nomor 561/Kep.722-Yanbangsos/2020, tentang Upah Minimum Provinsi Jawa Barat Tahun 2021, nilai UMP 2021 sebesar Rp 1.810.351,36.

Jumlah ini sesuai dengan yang diprediksi sebelumnya, alias tidak mengalami kenaikan dari UMP 2020. Hal ini sangatlah mengecewakan para buruh. Apalagi kondisi tengah sulit akibat pandemi Covid-19.

Baca Juga: Upah Minimum 2021 Tak Naik, Buruh Ancam Mogok Nasional

Kepala dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat Rachmat Taufik Garsadi mengatakan, gubernur selambat-lambatnya harus menetapkan dan mengumumkan pada tanggal 1 November, dan ini kewajiban harus dilaksanakan.

"Adapun dasar penetapan UMP ini adalah dari surat edaran menteri ketenaga kerjaan RI/11/hk 04.10/2020 Tentang penetapan upah minimum 2021 pada masa pandemik Covid-19," dalam jumpa pers di Gedung Sate, Sabtu, 31 Oktober 2020.

Pertama, kata Taufik, aturan terkait dengan upah minimum ini dari PP 78 ada 2. Yang pertama lima tahun setelah penetapan ini disahkan kebutuhan hidup layak.

Baca Juga: Fix Upah Minimum Tidak Akan Naik 2021, Pemerintah Korbankan Buruh?

"Untuk KHL ini aturan mengenai penggunaan KHL ini ada permenaker 18/2020 pada Oktober mengharuskan dewan pengupahan provinsi harus segera menetapkan KHL berdasarkan data dari BPS," ucap dia.

Dikutip dari Pikiran Rakyat, hingga 27 Oktober 2020 ketika rapat dewan pengupahan, data KHL belum dirilis.

Dan dari PP 78 ini ada formulasi untuk penetapan UMP, yaitu UMP tahun berjalan dikalikan penambahan inflasi dan laju pertumbuhan ekonomi.

"Nah sampai saat ini kami belum menerima rilis data inflasi untuk triwulan ketiga dari BPS ini baru tanggal 2 November, dan PE (pertumbuhan ekonomi) ini 4 November," kata dia.

Ilustrasi demo buruh. ANTARA FOTO

Kalau melihat data rilis BPS di triwulan kedua ini, lanjut Taufik, maka PE jabar ini minus 5,98 %. Maka kalau melihat inflasi di bulan yoy di September 1,7.

Maka UMP jabar dipastikan akan turun. Sehingga berdasarkan hal tersebut maka jalan tengahnya ini mengikuti surat edaran dari Menaker yaitu nilai UMP 2021 sama dengan 2020. Sehingga sesuai dengan SE Kemnaker ini UMP Jabar 2021 ini sebesar RP1,8 juta.

"SE tersebut jadi dasarnya dari pentapan UMP Jabar untuk 2021," ujar dia.

Baca Juga: Liverpool vs West Ham, Jurgen Klopp Terpaksa Tempatkan Pemain Gelandang Jadi Bek

Selanjutnya pihaknya berharap bahwa UMP adalah dasar bagi seluruh kabupaten kota sebagai social safety nett, jangan ada lagi kabupaten di bawah UMP.

"Untuk UMK ini kabupaten kota memiliki waktu sampai 21 November, Nantinya untuk di kabupaten kota adalah UMK sehingga kami harap datanya lebih jelas dan ini SE ada kekuatan yang sesuai regulasi hukum yang ada," ujar dia.

Jumlah UMK yang tidak mengalami kenaikan mengecewakan para buruh. Ternyata Provinsi Jabar mengikuti imbauan Menaker melalui SE Nomor M/11/HK.04/2020 kepada para gubernur di seluruh Indonesia untuk melakukan penyesuaian penetapan upah minimum tahun 2021 sama dengan nilai upah minimum tahun 2020.

Baca Juga: Manchester City Curi Poin di Kandang Sheffield United Berkat Kyle Walker

Jika surat ini diberlakukan, maka buruh pun kembali akan menggelar mogok nasional.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal bahkan menegaskan, mogok nasional ke depan bakalan lebih besar ketimbang mogok atas penolakan pengesahan Undang-undang Cipta Kerja (Ciptaker), belum lama ini.

"Jauh lebih berat dari mogok kerja kemarin," tegas Said seperti dikutip RRI.

Iqbal mengaku menyayangkan dikeluarkannya SE itu. Sebab menurut dia, SE itu hanya akan memantik gelombang protes kaum buruh yang lebih besar lagi.

Padahal, rapat pleno Dewan Pengupahan Nasional teranyar hanya sebatas menghimpun rekomendasi dan belum ada keputusan bersama. Maka dari itu, dimintanya agar semua gubernur di Indonesia tidak menghiraukan SE Menaker.***

Editor: Firmansyah

Sumber: Pikiran Rakyat RRI

Tags

Terkini

Terpopuler