Jimly Asshiddiqie Ungkap Usulan Menteri Korup Dituntut Pidana Mati, Bagaimana Menurutmu?

- 6 Desember 2020, 12:56 WIB
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie. /Dok. dpr.go.id

JURNALGAYA - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie mengungkapkan ada usulan agar menteri dan pejabat negara yang menjadi terdakwa tinda pidana korupsi (tipikor) dipidana mati.

Hal itu disampaikan Jimly dalam akun Twitter pribadinya.

"Ada usul, agar utk kepentingan pendidikan & penjeraan umum, Menteri & para Pjbtas tinggi ketua lembaga negara yg jadi trdakwa tipikor sbaiknya dituntut dg ancaman pidana mati. Apa komentar anda?" tulis Jimly.

Baca Juga: Hina di Medsos, Ustadz Maaher 'Soni' Kini Menangis Ingin Cium Tangan Habib Luthfi, Air Mata Buaya?

Pernyataan tersebut mendapat banyak tanggapan netizen. Salah satunya dari @cho******

"Prof, banyak penelitian tidak berhasil menyimpulkan dan membuktikan bahwa ada hubungan kausalitas antara hukuman mati dengan penjeraan umum (membuat orang lain takut melakukan tindak pidana). Lagipula, ada cara lain yang lebih beradab jika tujuannya “kepentingan pendidikan."

Ia melanjutkan:

"Hukuman mati mungkin memenuhi penjeraan khusus, ya karena yang melakukan kejahatan kemudian mati sehingga gak mungkin melakukan kejahatan lagi (di dunia). Dan hukuman mati mungkin memenuhi tujuan pemidanaan dan hasrat pembalasan (retributif). Tapi.........."

Baca Juga: Korupsi Bansos Covid-19, Presiden Joko Widodo Tidak Akan Lindungi Anak Buahnya

"Tapi, jika penegak hukumnya tidak bebas dan imparsial (terpengaruhi kepentingan penguasa), proses peradilannya tidak adil dan baik (due process), apalagi koruptif,, Bagaimana nyawa yang sudah hilang bisa membalas balik perlakuan yang tidak adil dari penegak hukum dan masy?" tulis @cho******

Seperti diketahui, tepat pukul 02.45 Wib, Menteri Sosial Juliari Peter Batubara
tiba di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Minggu, 6 Desember 2020.

Baca Juga: Politisi PKS Tifatul Sembiring Sentil Prabowo Subianto dan Edhy: Sakitnya Tuh di Sini

Kedatangan Juliari untuk menyerahkan diri setelah ditetapkan tersangka dalam kasus suap bantuan sosial Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek tahun 2020 senilai Rp17 Miliar.

Juliari tampak mengenakan jaket hitam, celana cokelat, topi hitam dan masker masuk ke gedung KPK didampingi oleh sejumlah petugas KPK. Dirinya langsung naik menggunakan tangga menuju ruang pemeriksaan KPk di lantai 2.

Baca Juga: Real Madrid Bekuk Sevilla Lewat Gol Bunuh Diri Kiper

Saat awak media mencoba untuk meminta pernyataannya, Juliari hanya melambaikan tangannya dan melanjutkan langkah menaiki tangga gedung KPK.

Penyidik KPK menunjukan barang bukti uang tunai saat konferensi pers terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) tindak pidana korupsi pada program bantuan sosial di Kementerian Sosial untuk penanganan COVID-19 di Gedung KPK, Jakarta, Minggu 6 Desember 2020 dini hari.
Penyidik KPK menunjukan barang bukti uang tunai saat konferensi pers terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) tindak pidana korupsi pada program bantuan sosial di Kementerian Sosial untuk penanganan COVID-19 di Gedung KPK, Jakarta, Minggu 6 Desember 2020 dini hari. ANTARA FOTO

Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan perkara tersebut diawali adanya pengadaan bansos penanganan COVID-19 berupa paket sembako di Kementerian Sosial RI tahun 2020 dengan nilai sekitar Rp5,9 triliun dengan total 272 kontrak pengadaan dan dilaksanakan dengan 2 periode.

"JPB (Juliari P Batubara) selaku Menteri Sosial menunjuk MJS (Matheus Joko Santoso) dan AW (Adi Wahyono) sebagai Pejabat Pembuat Komitmen) dalam pelaksanaan proyek tersebut dengan cara penunjukan langsung para rekanan," ungkap Firli dikuti dari ANTARA, Minggu 6 Desember 2020.

Baca Juga: Barcelona Dipermalukan Cadiz 1-2, Ini Sebabnya

Diduga disepakati adanya "fee" dari tiap-tiap paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kementerian Sosial melalui MJS. "Untuk "fee" tiap paket bansos di sepakati oleh MJS dan AW sebesar Rp10 ribu per paket sembako dari nilai Rp300 ribu per paket bansos," tambah Firli.

Selanjutnya Matheus dan Adi pada Mei sampai dengan November 2020 membuat kontrak pekerjaan dengan beberapa suplier sebagai rekanan yang diantaranya Ardian IM, Harry Sidabuke dan juga PT Rajawali Parama Indonesia (RPI) yang diduga milik Matheus.

"Penunjukan PT RPI sebagai salah satu rekanan tersebut diduga diketahui JPB dan disetujui oleh AW," ungkap Firli.

Pada pelaksanaan paket bansos sembako periode pertama diduga diterima "fee" Rp12 miliar yang pembagiannya diberikan secara tunai oleh Matheus kepada Juliari Batubara melalui Adi dengan nilai sekitar Rp8,2 miliar.

Baca Juga: KPK Langsung Tahan 3 Tersangka Bansos Covid-19

"Pemberian uang tersebut selanjutnya dikelola oleh EK (Eko) dan SH (Shelvy N) selaku orang kepercayaan Juliari untuk digunakan membayar berbagai keperluan pribadi JPB (Juliari Peter Batubara)," lanjut Firli.

Untuk periode kedua pelaksanaan paket Bansos sembako, terkumpul uang "fee" dari bulan Oktober 2020 sampai dengan Desember 2020 sejumlah sekitar Rp8,8 miliar yang juga diduga akan dipergunakan untuk keperluan Juliari.

Dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Sabtu, 5 Desember di beberapa tempat di Jakarta, petugas KPK mengamankan uang dengan jumlah sekitar Rp14,5 miliar dalam berbagai pecahan mata uang yaitu sekitar Rp11, 9 miliar, sekitar 171,085 dolar AS (setara Rp2,420 miliar) dan sekitar 23.000 dolar Singapura (setara Rp243 juta).

Juliari sebelumnya diketahui berada di luar kota saat OTT berlangsung.***

 

Editor: Firmansyah


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah