Fakta tersebut mengemuka dalam salah satu dari catatan akhir tahun PWI yang dirangkum selama 2020.
Laporan catatan akhir tahunnya sendiri ditandatangani Ketua Umum PWI Atal S Depari dan Sekjen PWI Mirza Zulhadi.
Tak hanya kekerasan fisik, ada bentuk kekerasan baru terhadap pekerja pers pada era digital saat ini adalah "doxing" atau "doxxing".
Baca Juga: Gus Yaqut Sodorkan Tiga Poin Penting Dalam Kelola Kemenag kepada Jokowi
Atal mengatakan orang atau orang suruhan atau simpatisan dari orang yang merasa terganggu dengan karya jurnalistik, bukan melakukan hak jawab sebagaimana diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, tetapi membuka data pribadi dan keluarga wartawan di media sosial.
"Doxing" atau "doxxing" adalah praktik berbasis internet untuk meneliti dan menyiarkan informasi pribadi atau identifikasi pribadi tentang seseorang atau organisasi.
"Tindakan itu bertujuan untuk membunuh karakter wartawan dengan cara-cara yang tidak benar," katanya.
Baca Juga: Bocoran Ikatan Cinta Malam Ini, AL ANCAM ELSA TAMAT! Al akan Bongkar Kebusukan Elsa ke Pa Surya!
Bentuk kekerasan lain menurut PWI yakni terjadinya peretasan situs yang merupakan bentuk kekerasan lain pada era digital, yakni mereka yang tidak senang atas pemberitaan menggunakan "hacker" untuk membobol pertahanan website sebuah media atau meretas data pribadi wartawan.
PWI menyesalkan hal itu dan berharap aparat hukum mengusut tuntas kasus tersebut agar tidak terulang lagi.