WASPADA! Pengamat ITB Sebut Pola Gunung Merapi Berubah, Dikhawatirkan Terjadi Akumulasi Magma

- 7 Januari 2021, 18:54 WIB
Guguran awan panas Gunung Merapi, tercatat kolom awan 200 m dari puncak, awan pasan mengarah ke hulu Kali Krasak, pada kamis (07/01/2021), pukul 12.50 WIB.
Guguran awan panas Gunung Merapi, tercatat kolom awan 200 m dari puncak, awan pasan mengarah ke hulu Kali Krasak, pada kamis (07/01/2021), pukul 12.50 WIB. /Instagram @bpptkg/

JURNAL GAYA----- Gunung Merapi yang terletak di perbatasan Daerah Istimewa Yogyakarta telah meletus dahsyat pada 2010 lalu. Sekarang ini, Gunung Merapi kembali menunjukkan pola aktivitas yang berubah. Hal tersebut bisa terlihat dari akitivitas vulkanik yang semakin intens disertai guguran lava.

Menurut Pengamat gunung api sekaligus Volkanolog dari Institut Teknologi Bandung Dr Eng Mirzam Abdurrachman, S.T., M.T.,  saat meletus 2010 lalu, Gunung Merapi memiliki pola aktivitas dari mulai pembentukan kubah lava, kemudian terjadi letusan disertai awan panas (wedus gembel), dan diakhiri guguran lava pijar.

“Aktivitas Gunung Merapi sebetulnya sudah menunjukkan adanya peningkatan sejak pertengahan 2019. Merapi yang dulu, menunjukkan pola sehingga kita belajar dari terjadi kubah lava dan diikuti letusan besar, namun sekarang polanya berbeda yang diawali pecahan (guguran) lava,” ujar Mirzam Abdurrachman, Kamis 7 Januari 2021.

Baca Juga: Merapi Aktif Kembali dan Bergemuruh, 200 Warga Mengungsi ke Desa Mertoyudan

Berdasarkan pengamatannya, kata dia, guguran lava yang muncul dari Gunung Merapi akhir-akhir ini cenderung kental, tidak encer. Meskipun begitu, masyarakat harus tetap berhati-hati karena berdasarkan laporan dari BPPTKG, Badan Geologi, gempa-gempa vulkanik masih sering terjadi.

“Kalau yang keluar dari gunung itu hanya aliran lava, harusnya tidak berbahaya karena aliran lava biasanya sedikit sekali memakan korban jiwa maupun kerusakan infrastrukturnya, karena mengalir lambat tidak secepat letusan disertai wedus gembel,” paparnya.

Baca Juga: PBB Mengecam Kerusuhan di Amerika Serikat, Mencederai Demokrasi di Rumah Demokrasi

Dikutip dari laporan aktivitas Gunung Merapi dari Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), tingkat aktivitas gunung Merapi berada pada level siaga (level 3) sejak 5 November 2020. Berdasarkan pengamatan pada 6 Januari 2021 pukul 00.00-24.00 diketahui bahwa terdapat 2 kali guguran lava pijar dengan intensitas kecil. Jarak luncuran 400 m ke arah Kali Krasak. Selain itu juga terdengar suara guguran sebanyak 3 kali dari PGM Babadan dengan intensitas lemah hingga sedang.

Namun, menurut Mirzam, ada yang perlu menjadi catatan. Yakni, ketika aliran lava dengan temperatur yang tinggi tetapi tidak mengalir jauh. Hal tersebut perlu menjadi kewaspadaan sebab dikhawatirkan menyumbat dan terjadi akumulasi energi dari magma yang belum keluar di bawahnya. “Kita belajar sesuatu yang baru dari Gunung Merapi karena temperatur lavanya tinggi namun tidak mengalir jauh,” katanya.

Baca Juga: Satgas Pangan Polri Terus Selidiki Permainan Harga Oleh Spekulan Sebabkan Kedelai Langka!

Menurut Mirzam seharusnya jika lava yang keluar bersuhu tinggi, maka lavanya akan encer. Namun jika tidak encer maka bisa menahan magma yang belum keluar. Lava sendiri umumnya akan mulai mengalir ketika memiliki suhu >700C.

Mirzam menjelaskan, perbedaan warna, mencerminkan perbedaan suhu lava. Lava berwarna putih suhu >1150C, lava kuning keemasan suhu >1100C, lava oranye suhu 900-1000C, lava berwarna merah buah ceri suhu >700-800C, lava warna merah tanah suhu >550-625C, dan lava merah redup suhu >475C, lava pijaran pizza bersuhu >260-315C.

Baca Juga: 5 Tips Jalani Bahagia di Tahun Baru, Sukses Tanpa Drama!

Dengan mempelajari warna dari guguran lava tersebut, kata dia, dapat menjadi referensi bagi masyarakat setempat untuk melakukan mitigas mandiri (self mitigation). Hal tersebut penting karena dengan begitu, masyarakat yang tinggal di sekitaran Gunung Merapi akan lebih peduli pada pola aktivitas gunung tersebut dan tahu apa yang harus dilakukan selanjutnya.

Berdasarkan prediksi yang sudah dibuat, kata dia, jika terjadi Gunung Merapi meletus, volumenya tidak akan sebesar 2010. Namun lagi-lagi, prediksi itu berdasarkan data yang sudah ada, semakin banyak data maka akan semakin akurat.

Baca Juga: Baru-Baru Ini Beomgyu TXT Ungkapkan Dia Merasa Sedih Saat Mengunjungi Kota Asalnya di Daegu, Kenapa?

ITB sendiri, kata dia, tengah melakukan pengumpulan data-data gunung api sehingga pemodelan berbasis data akurasinya akan semakin tinggi. Ia menambahkan, peran ITB sendiri dalam pengamatan gunung api sangatlah berperan aktif.

Menurutnya, ITB tidak hanya memiliki bank data tersendiri melalui riset mandiri yang ada, akan tetapi juga tetap bekerja sama dengan instansi terkait baik dalam dan luar negeri. 

 

Editor: Qiya Ameena


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah