Sebelum virus corona (Covid-19) melanda, ia mengatakan, tingkat pertumbuhan ekonomi yang mampu dicapai Jokowi dan tim ekonominya hanya berkutat di angka 5 persen.
Kini di tengah terpaan badai Covid-19 yang makin hari angkanya kian seram, tentu tidak realistis angka-angka pertumbuhan yang dipaparkan Menteri Keuangan Sri Mulyani.
“Daya beli rakyat biasa betul-betul hancur, karena tidak ada pekerjaan, gara-gara Covid dan sebagainya. Yang paling penting adalah likuiditas di masyarakat disedot.”
“Pemerintah utang terlalu banyak, sehingga primary balance-nya negatif selama enam tahun dan makin besar. Artinya apa? harus membayar bunga saja harus meminjam dan makin lama makin berat,” katanya.
Baca Juga: Hari Tim SAR Temukan 3 Jenazah Longsor Sumedang, Total 32 Jenazah dan 8 Masih Hilang
"Nah, karena harus meminjam, negara harus menerbitkan SUN (surat utang negara) terus menerus. Makin lama kian besar."
Sehingga uang di lembaga keuangan di masyarakat tersedot untuk beli SUN. Hal ini karena bunga SUN lebih tinggi 2 persen dari deposito.
SUN, kata Rizal, lebih menarik bagi masyarakat karena berapa pun nilai uangnya akan dijamin negara. Bandingkan dengan simpanan lainnya yang hanya dijamin maksimal Rp2 miliar.
Menurutnya, itu yang menjelaskan kenapa banyak uang dan likuiditas yang tersedot untuk membeli SUN.
Baca Juga: BTS Pilih 7 Video Musik Terbaik yang Mereka Suka Sepanjang Masa