JURNAL GAYA - Irjen Pol Napoleon Bonaparte, perwira tinggi Polri yang diduga tersangkut kasus 'red notice' milik Djoko Tjandra, kembali didudukkan di kursi pesakitan.
Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Jakarta Pusat mengagendakan pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum.
Meski awalnya membantah keterlibatan dan uang suap yang diterimanya dari Djoko Tjandra, namun Jaksa Penuntut Umum (JPU) memliki keyakinan tersendiri atas fakta-fakta yang mereka dapat dan pembuktian di pengadilan.
Baca Juga: Ashanty dan Keluarga Terkonfirmasi Positif Covid-19, Memohon Doa Untuk Kesembuhan Keluarganya
Napoleon menghadapi kembali sidang lanjutan kasus suap penghapusan 'red notice' Djoko Tjandra yang menjeratnya.
Sebagai terdakwa, Irjen Pol Napoleon Bonaparte persidangannya kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, Senin, 15 Februari 2021.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri itu dengan 3 tahun pidana dan denda sebesar Rp100 juta, subsider 6 bulan kurungan penjara.
"Menuntut dengan pidana penjara selama 3 (tiga) tahun dengan perintah agar terdakwa ditahan di rumah tahanan,” tutur Jaksa Penuntut Umum (JPU) saat membacakan tuntutan.
Baca Juga: Lebih dari 10 Persen Penduduk di Indonesia Tergolong Penduduk Miskin
Tuntutan dari JPU berdasarkan beberapa pertimbangan seperti telah merusak kepercayaan masyarakat pada institusi penegak hukum serta tidak mendukung upaya pemerintah dalam memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Hal yang meringankan tuntutan kepada Napoleon antara lain terdakwa sangat kooperatif dan baru pertama kali terlibat dalam tindak pidana suap.
"Sementara, hal yang meringankan adalah terdakwa kooperatif selama persidangan berlangsung. Kemudian, terdakwa juga diketahui baru sekali melakukan tindak pidana ini,” jelasnya.
Baca Juga: Ashanty dan Keluarga Terkonfirmasi Positif Covid-19, Memohon Doa Untuk Kesembuhan Keluarganya
Sesuai isi tuntutannya, JPU menilai bahwasanya Napoleon melanggar Pasal 5 ayat 2 juncto Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
"Irjen Napoleon selaku Kadivhubinter maupun Brigjen Prasetijo telah mengetahui Djoko Tjandra adalah buron maka dengan itu perbuatan Irjen Napoleon dan Brigjen Prasetijo telah bertentangan dengan kewajiban seorang polisi," kata Jaksa menjelaskan.***