Di Tengah Kengerian Rudal Balistik Antarbenua, Kim Jong-un Menangis Meminta Maaf kepada Rakyatnya

- 12 Oktober 2020, 21:47 WIB
Tentara Korea Utara menangis.
Tentara Korea Utara menangis. /

JURNALGAYA - Pemimpin tertinggi Korea Utara Kim Jong-un menangis saat berpidato pada acara Ulang Tahun ke-75 Partai Buruh akhir pekan kemarin. Padahal dalam acara tersebut Korea Utara menggelar parade militer besar-besaran.

Bahkan hal yang kontroversial, militer Korea Utara memamerkan rudal balistik antarbenua, yang menimbulkan kecemasan berbagai negara di dunia. Khususnya Amerika Serikat dan negara tetangganya, Korea Selatan.

Momen saat Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un meneteskan air mata.
Momen saat Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un meneteskan air mata. The Guardian

Namun dalam acara tersebut, Kim justru mengeluarkan air mata. Ia menyampaikan permintaan maaf kepada rakyatnya. Hal seperti itu merupakan kejadian langka semasa ia menjabat menjadi pemimpin negara di wilayah utara semenanjung Korea itu.

"Orang-orang kami telah menaruh kepercayaan, setinggi langit, dan sedalam laut kepada saya, tapi saya gagal untuk selalu memenuhi itu dengan memuaskan. Saya sangat menyesal untuk itu," kata Kim, dilansir dari Korea Times.

Baca Juga: Mengaku Takut Saksikan Valentino Rossi Terjatuh, Vinales Merasa Bersyukur Bisa Finis di Posisi Ke-10

"Meskipun saya dipercayakan dengan tanggung jawab penting untuk memimpin negara ini dengan menegakkan tujuan dari rekan-rekan hebat Kim Il-sung dan Kim Jong-il, terima kasih atas kepercayaan semua orang. Usaha dan ketulusan saya belum cukup untuk menyingkirkan orang-orang dari kesulitan hidup mereka," kata Kim, seraya membuka kacamatanya untuk menyeka linangan air mata.

Dilansir The Guardian, Senin 12 Oktober 2020, para analis menuturkan itu merupakan sebuah indikasi meningkatnya tekanan pada rezimnya.

Kim telah menggunakan sebagian besar pidato untuk bersimpati dengan rakyat Korea Utara.

Pidato itu dibumbui dengan kata-kata yang tidak menyenangkan seperti "tantangan berat, cobaan yang tak terhitung jumlahnya, dan bencana yang belum pernah terjadi sebelumnya".

Baca Juga: Bersedih di MotoGP Prancis, Yamaha Bakal Habis-habisan Mulai di Aragon

Korea Utara telah menyaksikan menurunnya perdagangan dengan China secara dramatis karena penutupan perbatasan sebagai tanggapan terhadap pandemi, meskipun Pyongyang bersikeras belum mencatat satu pun kasus Covid-19 di negaranya. China adalah mitra ekonomi terbesar negara komunis tersebut.

Rudal balistik Hwasong-15 terlihat di parade militer Korea Utara. *
Rudal balistik Hwasong-15 terlihat di parade militer Korea Utara. * KCNA-Yonhap


Selain itu, sanksi internasional selama bertahun-tahun atas program nuklir dan rudal Kim, ditambah kerusakan yang diakibatkan oleh bencana alam turut menambah kesulitan negara itu.

"Penting untuk melihat mengapa dia sampai menitikkan air mata pada kesempatan seperti itu," ujar Hong Min, Direktur divisi Korea Utara di Institut Korea untuk Unifikasi Nasional kepada Korea Times.

"Di bawah pesannya, orang dapat merasakan bahwa Kim merasakan banyak tekanan pada kepemimpinannya," ucap dia.

Baca Juga: Dituduh Jadi Dalang Aksi Penolakan UU Cipta Kerja, SBY Sebut Nama Airlangga dan Luhut Binsar

Terlepas dari kehadiran pasukan, rudal, tank, dan bukti lain dari kekuatan militer Korea Utara yang semakin meningkat, Kim menawarkan dukungan kepada masyarakat global yang menderita akibat Covid-19.

Dia juga menyuarakan harapan dalam peningkatan hubungan dengan Korea Selatan.

Sementara itu, Korea Selatan mewaspadai aksi Korea Utara yang memamerkan rudal balistik lintas benua terbaru dalam pawai militer. Seoul mendesak Pyongyang untuk berkomitmen terhadap kesepakatan pelucutan senjata pada 2018 antar-Korea.

Kim dalam pidatonya memperingatkan bahwa dia akan "memobilisasi penuh" kekuatan nuklirnya jika terancam.

Baca Juga: SBY Jawab Tuduhan Dalang Aksi UU Cipta Kerja: Saya Ga Yakin BIN Anggap Saya Musuh Negara

Seorang pejabat Amerika Serikat mengaku kecewa Korut terus memprioritaskan pengembangan rudal nuklir dan balistik, sementara pembicaraan antara Pyongyang dan Washington tetap menemui jalan buntu.

Dia mendesak Pyongyang untuk terlibat dalam negosiasi yang berkelanjutan dan substansif untuk mencapai denuklirisasi.***

Editor: Dini Yustiani


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah