Ditolak Kemenkum HAM, Kubu Moeldoko Silih Berganti Ejek SBY, 'Harus Mencium Tangan Megawati'

2 April 2021, 21:23 WIB
Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). /Facebook Susilo Bambang Yudhoyono/


JURNAL GAYA - Usai kubunya ditolak Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Ketua DPP kubu Moeldoko, Saiful Huda Ems mengejek Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat (PD) Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Ia menyebut SBY perlu meminta maaf kepada Megawati Soekarnoputri, Presiden Joko Widodo (Jokowi), pendiri PD Subur Budi Santoso, serta Menkumham Yasonna H Laoly.

Ia menyatakan SBY memiliki riwayat panjang kebohongan serta tuduhan kepada orang-orang tersebut.

“Sudah sepantasnya SBY mendatangi satu persatu orang-orang yang pernah dibohongi dan dituduh-tuduhnya tanpa bukti. Itu bisa dimulai SBY dengan mendatangi dan mencium tangan Ibu Megawati Soekarno Putri, Prof Subur Budi Santoso, Pak Joko Widodo, dan Pak Yasonna Laoly,” ujarnya.

Baca Juga: Mensos Risma Hentikan Penyaluran Bansos, Anggota DPR: Mestinya Maksimalkan 'Jurus Blusukan'

Saiful menuturkan berdasarkan dokumentasi dari media, pada 28 Juli 2003, SBY saat itu masih menjadi Menko Polkam, era Megawati.

Saiful menjelaskan, SBY pernah menyatakan di hadapan Megawati, sama sekali tidak terlibat dalam pendirian PD.

Namun, menurut Saiful, sesuai AD/ART PD hasil Kongres V, SBY tercantum sebagai pendiri, bersama Ventje Rumangkang.

“Pernyataan SBY yang seperti itu, bukan hanya membohongi Presiden Megawati Soekarnoputri, melainkan pula telah membohongi rakyat dan seluruh kader Partai Demokrat pada khususnya,” tudingnya.

Saiful menyatakan nama Subur Budi Santoso yang masih hidup justru tidak dimasukkan.

Padahal, menurut Saiful, Subur berada di nomor urut pertama pendiri dan deklarator sesuai dengan akta notaris sejarah berdirinya PD.

Baca Juga: Persib vs Persiraja Banda Aceh, Tim Maung Bandung Siap Hadapi Runner-up Grup C Piala Menpora 2021

Subur pula yang menjadi ketua umum pertama PD, dan mengantarkan SBY ke KPU, termasuk menandatangani pengajuannya sebagai calon presiden.

“Menghilangkan nama dan jasa Prof Subur berarti SBY berkhianat pada perjuangan orang-orang yang berjasa padanya, dan berjasa pada Partai Demokrat yang telah didirikan dan dideklarasikannya,” ujarnya.

Sebelum adanya keputusan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemkumham) yang menolak pengesahan kongres luar biasa (KLB), menurut Saiful, SBY berulang kali menuduh pemerintahan Jokowi berada di balik rekayasa keributan internal PD. Saiful menambahkan, SBY dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengolok-olok pemerintahan Jokowi sebagai pembegal demokrasi.

“Anehnya seperti tak tahu malu, setelah Kemkumham menolak pengesahan KLB, SBY dan AHY memuji-muji setinggi langit Presiden Jokowi dan Menteri Yasonna. Namun nampak hanya basa-basi karena tidak disertai permintaan maaf,” kata Saiful.

Baca Juga: Tiba-tiba Ali Mochtar Ngabalin Menyatakan Kesiapannya Menggantikan Moeldoko Sebagai Kepala Staf Presiden

“Atas dasar semua itu, kami berpikir dan menyerukan agar SBY dan anak-anaknya segera mendatangi Presiden Jokowi, mendatangi Ibu Megawati, Prof Subur, Pak Yasonna dan lain-lain untuk meminta maaf dan mencium tangannya,” imbuh Saiful.

Menurut Saiful, meminta maaf dan mencium tangan orang yang pernah dizalimi merupakan suatu tradisi yang baik dan perlu dilestarikan.

“Pak Jokowi saja yang tidak bersalah apa-apa selalu menundukkan wajahnya di hadapan SBY dan para sesepuh tokoh negara, masak Pak SBY yang berlumuran dosa tidak mau meminta maaf dan mencium tangan Pak Jokowi yang kami sebut di atas?,” ucap Saiful.

Saiful pun mengingatkan para loyalis PD agar berhenti mendukung SBY dan AHY sebelum menjadi korban pengkhianatan berikutnya.

“Kita semua sudah belajar bagaimana orang-orang dekat SBY yang baik dan dahulu berkorban untuk menyukseskan Pak SBY dan Partai Demokrat pada akhirnya dikorbankan semua, dikhianati semua jerih payah keringat-keringat perjuangan dan harta bendanya,” kata Saiful.***

Editor: Dini Yustiani

Tags

Terkini

Terpopuler