SBM ITB: Merger Bank Syariah Tumbuh Double Digit, Potensi Baru Pulihkan Ekonomi Indonesia

5 Mei 2021, 13:00 WIB
SBM ITB: Merger Bank Syariah Tumbuh Double Digit, Potensi Baru Pulihkan Ekonomi Indonesia /SBM/

JURNAL GAYA – Selama masa pandemi Covid-19, pertumbuhan bank Syariah di Indonesia mencapai 10.3% dan mengalahkan bank konvensional yang hanya 5.5%.

Di sisi lain, sejak tiga bank syariah dimerger menjadi Bank Syariah Indonesia (BSI), nilai asset mencapai modal Rp20 triliun dan mencapai buku 4.

Dalam seminar daring yang diadakan Center for Islamic Business and Finance Sekolah Bisnis dan Manajemen Institut Teknologi Bandung (CIBF SBM ITB), Selasa 5 Mei 2021, Direktur CIBF SBM ITB Oktofa Yudha Sudrajad, Ph.D mengatakan, pasca Merger tiga bank Syariah besar di Indonesia pada Februari 2021 lalu, yaitu BRI Syariah, Bank Syariah Mandiri dan BNI Syariah menjadi Bank Syariah Indonesia (BSI), berpotensi akan segera naik kelas.

Baca Juga: Dikabulkan Hakim Permohonan Tahanan Kota, Mark Sungkar Bisa Kumpul Lebaran Bareng Anak Cucu

Menurutnya BSI saat ini sebagai bank Buku III dengan modal inti Rp22.6T diyakini akan menjadi bank Buku IV dengan minimal modal inti 30 T tidak lama lagi.

"Posisi ini akan menjadi competitive advantage tersendiri bagi BSI. Tantangan BSI saat ini adalah masalah konsolidasi internal pasca merger dan tekanan eksternal karena Pandemi Covid-19. Apabila mampu melewati tantangan mikro dan makro tersebut, BSI tentunya lebih mudah melakukan akselerasi pertumbuhan," ujar Oktofa Yudha, Rabu 5 Mei 2021. 

Oktofa melanjutkan, tahun 2020 kemarin ada 14 Bank Umum Syariah (BUS) dan dengan merger tiga bank, menjadi 12 dan lebih terkonsentrasi.

Di samping itu terdapat 20 Unit Usaha Syariah (UUS) di Indonesia. Total aset perbankan syariah per Desember 2020 sekitar 6,5% terhadap perbankan nasional, dimana 40% market share dimiliki oleh BSI yang menjadikan BSI bank terbesar ke 7 secara aset.

Baca Juga: Covid-19 Tak Serta Bisa Disembuhkan Vaksin, Korea Utara: Penularan di Sejumlah Negara Kian Memburuk!

"Perbankan Syariah di pasar global saat ini semakin menarik karena banyak negara yang berlomba meningkatkan performa bank Syariah. Keunggulan Bank Syariah adalah adanya sistem bagi hasil dan bagi risiko, dimana dapat kita lihat dimasa krisis saat ini model tersebut terbukti membawa kemanfaatan baik untuk Bank maupun untuk nasabah," ungkapnya.

Sementara itu, Banjaran Surya Indrastomo menjelaskan, Chief Economist dibentuk karena BSI sebagai lembaga keuangan yang berdampak sistemik tidak terlepas dari isu-isu strategis nasional selain juga berfungsi sebagai tim peneliti terkait keuangan Syariah.

"Selama masa pandemi Covid-19 tahun 2020, pertumbuhan aset Bank Syariah di Indonesia mencapai 13.1% mengalahkan bank konvensional yang hanya 5.5% dan khusus untuk BSI sendiri mencatatkan pertumbuhan hingga 16.7%," ucapnya.

Banjaran pun menuturkan bahwa BSI sebagai etalase keuangan Syariah di Indonesia menawarkan rate yang jauh lebih kompetitif. Berbagai produk ditawarkan mulai dari KPR, tabungan haji/umroh hingga tabungan emas yang menjadi produk unggulan BSI.

BSI pun turut berkontribusi dalam kemajuan UMKM dengan berupaya untuk membuat ekosistem yang terintegrasi dan mengajak BUMN untuk mendukung UMKM dalam hal value chain nya.

Talkshow ditutup dengan pandangan Oktofa bahwa untuk mengembangkan keuangan syariah tidak bisa dipisahkan dengan entitas lain dalam sektor industri halal.

"Perlu adanya integrasi antara sektor keuangan syariah (keuangan) dan sektor bisnis (industri halal) dalam konsep ekosistem industri halal sehingga pertumbuhan keuangan syariah bisa terakselerasi dan bisnis syariah semakin membawa manfaat untuk umat," pungkasnya. ***

 

Editor: Dini Yustiani

Tags

Terkini

Terpopuler