Buruh Curhat Omnibus Law Cipta Kerja di Mata Najwa: Bentuk Perbudakan Zaman Modern

8 Oktober 2020, 09:39 WIB
aksi unjuk rasa menolak Undang-undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja yang telah disahkan oleh DPR karena dinilai merugikan para pekerja. ANTARA FOTO/Abriawan Abhe/foc. /ABRIAWAN ABHE/ANTARA FOTO

JURNALGAYA - Suara beberapa organisasi buruh di Tanah Air diperdengarkan di acara Mata Najwa di Trans 7, tadi malam, Rabu 8 Oktober 2020.

Ketua Umum Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Nining Elitos mengatakan, sejak awal mereka tidak sepakat dengan Omnibus Law Cipta Kerja.

"Kami sebagai organisasi serikat buruh bersama gerakan buruh bersama rakyat, dari awal sangat tidak bersepakat dengan omnibus law. Karena akan menggerus persoalan masa depan generasi bagsa dan rakyat Indonesia," ujar Nining.

Baca Juga: Sindir Puan Maharani, Najwa Shihab: Saya Tidak Akan Matikan Mic karena Anda Semua Berhak Bicara

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN), Ristadi mengungkapkan, dalam aturan ada ketentuan pekerja kontrak.

Jenis pekerjaannya masih dibatasi sesuai UU No 13 Tahun 2003. Namun di situ disebutkan soal jeda waktu atau masa kerja daripada hubungan kerja kontrak atau PKWT.

"Itu berdasarkan kesepakatan antara pekerja dengan pemilik kerja. Ini memang berpotensi, masa kerja pekerja kontrak bisa lebih dari yang sekarang berlaku yaitu 2 tahun dan bisa diperpanjang satu tahun maksimal 3 tahun," ucap dia.

Sejumlah mahasiswa melakukan aksi unjuk rasa menolak Undang-Undang Cipta Kerja di depan Gedung DPRD Jawa Barat, Bandung, Jawa Barat, Rabu (7/10/2020). Mereka mendesak Presiden Joko Widodo untuk segera menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) terkait pencabutan UU Ciptaker karena UU tersebut dianggap tidak berpihak kepada rakyat. * ANTARA FOTO/Novrian Arbi/wsj.

Baca Juga: Detik-detik Suara DPR Hilang di Mata Najwa, Najwa Shihab: Bukan Saya yang Matikan Mic Pak Supratman

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal dengat tegas mengatakan, pihaknya tidak setuju UMK bersyarat.

"Kami tidak setuju UMK bersyarat, kembalikan. UMK ya UMK. Dan kami tidak setuju UMSK dihilangkan, kembalikan, UMSK harus ada," kata dia.

"Pesangon dikurangi dari 32 bulan upah menjadi 25 bulan upah. Kami minta tidak ada pengurangan nilai pesangon kembali kepada 32 bulan upah. Karyawan kontrak atau periode seumur hidup kami tidak setuju. Karena itu perbudakan zaman modern," ucap dia.

Baca Juga: Buruh dan Mahasiswa Kepung Istana, Presiden Jokowi Bergegas Berangkat ke Kalimantan

Ilustrasi unjuk rasa buruh. /antaranews.com

Hal ini ditanggapi Supratman Andi Agtas, Ketua Badan Legislasi DPR. Ia mengatakan, pihaknya membentuk tim perumus. Kemudian lahirlah kesepakatan, pihaknya akan pertahankan semua tuntutan buruh.

"Keinginan buruh sederhana, bagaimana UU 13 dipertahankan, itu komitmen kami. Kedua, dari 7 masalah isu utama buruh, 95 persen tetap seperti yang diatur UU 13," ungkap Supratman.

"Seperti pertama, RPTKA, Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing, yang sekarang katanya bebas masuk, itu tidak benar," tutur dia.

Kedua, sanksi pidana dikembalikan ke UU 13. Ketiga, PKWT dan outsorching kebanyakan dikembalikan ke UU 13. Lalu upah minumum padat karya yang dipermasalah buruh, dihapus.

Lalu UMK dibuat dengan formula baru dengan memerhatikan inflasi dan lainnya.***

 

Editor: Firmansyah

Tags

Terkini

Terpopuler