Najwa Shihab Tiba-Tiba Tumpahkan Kekesalannya di Medsos: Ampun ya Allah

- 9 Desember 2020, 19:05 WIB
Najwa Shihab
Najwa Shihab /instagram @najwashihab

JURNALGAYA - Pembawa acara Mata Najwa, Najwa Shihab menumpahkan kekesalannya kepada pejabat korup di akun media sosialnya.

"Ini kisah para pejabat yang merendahkan dirinya, yang menghamba harta benda dan menjadikan negara dan rakyat sebagai sapi perah belaka," ujar Najwa Shihab memulai postingannya dalam bentuk audio di akun Instagram pribadinya.

Berikut pernyataan lengkap Najwa Shihab:

"Saat kita semua menahan diri untuk melakukan ini dan itu, ealah beberapa politikus dan pejabat kita malah tetap bernafsu untuk nodong sana sini, ngutil sana-sini.

Baca Juga: Cak Nun Trending Twitter: Rakyat Punya Salah Apa Kepadamu?

Saat kita semua mencoba bertahan di tengah badai, jungkir balik melanjutkan hidup saat semuanya begitu sulit, para politikus dan pejabat juga tetap berakrobat dengan anggaran.

Entah berapa ratus ribu orang yang sudah di-PHK, yang usahanya bangkrut, yang penghasilannya merosot, tapi itu tak mengurangi nafsu para pejabat rakus yang tidak punya harga diri.

Menteri Kelautan dan Perikanan bersama beberapa staf khusus dan pejabat kementerian meminta cash-back dari setiap benih lobster yang diekspor.

Baca Juga: Terkuak, Buya Hamka Pilih Mundur dari Ketua MUI Ketika Menteri Agama Minta Ini

Mereka memakai uangnya untuk berbelanja barang-barang mewah persis ketika kebanyakan dari kita mati-matian bertahan memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok.

Saat banyak orang kelimpungan mencari ruangan perawatan karena kamar-kamar rumah sakit sudah sesak dengan pasien covid-19, wali kota Cmahi malah memperjual belikan izin pembangunan rumah sakit.

Dan yang lebih gila lagi, para pejabat Kementerian Sosial berikut dengan menterinya sekaligus malah menodong para vendor dengan uang cash back, mereka meminta Rp 10.000 dari setiap paket bantuan sosial dari paket senilai Rp 300 ribu untuk meringankan beban hidup rakyat.

Baca Juga: Situs Quick Count Pilkada Serentak 2020 KPU Tak Bisa Diakses, Ini 3 Link Alternatif Lainnya

Tega-teganya dipotong untuk dinikmati sendiri, dan itu dilakukan oleh mereka yang disumpah untuk membantu rakyat bisa bernafas lebih mudah di tengah himpitan hidup.

Inilah arti kebejatan yang sesungguhnya. Ampun ya Allah!

Najwa Shihab
Najwa Shihab Instagram @najwashihab

Sejak awal dana triliunan rupiah yang digelontorkan dalam betuk bantuan sosial memang rentan diselewengkan. Sudah banyak yang memprediksi potensi ini.

Mungkin memang kita tidak kaget, tapi bukan berarti kita harus maklum, bukan berarti kita tidak boleh marah.

Kasus-kasus krupsi di tengah pandemi membuktikan, kompas moral para politikus dan pejabat kita memang sedang berada di titik terendah.

Baca Juga: Dicecar Najwa Shihab soal Baby Lobster, Fahri Hamzah: Rugi Na, Ya Allah..., Pengusahanya Saja Bego

Bahkan pandemi yang membunuh banyak orang, menyengsarakan banyak orng, tak mmbuat para pelaku menahan diri dari hasrat memperkaya diri sendiri.

Pandemi justru menjadi peluang untuk menggarong lebih banyak kegentingan dan kedaruratan justru jadi ruang baru untuk bertindak lebih brutal, lebih banal, lebih ugal-ugalan, dan lebih tidak tau malu.

Publik, kita semua justru dibebani pekerjaan tambahan. Selain harus bertahan hidup, kita justru harus lebih teliti mngawasi kebijakan dan penggunaan anggaran.

Tambah capek, tambah pegel, tambah frustasi, tapi pilihannya tidak banyak. Semakin kita apatis, semakin senang mereka menggasak uang negara.

Baca Juga: 5 Fakta Najwa Shihab, No 4 Bikin Baper dan Ingin Nangis

Pandemi terbukti melahirkan kebiasaan-kebiasaan baru, kecuali perilaku para politikus dan pejabat kita.

Inilah kenyataannya, sudah sebegitu bangkrutnya moral mereka. Memang kita tidak kaget, tapi sangat wajar dan sangat pantas untuk kita marah.

Seperti diketahui, sejumlah menteri ditangkap KPK karena kasus korupsi.

Baca Juga: Sama-sama Terjerat Kasus Korupsi, Ini Harta Kekayaan Mensos vs Menteri KKP, Siapa Lebih Kaya?

Yakni Edhy Prabowo. Ia merupakan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) pada Kabinet Indonesia Maju (Jokowi-K.H. Ma'ruf Amin) yang terseret dugaan suap terkait perizinan ekspor benih lobster.

Edhy dicokok KPK saat tiba di Tanah Air usai melakukan kunjungan dari Hawai, 25 Desember 2020, kemudian setelah itu Edhy secara resmi mengundurkan diri sebagai Menteri KKP.

Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo Twitter.com/@Edhy_Prabowo

Saat ini, KPK telah menetapkan Edhy sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait perizinan tambak, usaha, atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya pada 2020.

Kemudian Juliari P. Batubara adalah Menteri Sosial pada Kabinet Indonesia Maju yang tersangkut kasus dugaan suap bantuan sosial COVID-19.

Setelah melakukan operasi tangkap tangan (OTT) atas pejabat Kementerian Sosial dan swasta, KPK pada 6 Desember 2020 dini hari menetapkan Juliari sebagai tersangka korupsi bansos COVID-19.

Baca Juga: Prabowo Sulit Putuskan Kasus Korupsi Menteri KKP, Jokowi dan Megawati Jadi Alasan

Tak lama setelah penetapan status tersangka, Juliari mendatangi Gedung KPK dan menyerahkan diri.

Penetapan Juliari sebagai tersangka oleh KPK hanya berselang sembilan hari dari penetapan Edhy Prabowo, mantan Menteri KKP sebagai tersangka oleh KPK.

Penangkapan dua menteri terakhir, yakni Edhy Prabowo dan Juliari P. Batubara merupakan "tamparan" keras bagi Kabinet Indonesia Maju, apalagi mereka belum lama dilantik sebagai menteri.

Menteri Sosial Juliari P Batubara berjalan menuju mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Minggu (6/12/2020). KPK menahan Mensos Juliari P Batubara yang telah ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan menerima suap terkait pengadaan bantuan sosial penanganan COVID-19 di Kementerian Sosial usai Operasi Tangkap Tangan (OTT) pejabat Kemensos. ANTARA FOTO/Galih Pradipta/aww.
Menteri Sosial Juliari P Batubara berjalan menuju mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Minggu (6/12/2020). KPK menahan Mensos Juliari P Batubara yang telah ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan menerima suap terkait pengadaan bantuan sosial penanganan COVID-19 di Kementerian Sosial usai Operasi Tangkap Tangan (OTT) pejabat Kemensos. ANTARA FOTO/Galih Pradipta/aww. ANTARA FOTO

Dengan terjeratnya dua menteri pada Kabinet Indonesia Maju dalam kasus dugaan korupsi, sejumlah kalangan pun menilai sudah saatnya Presiden Jokowi melakukan "reshuffle", seperti disampaikan pengamat politik Universitas Jember Hermanto Rohman MPA.

Hermanto mengingatkan Presiden Jokowi bahwa saat inilah momentum untuk mengevaluasi kinerja para menteri di Kabinet Indonesia Maju agar kepercayaan masyarakat kepada pemerintah meningkat.

Terlebih, UU Nomor 2 Tahun 2020 yang menetapkan Perppu Nomor 01 tahun 2020 menyatakan bahwa ancaman COVID-19 sebagai ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan sistem keuangan negara sehingga perlu kebijakan "extra ordinary", terutama dalam keuangan negara.

"Kebijakan tersebut salah satunya adalah kebijakan bantuan sosial COVID-19 oleh pemerintah dan memang bansos tersebut memang rawan disalahgunakan, namun Presiden Jokowi sebenarnya sudah mengingatkan untuk tidak main-main dalam penanganan COVID-19," tuturnya.

Tak berhenti di situ, wacana pun berkembang pada ancaman hukuman mati bagi koruptor bansos COVID-19 karena pandemi virus corona jenis baru itu sudah ditetapkan sebagai bencana nasional nonalam.

Sejumlah pihak pun menyampaikan dukungannya atas penerapan hukuman mati bagi koruptor bansos COVID-19 karena sangat banyak rakyat Indonesia yang secara ekonomi terdampak dan tidak terpenuhi bantuan itu.

Seperti disampaikan pakar hukum Universitas Airlangga (Unair) Surabaya I Wayan Titib Sulaksana yang mengaku prihatin dengan penetapan dua menteri menjadi tersangka korupsi, apalagi korupsi terkait dengan dana bansos untuk masyarakat di tengah pandemi COVID-19.

Maka dari itu, Wayan menambahkan sanksi pidana paling adil untuk pejabat negara pidana mati merujuk pada Pasal 2 ayat 2 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor yang diperbarui dengan UU Nomor 20 Tahun 2002.

Meski mencoreng kabinet Jokowi-Ma'ruf, penangkapan dua menteri itu di sisi lain juga mampu memulihkan nama baik lembaga antirasuah yang selama ini sempat diragukan pascarevisi UU KPK.

Apalagi KPK dalam sepekan ini juga melakukan serangkaian OTT yang menyeret setidaknya tiga kader PDI Perjuangan, yakni Bupati Banggai Timur Laut Wenny Bukamo, Wali Kota Cimahi Ajay Priatna, dan Mensos Juliari.

Wenny Bukamo ditangkap pada Kamis (3/12) dan telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap senilai Rp2 miliar proyek pengadaan jalan di daerahnya.

Ajay Priatna ditangkap KPK pada Jumat (27/11) dan telah ditetapkan menjadi tersangka lantaran diduga meminta komitmen fee sebesar Rp3,2 miliar terkait dengan izin pengembangan Rumah Sakit Umum Kasih Bunda Cimahi.

Pasti, masyarakat akan terus menanti perkembangan proses hukum kasus korupsi itu untuk memastikan para pelaku dihukum setimpal, dan mengungkap siapa saja yang terlibat.

Inilah saatnya bagi KPK untuk menunjukkan taringnya kembali dan membuktikan diri bahwa revisi regulasi justru menguatkan, bukan melemahkan taji institusi pemberantas korupsi.

 

 

 

Editor: Firmansyah


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x