Ternoda! Pilkada Serentak di Jabar Masih Diwarnai Money Politik Hingga ASN Tak Netral

- 11 Desember 2020, 19:45 WIB
Ketua Bawaslu Jabar
Ketua Bawaslu Jabar /Qiya Ameena
  JURNAL GAYA----Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020 di Provinsi Jawa Barat masih dinodai berbagai pelanggaran. Yakni, netralitas aparatur sipil negara (ASN) dan praktik money politik.
 
Menurut Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran Bawaslu Jabar Sutarno,  berdasarkan temuan dan laporan dugaan pelanggaran, pihaknya sedikitnya menangani 202 perkara dugaan pelanggaran yang didominasi oleh kasus pelanggaran netralitas ASN.
 
"Dari jumlah tersebut, 160 perkara dinyatakan sebagai pelanggaran pemilihan dan 42 perkara dihentikan karena bukan merupakan pelanggaran," ujar Sutarno dalam konferensi pers di Kantor Bawaslu Jabar, Jalan Turangga, Kota Bandung, Kamis Malam 10 Desember 2020.
 
 
Menurut Sutarno, kasus pelanggaran netralitas ASN, termasuk di dalamnya netralitas aparatur desa selama penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020 di Provinsi Jabar mencapai 52 perkara dan seluruhnya telah diajukan Bawaslu Jabar kepada Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).
 
Sutarno mengatakan, mereka yang terlibat, mulai dari kepala kantor atau kepala dinas, kepala bagian, dan kepala seksi sebanyak 13 orang, camat dan sekretaris camat 15 orang, guru atau penilik atau pengawas sekolah 19 orang, staf ASN 10 orang, Satpol PP kecamatan 1 orang dan kepala sekretariat Panitia Pengawas Kecamatan (Panwascam) 1 orang, hingga dokter atau perawat maupun bidan sebanyak 3 orang.
 
Sutarno menjelaskan, bentuk pelanggaran yang mereka lakukan, di antaranya memberikan dukungan melalui media sosial atau media massa, melakukan pendekatan atau mendaftarkan diri pada salah satu partai politik, menghadiri kegiatan kampanye yang menguntungkan salah satu pasangan calon (paslon) kepala daerah, hingga mendukung salah satu paslon dalam kampanye.
 
 
"Beberapa diantaranya telah ditindaklanjuti dengan diberikannya sanksi berupa hukuman disiplin sedang, sanksi disiplin ringan, dan sanksi moral berupa penyataan secara terbuka," katanya.
 
Selain itu, kata dia, jenis pelanggaran lainnya, yakni pelanggaran administrasi pemilihan sebanyak 66 perkara, pelanggaran kode etik penyelenggara pemilihan 19 perkara, dan pelanggaran tindak pidana pemilihan 9 perkara.
 
"Di antara sembilan dugaan pelanggaran tindak pidana pemilihan itu, dua perkara telah diputus oleh Pengadilan Negeri Indramayu dan Pengadilan Negeri Cianjur, sehingga telah memiliki kekuatan hukum tetap atau incraht," katanya.
 
 
Sementara menurut Ketua Bawaslu Jabar Abdullah Dahlan, pada masa tenang dan pada tahapan pemungutan dan penghitungan perolehan suara Pilkada Serentak 2020, jajaran Bawaslu Jabar juga mencatat berbagai laporan dugaan pelanggaran di delapan daerah yang menggelar Pilkada Serentak 2020.
 
"Hingga 9 Desember 2020, Bawaslu Provinsi Jawa Barat mencatat 22 laporan dugaan pelanggaran yang disampaikan kepada Bawaslu kabupaten/kota. Kecuali Tasikmalaya, kabupaten/kota yang lain ada laporan dugaan pelanggaran," katanya.
 
Dari 22 laporan itu, kata dia, 19 perkara di antaranya merupakan laporan dugaan pelanggaran politik uang dengan modus memberikan uang mulai dari Rp20.000 hingga Rp100.000 dan sembako pada masa tenang menjelang pemungutan suara. 
 
 
Pelakunya, kata dia, yakni relawan atau simpatisan, pengurus RT/RW, kader partai, hingga kepala desa. Seluruh laporan dugaan pelanggaran kini sedang dalam tahap kajian awal dugaan pelanggaran di Bawaslu kabupaten/kota dan pembahasan di Sentra Penegakan Hukum terpadu (Gakkumdu) terkait dugaan tindak pidana yang terjadi. 
 
Abdullah mengatakan, praktik politik uang, khususnya jelang hari pemungutan suara Pilkada Serentak 2020 di Provinsi Jabar masih merajalela. Di Pilkada Kabupaten Bandung, pihaknya menerima satu laporan praktik politik uang di masa tenang yang terjadi di Kecamatan Paseh. 
 
Peristiwa itu terjadi pada 6 Desember sekitar pukul 21.38 WIB yang dilaporkan ke Panwascam keesokan harinya. Saat ini, kasus tersebut masih dalam tahap penanganan.
 
"Dalam kasus itu, ada kendaraan terindikasi membawa paket sembako dan amplop berisi Rp 150.000," katanya.
 
 
Hal serupa juga, kata dia, terjadi di Kabupaten Indramayu. Pihaknya mendapati sedikitnya empat laporan praktik politik uang, di antaranya di RT 06 RW 03 Desa Mundu, Kecamatan Karangampel pada Selasa 8 Desember 2020 pukul 19.00 WIB. 
 
Yakni, kata dia, ada pembagian yang Rp20.000 sebanyak 15 amplop untuk warga di RT 06 RW 03 Desa Mundu Kecamatan Karangampel. Selain itu, pembagian uang Rp300.000 dengan pecahan Rp20.000 untuk dibagikan ke warga Desa Lanjan Kecamatan Lohbener sekira pukul 21.00.
 
Di Kabupaten Karawang, kata dia, Bawaslu Jabar juga menerima tiga laporan ihwal politik bagi-bagi uang untuk mengarahkan pemilih mencoblos salah satu paslon.
 
"Kasus pertama pembagian uang di Desa Cibalongsari, Kecamatan Klari pada 7 Desember pukul 00.30 WIB. Buktinya berupa amplop berisi pecahan uang Rp20.000 dan Rp5.000," katanya.
 
 
Menurutnya, kasus kedua dan ketiga yakni pembagian uang Rp20.000 di Desa Rengasdengklok Selatan, Kecamatan Rengasdengklok pada 7 Desember dengan terlapor berbeda.
 
"Kasus keempat terjadi di Kelurahan Karangpawitan, Kecamatan Karawang Barat pada 8 Desember. Semua lapoan telah dicatat Bawaslu, namun masih dilakukan pendalaman," katanya.

Editor: Qiya Ameena


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x