Ingatkan Presiden Jokowi, Rizal Ramli: Kok Bisa Mengharapkan Ekonomi Akan Bangkit?

- 17 Januari 2021, 17:11 WIB
Ekonom senior yang juga mantan menteri Rizal Ramli menyoroti aksi blusukan Menteri Sosial Tri Rismaharini (Risma).
Ekonom senior yang juga mantan menteri Rizal Ramli menyoroti aksi blusukan Menteri Sosial Tri Rismaharini (Risma). //@rizalramli.official/Facebook


JURNALGAYA - Ekonom Senior Rizal Ramli tak henti-henti mengingatkan pemerintah terkait kondisi negara saat ini.

Menteri Koordinator BidanG Perekonomian di era Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur ini menyatakan Indonesia punya pengalaman pahit didera krisis 1998 yang parah.

Presiden Soeharto yang dikenal sangat kuat posisinya akhirnya terjungkal karena kondisi ekonomi sangat parah, bersamaan dengan situasi sosial dan politik juga memburuk.

“Pak Harto waktu itu lebih mendengarkan nasihat yang salah dari Widjojo Nitisastro dan kawan-kawan, dan menteri ekonomi pada waktu itu yang condong mengikuti saran IMF. Hal itu justru membuat ekonomi Indonesia terpuruk,” ungkapnya dalam tayangan video YouTube pada kanal Bravos Radio Indonesia dikutip Minggu 17 Januari 2021.

Baca Juga: Gempa Magnitudo 6,2 Sulawesi Barat, BNPB Siapkan Dana Stimulan Rp10 Juta - Rp50 Juta untuk Korban

Saat itu, ia pun mengaku bersama rekan-rekannya telah memperingatkan ancaman krisis jauh-jauh hari sebelumnya. Sayangnya malah ramai-ramai dibantah pemerintah.

Kini, ia pun kembali mengingatkan Presiden Jokowi agar berhati-hati dalam menentukan arah kebijakan ekonomi.

Disebutkan, Jokowi harus mau belajar dari sejarah agar tidak salah langkah dan membuat bangsa ini terjungkal dalam jurang yang sama.

“Tahun 2021, kami katakan, mohon maaf, ekonomi Indonesia akan mengalami krisis yang lebih serius dibanding tahun lalu. Pemerintah hanya menjanjikan angin surga, tetapi nggak akan kembali ke 5,5 persen. Mohon maaf, janji surga itu tidak ada basisnya,” tegas mantan Menko Bidang Kemaritiman di periode pertama pemerintahan Jokowi.

Baca Juga: Heboh Bakal Terjadi Gempa 8,2 Disertai Tsunami di Sulawesi Barat, Kepala BMKG Beri Penjelasan

Sebelum virus corona (Covid-19) melanda, ia mengatakan, tingkat pertumbuhan ekonomi yang mampu dicapai Jokowi dan tim ekonominya hanya berkutat di angka 5 persen.

Kini di tengah terpaan badai Covid-19 yang makin hari angkanya kian seram, tentu tidak realistis angka-angka pertumbuhan yang dipaparkan Menteri Keuangan Sri Mulyani.

“Daya beli rakyat biasa betul-betul hancur, karena tidak ada pekerjaan, gara-gara Covid dan sebagainya. Yang paling penting adalah likuiditas di masyarakat disedot.”

“Pemerintah utang terlalu banyak, sehingga primary balance-nya negatif selama enam tahun dan makin besar. Artinya apa? harus membayar bunga saja harus meminjam dan makin lama makin berat,” katanya.

Baca Juga: Hari Tim SAR Temukan 3 Jenazah Longsor Sumedang, Total 32 Jenazah dan 8 Masih Hilang

"Nah, karena harus meminjam, negara harus menerbitkan SUN (surat utang negara) terus menerus. Makin lama kian besar."

Sehingga uang di lembaga keuangan di masyarakat tersedot untuk beli SUN. Hal ini karena bunga SUN lebih tinggi 2 persen dari deposito.

SUN, kata Rizal, lebih menarik bagi masyarakat karena berapa pun nilai uangnya akan dijamin negara. Bandingkan dengan simpanan lainnya yang hanya dijamin maksimal Rp2 miliar.

Menurutnya, itu yang menjelaskan kenapa banyak uang dan likuiditas yang tersedot untuk membeli SUN.

Baca Juga: BTS Pilih 7 Video Musik Terbaik yang Mereka Suka Sepanjang Masa

Hal itu pula yang menjelaskan kenapa pertumbuhan kredit bulan September-Oktober negatif dan kondisi ini belum pernah terjadi sejak 1998.

“Artinya apa? Boro-boro menambahi uang yang beredar dalam ekonomi, yang ada saja disedot, kok bisa mengharapkan ekonomi akan bangkit, daya beli akan bangkit. No Way,” tandasnya.***

Editor: Dini Yustiani


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah