Untuk tujuan keamanan, China dikabarkan membangun tiga pusat peluncuran utamanya jauh dari air selama Perang Dingin, di tengah ketegangan dengan Amerika dan Uni Soviet.
Dalam beberapa tahun terakhir China telah mulai bereksperimen untuk mengarahkan roketnya kembali ke Bumi seperti yang dilakukan SpaceX dengan roket Falcon 9-nya. Namun proyek ini tampaknya lebih didorong oleh keinginan untuk menguasai teknologi penggunaan kembali daripada melindungi populasinya masyarakatnya dari ancaman.
Hal yang membuat masalah kian parah yakni menjatuhkan roket pada tahap pertama di pedesaan sekitarnya adalah bahwa bahan bakarnya yakni hidrazin beracun.
Hidrazin, yang merupakan dua nitrogen yang diikat oleh atom hidrogen adalah bahan bakar yang efisien dan dapat disimpan. Tapi itu juga sangat korosif dan beracun.
Pada April 2019, pesawat ruang angkasa Crew Dragon meledak selama pengujian dan menghasilkan awan besar gas oranye beracun yang dapat terlihat bermil-mil di sekitar pantai Florida.
Baca Juga: Menpan RB Tjahjo Kumolo Ingin Bubarkan 13 Lembaga Negara
Awan kemerahan itu disebabkan oleh nitrogen tetroksida, oksidator yang terbakar dengan bahan bakar hidrazin. Pesawat ruang angkasa itu dan banyak lainnya di masa lalu, termasuk pesawat ulang-alik menggunakan propelan yang dapat disimpan untuk operasi di luar angkasa.
NASA telah bekerja untuk menemukan propelan khusus yang akan meniadakan penggunaan hidrazin bahkan untuk operasi di luar angkasa.
Sementara sebagian besar armada peluncuran China didukung oleh bahan bakar hidrazin dan pengoksidasi nitrogen tetroksida. Ini termasuk roket Long March 2F serta keluarga Long March 4.***
Literally though, heres a video from a Long March 4B launch in the last day. The orange cloud is likely from several tons worth of Dinitrogen Tetroxide (N2O4)which isnt just toxic but highly carcinogenic. Reacts with water to form nitric acid. Real nasty stuff pic.twitter.com/WjAhYZbVN7— ago4(1)6 (@ago416) September 8, 2020