Jadi, kalau ada orang yang meragukan atau mengecilkan kesadaran politik anak-anak SMA dan STM, orang itu pastilah buta sejarah.
"Kalau pelajar saja sejak dulu sudah biasa terlibat dalam aksi unjuk rasa, apalagi mahasiswa. Sehingga, saya cukup heran membaca surat edaran Dirjen Dikti @ditjendikti," imbuh dia.
Baca Juga: Fadli Zon Sindir Pemerintah, Awal Pandemi 30 Ribu Napi Dilepas Kini Ribuan Demonstran Ditangkap
Baca Juga: Fadli Zon Tampar Pemerintah: Kolonialis Belanda Jauh Lebih Manusiawi Perlakukan Tahanan Politik
"Surat semacam itu harus dikecam, karena merupakan bentuk intervensi terhadap hak-hak politik dan kewargaan yg dimiliki para mahasiswa. Surat semacam itu adalah preseden buruk. @Kemendikbud_RI menurut saya, telah melanggar batas kewenangannya." ungkap dia.
Perlu diketahui, berbeda dengan pelajar, para mahasiswa umumnya telah berusia lebih dari 17 tahun, sebuah usia yang dalam sistem perundang-undangan Indonesia tak lagi dianggap sebagai anak-anak.
Pada usia itu, negara telah memberi mereka hak pilih, serta sejumlah hak politik lainnya, termasuk kebebasan untuk berserikat dan berkumpul sebagaimana halnya warga negara senior lainnya.
Hak politik itu melekat pada para mahasiswa dlm statusnya sebagai warga negara, bukan dlm status kemahasiswaan mereka.
Baca Juga: V BTS Bikin ARMY Histeris pada Pemotretan BTS untuk Musim Dingin, Kenapa?
Sehingga, mengintervensi hak-hak politik kewargaan itu melalui status kemahasiswaan mereka, adh bentuk tindakan sewenang-wenang, tdk arif, serta cenderung anti-demokrasi.