Faisal Basri: Pak Jokowi, Jangan Dengar Celotehan Bank Dunia, Dengarkanlah Rintihan Rakyat

- 21 Oktober 2020, 11:08 WIB
Ekonom Senior Faisal Basri.*
Ekonom Senior Faisal Basri.* //ANTARA

 

JURNALGAYA - Ekonom senior Faisal Basri meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak mendengarkan pernyataan dari Bank Dunia. Sebaliknya, ia meminta kepala negara itu untuk mendengarkan suara masyarakat.

Pernyataan itu disampaikannya melalui akun Twitternya @FaisalBasri.

"Pak Jokowi, jangan dengar celotehan Bank Dunia, dengarkanlah rintihan rakyat yang merasa dikhianati," tulisnya dikutip Rabu 21 Oktober 2020.

Baca Juga: ShopeePay Perkuat Keamanan Akun Pengguna dengan Rekognisi Wajah dan Sidik Jari

Faisal memang tidak menjelaskan lebih lanjut maksud pernyataan tersebut. Namun, baru-baru ini Jokowi mengunggah sebuah pernyataan dari Bank Dunia mengenai UU Omnibus Law Cipta Kerja melalui akun Instagram dan Twitter resminya, @Jokowi.

Dalam unggahan itu, ia menuliskan jika Bank Dunia menyatakan UU Cipta Kerja dapat menjadikan Indonesia lebih kompetitif.

"Undang-Undang Cipta Kerja adalah upaya reformasi besar untuk menjadikan Indonesia lebih kompetitif. Ini kata Bank Dunia," tulisnya pada Sabtu 17 Oktober 2020.

Selain itu, ia juga melampirkan pernyataan dari Bank Dunia. Secara umum, Bank Dunia sangat mendukung pengesahan UU Cipta Kerja.

Baca Juga: Asfinawati Bintang ILC tvOne Kali Ini, Mampu Ungkapkan Jeritan Jutaan Rakyat

Selain menjadikan Indonesia lebih kompetitif, Bank Dunia dalam pernyataan tersebut juga menyatakan bahwa UU Cipta Kerja dapat mendukung pemulihan ekonomi yang memiliki daya tahan dan pertumbuhan jangka panjang di Indonesia.

Kemudian upaya penghapusan berbagai pembatasan dalam investasi dalam UU Cipta Kerja dinilai sebagai sinyal positif bahwa Indonesia terbuka untuk bisnis. Hal ini dapat membantu RI menarik investor asing guna menciptakan lapangan kerja dan membantu memerangi kemiskinan.

Namun, pernyataan Bank Dunia baru-baru itu berbeda dengan yang mereka sampaikan pada saat pembahasan UU Cipta Kerja pada Juli 2020 lalu. Kala itu, UU Cipta Kerja masih berbentuk Rancangan Undang-undang (RUU).

Mengutip laporan Bank Dunia periode Juli 2020 yang bertajuk Jalan Panjang Pemulihan Ekonomi, lembaga itu mengungkapkan manfaat RUU Cipta Kerja bagi perekonomian Indonesia.

Baca Juga: Puan Maharani Sok Tegas kepada Jokowi: Pemerintah Harus Bekerja Lebih Keras!

Namun, dalam laporan itu Bank Dunia sekaligus memaparkan sejumlah dampak negatif RUU Cipta Kerja pada sejumlah aspek.

Pertama, Bank Dunia mengatakan RUU Cipta Kerja mengusulkan reformasi perizinan sektor lingkungan hidup yang dapat mengakibatkan dampak buruk, terutama bagi perekonomian. Misalnya, usulan dalam RUU Cipta Kerja mengenai relaksasi persyaratan perlindungan lingkungan hidup akan merusak kekayaan sumber daya alam (SDA).

Padahal, SDA itu penting bagi mata pencaharian banyak orang dan dapat berdampak negatif terhadap investasi. Pemerintah menargetkan reformasi itu mengurangi lambatnya perizinan lingkungan hidup.

"Namun, penyebab keterlambatan dan ketidakpastian untuk mendapatkan izin lingkungan hidup adalah proses yang rumit dan pelaksanaannya yang sewenang-wenang dan korup," tulis Bank Dunia, Juli 2020.

Kedua, Bank Dunia mengatakan RUU Cipta Kerja menghapus prinsip keselamatan dari beberapa uu yang mengatur perizinan kegiatan dan produk-produk yang berisiko tinggi. Meliputi, obat-obatan, rumah sakit, dan konstruksi bangunan.

Baca Juga: Heboh, Megawati Soekarnoputri Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional

Ketiga, Bank Dunia mengatakan beberapa revisi UU tentang Ketenagakerjaan di dalam RUU Cipta Kerja dapat mengurangi perlindungan bagi para pekerja. Salah satu sorotan mereka berikan terhadap usulan pembebasan kepatuhan terhadap upah minimum dan reformasi penghapusan pembayaran pesangon, tanpa usulan tunjangan pengangguran yang efektif dan skema asuransi.

Bank Dunia menilai upaya itu dapat melemahkan perlindungan bagi para pekerja dan meningkatkan ketimpangan pendapatan. Khususnya, pada saat pengangguran di Indonesia meningkat Covid-19.

"Pada saat yang sama, reformasi UU tentang Ketenagakerjaan kurang penting dibandingkan reformasi perdagangan dan investasi untuk merangsang investasi baru," tulis Bank Dunia pada Juli lalu.

Namun, masalah-masalah tersebut tidak mereka singgung lagi dalam pernyataan yang dikeluarkan pada Oktober ini.***

Editor: Dini Yustiani


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x