Pengakuan Jajang C Noer tentang Dramatisasi Film Pengkhianatan G30S PKI

30 September 2020, 20:52 WIB
Film Pengkhianatan G30S PKI di TV One akan tayang Malam Ini. /Dok. Perum Produksi Film Negara

JURNALGAYA - Film Pengkhianatan G30S PKI ditayangkan malam ini, 30 September 2020 di TV One pukul 21.00 WIB.

TV One menjadi stasiun kedua setelah sebelumnya film tersebut ditayangkan di SCTV, 27 September 2020.

Film yang disutradarai dan ditulis oleh Arifin C Noer ini masih diperdebatkan. Ada sebagian pihak yang menganggap bumbu atau drama dalam film ini terlalu banyak.

Baca Juga: Link Live Streaming Film Pengkhianatan G30S PKI di TV One Malam Ini

Baca Juga: Sinopsis Film Pengkhianatan G30S PKI di TV One: Pembunuhan Keji 7 Jenderal

Sehingga film ini meski diangkat dari kisah nyata hanyalah karya seni semata. Menanggapi hal tersebut, istri dari sutradara Film Pengkhianatan G30S PKI, Jajang C Noer angkat bicara.

"Semua yang ada dalam film diangkat dari kisah nyata, tidak ada yang ditambah-tambahkan," ujar Jajang dikutip Jurnal Gaya dari Kabar Petang TV One, Selasa 29 September 2020.

Jajang menjelaskan, apapun yang diceritakan di film diambil dari kisah aslinya. Mulai dari pengakuan keluarga korban dan lainnya. Nyaris tidak ada dramatisasi dalam film ini, semuanya sama dengan kisah aslinya.

Dramatisasi diambil sutradara saat pemimpin PKI merokok. Ketika dia merokok kemudian mengeluarkan asap, itulah letak dramatisasi dalam film ini.

Baca Juga: Anak Ahmad Yani Saksikan Ayahnya Berlumuran Darah Ditembaki PKI Lalu Diseret

"Karena (sutradara) tidak tahu bagaimana kebiasaan pemimpin PKI ini. Untuk menggambarkan keruwetan digambarkan dengan merokok. Itu dramatisasinya," ungkap dia.

Jajang pun menegaskan, kru Film Pengkhianatan G30S-PKI sama sekali tidak mendramatisasi konten film.

Seperti diketahui, film yang diangkat dari kisah nyata ini diproduksi tahun 1984, disutradarai dan ditulis oleh Arifin C Noer, diproduseri oleh G Dwipayana, dan dibintangi Amoroso Katamsi, Umar Kayam, dan Syubah Asa.

Dirangkum Jurnalgaya dari berbagai sumber, film ini diproduksi selama dua tahun dengan anggaran sebesar Rp 800 juta, angka yang besar untuk saat itu. Film ini disponsori pemerintahan Orde Baru Soeharto.

Baca Juga: 3 Mobil Saksi Bisu G30S PKI, Dipertahankan Keorsinilannya Oleh Pengelola Museum Penghianatan PKI

Film ini dibuat berdasarkan versi resmi pemerintah kala itu dari peristiwa Gerakan 30 September atau G30S yang berupaya mengkudeta pemerintah tahun 1965.

Gerakan 30 September/Partai Komunis Indonesia atau dikenal G30S/PKI merupakan peristiwa bersejarah yang terjadi di Indonesia pada 1965. Gerakan ini berlatar belakang sebuah kudeta yang menewaskan tujuh jenderal pada masa itu.

Dalam film ini, digambarkan bagaimana peristiwa kudeta yang didalangi Partai Komunis Indonesia (PKI) tersebut.

Peristiwa G30S/PKI terjadi pada tanggal 30 September hingga 1 Oktober 1965. Peristiwa tersebut diawali dengan penculikan terhadap sejumlah perwira militer.

Baca Juga: 7 Profil Pahlawan Revolusi yang Dibunuh dengan Keji dalam G30S PKI

Mereka disiksa dengan keji. Setelah itu mereka dimasukkan ke sebuah lubang. Kekejian tersebut digambarkan dengan detail dalam film ini.

Ada tujuh jasad yang dimasukkan dalam lubang dalam kondisi hidup tersebut. Lubang tersebut kini menjadi situs sejarah yang dinamakan Lubang Buaya.

Pada 3 Oktober 1965, jasad-jasad tersebut diangkat dan dikuburkan dengan semestinya pada 5 oktober 1965.

Film berdurasi lebih dari 3 jam tersebut awalnya mengisahkan kondisi masyarakat Indonesia secara umum saat itu kemudian beberapa rapat rencana kudeta yang dilakukan PKI.

Baca Juga: Firasat MT Haryono Sebelum Diculik dan Dibunuh dengan Keji dalam G30S PKI

Puncaknya, di bawah pimpinan PKI, pasukan militer mendatangi rumah tujun jenderal untuk menculik mereka. Mereka kemudian dibawa ke sebuah daerah untuk disiksa.

Salah satu adegan mengharukan adalah saat kelompok militer mendatangi rumah perwira TNI Angkatan Darat, Brigadir Jenderal Donald Isaac Pandjaitan.

Scene tersebut menampilkan sang jenderal yang lengkap mengenakan seragam militar tampak tak takut saat rumahnya dikepung.

DI Pandjaitan masih tampak tenang meski sudah diberitahu bahwa dua keponakannya telah ditembak. Saat sudah berhadapan dengan para tentara, DI Pandjaitan pun ditembak mati karena melawan saat hendak dipukul.

Keluarga yang mengetahui hal itu langsung menangis histeris, berlari, dan menyebut nama ayahnya.

Baca Juga: Ridwan Kamil Masih Rasakan Luka yang Mendalam, Keluarganya Jadi Korban PKI

Baca Juga: China dan Indonesia Sepakat Tinggalkan Dolar Amerika

"Papiiiii...." ujar salah satu anak menangis histeris sambil berlari.

Ia terduduk di atas darah sang ayah, mengambilnya, dan membasuhkannya ke wajahnya sambil menangis.

Scene menarik lainnya adalah saat Ade Irma Suryani Nasution ditembak oleh kelompok militer saat akan menjemput Jenderal AH Nasution.

AH Nasution selamat dari peristiwa tersebut. Namun sang anak meninggal. Nama Ade Irma pun diabadikan dalam beberapa taman bermain di Indonesia.

Baca Juga: 5 Fakta Lagu Genjer-Genjer, Propaganda PKI hingga Sindiran untuk Jepang

Film ini dibintangi oleh Bram Adrianto sebagai Kolonel Untung, Amoroso Katamsi sebagai Mayjen Soeharto, Umar Kayam sebagai Presiden Soekarno, Syubah Asa, Ade Irawan dan lainnya.

Pada masa Orde Baru film ini menjadi tontonan wajib. Memasuki masa reformasi ditandai dengan lengsernya Soeharto, film ini tidak wajib ditonton.

Bagi yang penasaran, bisa menonton film ini di TV One malam ini pukul 21.00 WIB.***

 

Editor: Firmansyah

Tags

Terkini

Terpopuler