Organda Jabar Minta Pemerintah Pusat Revisi Pelarangan Mudik Lebaran 2021: Kami Sudah Menjerit

8 April 2021, 18:55 WIB
Organda Jabar Minta Pemerintah Pusat Revisi Pelarangan Mudik Lebaran 2021: Kami Sudah Menjerit. /Pikiran-Rakyat.com/Nurhandoko/

JURNAL GAYA - Berkiatan dengan pelarangan mudik lebaran 2021, Organisasi Angkutan Darat (Organda) Jawa Barat meminta pemerintah pusat untuk merivisi kebijakan pemerintah yang memutuskan untuk melarang kegiatan mudik pada Lebaran 2021.

Ketua DPD Organda Jawa Barat Dida Suprinda mengatakan, pelarangan mudik Lebaran 2021 tersebut sangat memberatkan pelaku usaha transportasi, terlebih saat ini kondisi pengusaha angkutan umum di Jabar sangat memprihatinkan.

"Kami mohon dengan segala hormat, semoga melalui diskusi ini mudah-mudahan suara kami didengar oleh pemerintah pusat. Kami berharap ditinjau ulang soal pelarangan mudik lebaran 2021 ini," ujar Dida Suprinda, Kamis 8 April 2021 di Bandung. 

Dida mengatakan semula para pengusaha berharap besar pada lebaran tahun ini. Pasalnya banyak sektor industri yang dilakukan relaksasi sehingga bisa sedikit meraup pendapatan. Mereka mulai melakukan aktivitas ekonomi tetap menerapkan protokol kesehatan.

Baca Juga: Larangan Mudik Lebaran Pemprov DKI Tutup Terminal Bus, Wagub DKI: Lebaran Dilakukan Secara Virtual Saja

Menurut dia kondisi memprihatinkan pengusaha angkutan umum, khususnya yang tergabung di Organda Jabar sudah terjadi sejak awal tahun 2020 hingga saat ini.

"Saat ini awak angkutan sudah sangat menjerit, karena kami harus bekerja dengan cara digilir. Sekarang jalan, besok tidak. Tapi kenapa mudik masih dilarang. Padahal mudik adalah falsafah masyarakat Indonesia satu tahun sekali. Bagi kami, para pengusaha angkutan, lebaran juga menjadi harapan," ungkapnya.

Dida mengaku, para pengusaha telah mempersiapkan kelaikan armada untuk lebaran tahun ini. Dengan harapan armada yang pada tahun 2019 lalu banyak menganggur, tahun ini bisa kembali dioperasikan pada saat angkutan lebaran.

"Tapi kenapa justru dilarang, makanya kami mohon kepada pemerintah pusat, bahwa aturan itu harus ditinjau ulang. Karena merugikan kami. Tinggal untuk pelaksaan mudik nanti kita tetapkan proses secara ketat," imbuhnya.

Baca Juga: Larangan Mudik Lebaran 6-17 Mei 2021, Berikut Daftar Kendaraan yang Dilarang Melintas dan Dikecualikan

Kondisi kurang menguntungkan pun melanda PT Kereta Api Indonesia. Manajer Keuangan PT KAI Daerah Operasi (Daop) 2 Bandung Erwin menyampaikan, pandemi menjadi pukulan telak bagi BUMN tersebut.

Erwin memaparkan, tahun 2020 penurunan jumlah penumpang sangat tajam dan kerugian corporate selama pandemi mencapai Rp 1,75 triliun.

Memasuki 2021, pendapatan PT KAI memperlihatkan peningkatan dibanding 2020. Per Maret 2021, pendapatannya sebesar Rp322 juta per hari. Memasuki April 2021 mencapai Rp 600 juta per hari. "Namun dibanding kondisi normal masih jauh. Rata-rata kondisi normal kita Rp2,5 miliar per hari," jelasnya.

di era pandemi KAI pun mengandalkan daya dorong pendapatan melalui tes GeNose C-19. Pengguna GeNose C-19 yang setiap bulannya terus meningkat. GeNose digunakan sebagai syarat untuk memudahkan penumpang dalam melengkapi persyaratan perjalanan kereta api jarak jauh.

Baca Juga: Larangan Mudik Lebaran, Seluruh Moda Transportasi Dilarang Beroperasi 6 - 17 Mei 2021

Dari segi kebijakan ekonomi, Wakil Ketua Sub Divisi Kebijakan Ekonomi Komite Pemulihan Ekonomi Daerah (KPED) Jabar Yayan Satyakti menyebut pihaknya melakukan riset mengenai mudik. Hasilnya, ia mengestimasikan larangan mudik tak akan berpengaruh ke mobilitas masyarakat.

"Jadi, saya membuat estimasi larangan mudik tak akan berpengaruh ke mobilitas Jabar. Orang tetap mudik walaupun dilarang," ujar Yayan.

Hal tersebut, kata dia, diketahui dari hasil penelitian koefisien penurunan mobilitasnya hanya 13,6 persen, mobilitas menurun dibandingkan sebelum Idul Fitri. "Jadi, sisanya pada mudik. Pemerintah melarang biar ga 'ngabring teuing' (berkerumun, red)," sebutnya

Penurunan mobilitas yang cukup signifikan, terjadi pada awal pandemi di Maret 2020. Karena, saat itu semua orang tak beraktivitas. "Signifikansi pergerakan orang ke pandemik tinggi. Orang 100% nurut tak beraktivitas tak mau berkegiatan lainnya," tuturnya.

Begitu juga saat WFH diberlakukan, mobilitas orang turun sampai sampai Ramadan mencapai 70 persen. Namun, ketika mudik 2020 pergerakan orang turun hanya 13 persen. "Artinya orang ingin mudik karena social behavior," imbuhnya.

Yayan menilai, saat ini mobilitas masyarakat masih rentan untuk meningkatkan penularan pandemi. Makanya, pemerintah harus memperketat. "Ada 8 juta orang yang mungkin akan mudik. Saat ini, kebijakan pemerintah semakin mintul karena tak efektif lagi," tandasnya. ***

Editor: Dini Yustiani

Tags

Terkini

Terpopuler