Soal Vaksin Covid-19, Deddy Corbuzier Sebut Ridwan Kamil Gila

16 September 2020, 08:07 WIB
Potongan channel YouTube Deddy Corbuzier /YouTube/Deddy Corbuzier/

JURNALGAYA - Deddy Corbuzier menyebut Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil gila ketika memutuskan menjadi relawan uji klinis vaksin tahap 3 dari Sinovac China.

Hal itu disampaikan Deddy dalam channel YouTube-nya. Deddy mengundang pria yang kerap disapa Emil ini untuk mendapatkan jawaban atas kegilaan mantan Wali Kota Bandung ini.

"Lu tuh gila, beneran. Begitu baca, gue bilang gila nih orang. Gue penasaran banget. Lu gila, ini vaksin belum dicoba, belum diuji, Anda gubernur, disuntik, buat saya hanya ada tiga pilihan: make up, punya misi, atau goblok," ujar Deddy kepada Emil.

"Tapi kenapa lu berani? Ketika orang banyak bertaya-tanya ini vaksin benar? belum lagi teori konspirasi, dan lain-lain, kenapa lu berani?" tambah Deddy.

Baca Juga: Apple Tak Kunjung Umumkan iPhone 12 Trending Twitter, Ada Apa?

Mendengar pertanyaan dan pernyataan Deddy Corbuzier, Emil tertawa. Dari tiga poin yang disebutkan Deddy, Emil lebih memilih kata goblok.

Emil lalu berkata, ending dari Covid-19, seperti sejarah pandemi lainnya adalah manusia punya imunitas.

"Kalau orang sakit dikasih obat, obatnya diperdebatkan. Kalau orang sehat diberi vaksin, seperti kecil dulu dikasih campak segala rupa. Pertanyaannya, apakah Covid ada vaksinnya? belum ada. Adanya riset hampir selesai, di Jerman, Korea, Rusia, yang terdekat dari Sinovac, China," tutur Emil.

Hal itu karena China yang lebih dulu terkena Covid-19. Kemudian Sinovac juga berteman dengan Bio Farma, BUMN yang bergerak di bidang vaksin.

Emil menjelaskan, Covid-19 itu diibaratkan dengan perang. Ketika musuh dimana-mana, untuk menembah membutuhkan senjara.

Jika senjatanya ada dari China terus Indonesia menolak, ya bakal mati dalam perang. Begitupun jika hanya menunggu dari Amerika ataupun Eropa tapi senjatanya belum ada, itu bunuh diri.

Baca Juga: Harga Vaksin Covid-19 GAVI dan CEPI Ternyata Jauh Lebih Murah dari Produk China Sinovac

Karena itu, ia sangat berharap lahirnya vaksin. Sebab selama 6 bulan pandemi ada di Indonesia, capeknya luar biasa.

Sebelum memutuskan menjadi relawan, ia googling mengenai efek samping vaksin dan lainnya. Ia kemudian bertanya kepada Prof Kusnandi, Ketua Uji Klinis Vaksin Covid-19 dari Fakultas Kedokteran Unpad.

"Intinya, untuk bebas covid, orang sehat punya imunitas tinggi. Gimana caranya? antibodi harus muncul oleh rangsangan vaksin," ucap dia mencontohkan omongan profesor.

Ada dua jenis vaksin. Pertama vaksin yang yang dilemahkan. Kedua vaksin yang dimatikan dengan risiko yang sangat minim. Namun karena tidak kuat, harus disuntikkan dua kali.

Profesor ini lalu menjelaskan, ia sudah ngetes vaksin 30 kali. Jika tidak yakin, ia tdak akan mau jadi ketua pengertesan vaksin nasional. Ia pun menjaminkan ilmunya dan keahliannya sebagai profesor di bidang kesehatan anak dan vaksin.

"Paling efeknya bengkak, pegal, demam sesaat," tambah Emil.

Lalu kenapa harus dilakukan di Indonesia, karena genetika orang Indonesia dan China berbeda. Persoalannya, ketika barang ada dan kabar hoax serta isu konspirasi merajalela, kekhawatiran yang mendaftar menjadi relawan sedikit.

Baca Juga: Bahas Transgender di Buku Terbarunya, Tagar RIP JK Rowling Trending Twitter di Banyak Negara

"Kalo saya ga jadi relawan, orang ga percaya. Ada istilah, wong pemimpinnya ga yakin, ga mau, rakyat dikorbankan, jadi kelinci percobaan," tutur Emil.

Pernyataan tersebut ditimpal Deddy Corbuzier. Ia mengatakan, dalam permainan catur, pion jalan duluan, pemimpin belakangan.

Lalu Emil menjawab, ia teringat nasihat ibunya: "Kalau ada rezeki, rakyat di depan, pemimpin belakang. Kalau ada khawatir, pemimpin di depan membereskan khawatir, rakyat di belakang," ucap dia.

"Selain itu, perang ada dua. Di zaman dulu, King Arthur di depan. Pak Gub aja ikutan, siap ambil risiko. Dengan saya ikut, akan jadi referensi, dan saya saksi atas keberhasilan ataupun kegagalannya," tutur dia.

Dalam proses uji klinis, nantinya ia akan lima kali datang dengan dua kali disuntik. Jika nanti antibodi di darah Emil naik 90 persen, berarti uji klinis ini berhasil.

Dari pengalamannya disuntik vaksin, Emil merasakan pegal di lima menit pertama. Besoknya ia merasa sering ngantuk.

"Bada Maghrib biasanya ga ngantuk, ini agak berat (ngantuk). Tiap hari harus lapor juga, saya dikasih surat, berapa suhunya. Saya naik 1 derajat tapi masih normal," tutur dia.

Mengenai keberaniannya mengambil risiko, Emil mengungkapkan, selama tujuh tahun mengabdi pada masyarakat, sudah menjadi sifat pemimpin untuk mengambil risiko.

"Namun calculated risk bukan full risk," pungkasnya.

 

 

Editor: Firmansyah

Tags

Terkini

Terpopuler