JURNALGAYA - Ketua DPR RI Puan Maharani tak surut menjadi perbincangan publik setelah momen pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja pada Senin 5 Oktober 2020 lalu di Jakarta.
Putri Megawati Soekarnoputri ini terus menjadi sorotan selama ia duduk menghadiri pengesahan Omnibus Law di gedung parlemen. Salah satu kejadian yang menjadi trending di di Indonesia, saat ia diduga mematikan mic perwakilan Fraksi Demokrat yang saat itu menyampaikan keberatan di tengah audiens DPR.
Pada kesempatan itu, Fraksi Demokrat menyampaikan pandangan terkait Omnibus Law Ciptaker. Fraksi Demokrat diwakili Sekretaris Fraksi Demokrat, Marwan Cik Hasan.
Baca Juga: Kerusakan Diprediksi Puluhan Miliar, Demo Omnibus Law Cipta Kerja DIsebut Masih Terkontrol
Rupanya Marwan melewati batas waktu berbicara di podium. Pimpinan rapat mengambil tindakan. Mikrofon Marwan dimatikan sepihak.
"Kami mencermati ada sejumlah persoalan mendasar dari RUU Ciptaker ini...," ucap Marwan lalu mikrofon mati.
Matinya mic Fraksi Demokrat langsung viral di media sosial. Puan pun dinilai impostor.
Meski penolakan terjadi dimana-mana, DPR tetap mengesahkan Omnibus Law UU Cipta Kerja. Pengesahan ini membuat buruh, mahasiswa, pelajar, dan masyarakat lainnya turun ke jalan.
Baca Juga: Sebanyak 34 Pendemo di DKI Jakarta Reaktif Dibawa ke Wisma Atlet
Mereka menolak UU Cipta Kerja yang disahkan secara terburu-buru tersebut. Sebab ada banyak hal yang dinilai merugikan buruh.
Demo di berbagai daerah tersebut berakhir ricuh. Diprediksi, akibat aksi tersebut fasilitas publik yang dirusak ada kerugian hingga miliaran rupiah.
Menanggapi itu, Ketua DPR RI Puan Maharani mendorong pemerintah menggandeng kelompok buruh, dalam membahas aturan turunan Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja.
Dikutip dari RRI, Menurut Puan, hal itu harus dilakukan untuk membuat aturan rinci yang jelas dan dapat diterima semua pihak.
“Kami mendorong pemerintah untuk menggandeng berbagai kelompok pekerja agar terlibat dalam pembahasan aturan turunan Undang-Undang Cipta Kerja. Keterlibatan pekerja dibutuhkan untuk memperinci UU Cipta Kerja,” kata Puan dalam keterangan tertulisnya, Kamis 8 Oktober 2020.
Baca Juga: Megawati Mulai Gusar Amati Gelombang Demo, PDIP Diminta Waspada
Puan menegaskan, DPR RI akan mengawal untuk memastikan bahwa aturan turunan UU Cipta Kerja memberikan manfaat yang adil bagi semua pihak.
Aturan turunan yang harus dibahas bersama buruh di antaranya adalah tentang pengupahan, tentang Jaminan Kehilangan Pekerjaan, tentang pekerja asing, serta tentang hubungan kerja dan waktu kerja.
“DPR RI akan mengawal untuk memastikan aturan turunan UU Cipta Kerja memberikan manfaat yang adil bagi semua,” ungkap Puan.
Baca Juga: Tagar Jokowi Kabur Trending saat Buruh dan Mahasiswa Kepung Istana Tolak Omnibus Law
DPR RI melibatkan partisipasi publik dalam pembahasan RUU Cipta Kerja hingga disahkan menjadi undang-undang pada 5 Oktober 2020.
Pembahasannya pun dilakukan transparan dan terbuka, serta dapat disaksikan masyarakat melakui siaran langsung di laman DPR RI.
Untuk mengakomodasi aspirasi kelompok pekerja, kata Puan, DPR RI membentuk Tim Perumus bersama kelompok pekerja yang merasa belum diakomodasi pemerintah.
“UU Cipta Kerja tidak hanya bertujuan menarik investasi dan meningkatkan daya saing Indonesia, melainkan juga untuk memperluas lapangan kerja yang baik,” ungkapnya.
Perempuan pertama yang menjadi Ketua DPR RI itu menegaskan bahwa DPR RI akan mengawasi penerapan UU Cipta Kerja agar tetap mengutamakan kepentingan rakyat.
Baca Juga: Sindir Puan Maharani, Najwa Shihab: Saya Tidak Akan Matikan Mic karena Anda Semua Berhak Bicara
Apabila undang-undang itu dinilai belum sempurna, maka sebagai negara hukum terbuka ruang untuk dapat menyempurnakan undang-undang tersebut melalui mekanisme yang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
"DPR melalui fungsi pengawasan akan terus mengevaluasi saat undang-undang tersebut dilaksanakan dan akan memastikan bahwa undang-undang tersebut dilaksanakan untuk kepentingan nasional dan kepentingan rakyat Indonesia," ujarnya.***