Tampar Mantan Wakil Presiden RI, Pihak Istana Kepresidenan: Masyarakat Perlu Mempelajari Secara Seksama

- 13 Februari 2021, 17:48 WIB
Staf Khusus (Stafsus) Presiden Bidang Komunikasi dan Juru Bicara Presiden M. Fadjroel Rachman.*
Staf Khusus (Stafsus) Presiden Bidang Komunikasi dan Juru Bicara Presiden M. Fadjroel Rachman.* /Dok. Setkab.go.id

 

JURNAL GAYA - Istana Kepresidenan menjawab pertanyaan mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla (JK) mengenai cara mengeritik pemerintah tapi tidak dipolisikan.

Juru Bicara Presiden Joko Widodo, Fadjroel Rachman mengatakan hal itu jawabannya ada di dalam sejumlah Undang-undang (UU).

"Masyarakat perlu mempelajari secara saksama," ujar Fadjroel dalam keterangan tertulisnya, Sabtu 13 Februari 2021.

Disebutkan, salah satu UU yang harus dibaca adalah Undang-undang Dasar (UUD) 1945. Karena, di dalam pasal 28E ayat 3 menyatakan hak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat bagi setiap orang.

Baca Juga: Penderita Covid-19 di Indonesia Hari Ini Tembus 1.210.000 Orang

Ia mengatakan, pada Pasal 28J disebutkan mengenai kewajiban mengikuti pembatasan dalam menjalankan kebebesan berserikat, berkumpul dan berpendapat.

"Setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang, dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain," tutur Fadjroel.

"Dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis," sambungnya.

Baca Juga: Sinopsis Dari Jendela SMP, Sabtu 13 Februari 2021 Wulan Kangen Sepedahan Romantis Bareng Joko

Kemudian, jika masyarakat ingin berpendapat melalui media digital atau dalam hal ini media sosial, diminta Fadjroel untuk membaca dan menyimak UU 19/2016 tentang Perubahan Atas UU 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Dia menyebutkan ada ketentuan pidana di pasal 45 ayat (1) tentang muatan yang melanggar kesusilaan; ayat (2) tentang muatan perjudian; ayat (3) tentang muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik; ayat (4) tentang muatan pemerasan dan/atau pengancaman.

Selain itu, Fadroel juga menyebutkan ketentuan pidana di dalam pasal 45a ayat (1) tentang perbuatan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang merugikan konsumen; dan ayat (2) tentang perbuatan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu atas SARA.

Baca Juga: Akhirnya 3 Pengendara Moge Pelanggar Ganjil Genap di Bogor Akan Dijatuhi Sanksi Berat

"Lalu pasal 45b tentang ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi," sambungnya.

Selain itu, Fadroel juga meminta masyarakat yang ingin menyampaikan kritik melalui unjuk rasa agar membaca dan menyimak UU 9/1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum.

"Jadi apabila mengkritik sesuai UUD 1945 dan Peraturan Perundangan, pasti tidak ada masalah, karena kewajiban pemerintah/negara adalah melindungi, memenuhi dan menghormati hak-hak konstitusional setiap WNI yang merupakan Hak Asasi Manusia tanpa kecuali," katanya.

Baca Juga: Wapres Ma’aruf Amin Minta Semua Pihak Kolaborasi Tangani Bencana Banjir

"Presiden Jokowi tegak lurus dengan Konstitusi UUD 1945 dan peraturan perundangan yang berlaku," tandasnya.***

Editor: Dini Yustiani


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah