Cara Mengatasi Depresi Atau Trauma Saat Menjadi Korban Gempa.

- 10 April 2021, 18:38 WIB
Cara Mengatasi  Depresi atau Trauma saat Menjadi Korban Gempa
Cara Mengatasi Depresi atau Trauma saat Menjadi Korban Gempa /Instagram /Instagram

JURNAL GAYA - Cara Mengatasi  Depresi atau Trauma saat Menjadi Korban Gempa.

Kecemasan, ketakutan dan gangguan tidur kerap terjadi pada masyarakat yang mengalami bencana. Kita tidak pernah benar-benar siap secara mental menghadapi bencana,

Dikutip dari Berita Antara - Psikolog Nena Mawar Sari, SPSI, Psikolog, CHT menegaskan bahwa masyarakat harus saling menguatkan satu dengan yang lainnya secara mental agar seseorang tidak mengalami depresi atau trauma saat menjadi korban gempa.

"Saya kira, masyarakat harus memiliki sedikit bekal atau keilmuan tentang bagaimana saling menguatkan secara mental jika melihat orang di sekitar lokasi bencana mulai mimpi buruk, histeris, merasa hampa atau pikiran yang kosong, serta tidak memiliki minat dalam beraktivitas," katanya

Baca Juga: Dampak Gempa Malang Terasa hingga Lumajang, 1 Orang Pengendara Sepeda Motor Meninggal Dunia

Menurut psikolog klinis dan hipnoterapis di Poli Psikiatris RSUD Wangaya Kota Denpasar gempa bumi, tanah longsor atau bencana alam lainnya, seperti nyaris tidak pernah absen terjadi di berbagai tempat, apalagi Indonesia yang memang merupakan daerah rawan bencana.

"Di berbagai negara, baik itu negara maju ataupun yang berkembang, selalu ada bencana alam yang kadang tidak terduga, meskipun sudah memiliki alat alat yang canggih untuk memperkirakan hal tersebut.

Konsultan psikologi masalah anak dan remaja itu menjelaskan gempa bumi yang terjadi berdampak bukan hanya kerusakan bangunan dan barang, namun juga membuat rasa trauma yang mendalam.

Baca Juga: Gempa Malang 6,7 Magnitudo, BPBD Lakukan Pendataan Kerusakan

"Kecemasan, ketakutan dan gangguan tidur kerap terjadi pada masyarakat yang mengalami bencana. Kita tidak pernah benar-benar siap secara mental menghadapi bencana, seberapa sering  pun kita melakukan simulasi atau membaca tips tentang penanganan bencana," katanya.

Ia menilai bencana alam selalu memberikan hentakan emosi yang tidak terduga. Kembali lagi bahwa apa yang diciptakan Tuhan tentunya jauh lebih besar dari apa yang diperkirakan oleh manusia.

"Namun, masyarakat tidak boleh terlalu larut dalam kondisi emosional yang terpuruk, kembali menata emosi dan bangkit dari rasa trauma adalah hal utama yang harus dilakukan. Pemberdayaan masyarakat setempat oleh tenaga medis, psikolog dan konselor agar mampu menjadi penolong bagi diri mereka sendiri sangat penting dilakukan," katanya.

Baca Juga: BNPB Bantu Rp50 Juta Untuk Warga Korban Bencana NTT yang Rumahnya Rusak Berat

Oleh karena itu, masyarakat harus memiliki sedikit bekal atau keilmuan tentang bagaimana saling menguatkan satu dengan yang lainnya secara mental.

"Jika ketakutan-ketakutan yang dirasakan memberikan gangguan perilaku berupa histeris, merasakan kejadian yang telah terjadi seolah terjadi kembali atau mimpi buruk yang seolah-olah nyata, sehingga orang tersebut berkeringat dan merasa sensasi tercekik, maka bisa saja orang tersebut mengalami post traumatic syndrom disorder atau PTSD.

Jika seseorang di sekitar lokasi bencana mulai mimpi buruk, histeris, merasa hampa atau pikiran yang kosong, serta tidak memiliki minat dalam beraktivitas sehari-hari, maka seseorang tersebut bisa jadi mengalami depresi. Dan, jika seseorang yang mengalami bencana menjadi cemas setiap saat dan sulit tidur bisa jadi orang tersebut mengalami gangguan cemas.

Baca Juga: Usai Malang Gempa Magnutido 6,7, Wilayah Sulawesi Utara Diguncang Berkekuatan 6,0

"Untuk mengatasi keluhan-keluhan psikis yang terjadi itu, perlu saling menguatkan. Caranya, beri perhatian, perlu dukungan keluarga, berpikir dengan mindset positif, dan melakukan kegiatan-kegiatan positif," katanya.

Ia menambahkan bentuk perhatian yang diberikan bisa didapat dari tenaga medis, psikolog, psikiater atau relawan yang memiliki latar belakang ilmu konseling. "Dapat mendengar keluhan dan kesedihan yang dialami korban bencana adalah obat secara mental agar emosi yang menghimpit dapat memberikan kelegaan setelah bercerita. ***

 

Editor: Dini Yustiani

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x