Sentil Menteri, YLBHI Sebut UU Cipta Kerja Beri Royalti Tambang 0 Persen, Untuk Siapa?

15 Oktober 2020, 17:40 WIB
Acara Mata Najwa. /Tangkapan layar Youtube.com/Najwa Shihab

JURNALGAYA - Dalam acara Mata Najwa Rabu 13 Oktober 2020 di Trans 7, Direktur YLBHI Asfinawati menyebut persoalan royalti industri tambang yang mencapai 0 persen beberapa kali.

"Royakti tambang 0 persen itu untuk siapa? rakyat, pemerintah, atau pengusaha?" ujar Asfin.

Sebelumnya Asfin menyampaikan kecurigaannya tentang pasal yang ada di dalam UU Cipta Kerja tersebut. Karena pasal tersebut tidak jelas untuk kepentingan siapa.

Baca Juga: Geram, Menkominfo Johnny G Plate Teriak di Mata Najwa: Kalau Pemerintah Bilang Itu Hoax, ya Hoax!

Apalagi jika dikaitkan dengan sejumlah menteri yang disebut berkaitan erat dengan perusahaan tambang batu bara tersebut.

Sebelumnya, Koalisi Bersihkan Indonesia mengungkap 12 aktor di balik lahirnya Omnibus Law Cipta Kerja. Disebutkan, di balik pembahasan dan pengesahan Omnibus Law Cipta Karya, ada kepentingan besar para pebisnis tambang.

Baca Juga: Profil Asfinawati, Direktur YLBHI yang Bikin Menkominfo Geram dan Bergaya Otoriter

UU kontroversial itu sendiri dibutuhkan guna mendapat jaminan hukum untuk keberlangsunggan dan keamanan bisnis mereka.

Hal tersebut disampaikan Juru bicara Koalisi Bersihkan Indonesia Merah Johansyah dalam keterangan persnya, Jumat 9 Oktober 2020.

Baca Juga: Unpad Sebut Anak Muda Usia 15-29 Tahun Lebih Rentan Bunuh Diri, Ini Penyebabnya

Koalisi Bersihkan Indonesia tergabung dari Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), Greenpeace Asia Tenggara, Auriga Nusantara, dan Indonesia Corruption Watch (ICW).

Berdasarkan analisis profil para satgas dan anggota Panja Omnibus Law DPR, terdapat 12 aktor penting yang memiliki hubungan dengan bisnis tambang terutama batu bara.

“Terdapat 12 aktor intelektual yang tersebar dan memiliki peran serta fungsi berbeda di Satgas dan Panja DPR UU Cilaka,” kata Johansyah.

Baca Juga: Link Live Streaming Game 5 Final NBA 2020 pada 10 Oktober: Lakers vs Heat

Seperti diberitakan Galamedia dalam artikel Terungkap! 12 Aktor Terbitnya Omnibus Law Cipta Kerja Hingga Tergesa-gesa, 12 orang itu antara lain Airlangga Hartarto, Rosan Roeslani, Pandu Patria Sjahrir, Puan Maharani dan Arteria Dahlan.

“Lalu Benny Sutrisno, Azis Syamsudin, Erwin Aksa, Raden Pardede, M Arsjad Rasjid, Bobby Gafur Umar, dan Lamhot Sinaga,” ujar Johansyah.

Johansyah menyebut, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto yang berperan sebagai pembentuk tim Satgas Omnibus, terhubung dengan PT Multi Harapan Utama.

ILUSTRASI DPR RI.*

Baca Juga: Megawati Mulai Gusar Amati Gelombang Demo, PDIP Diminta Waspada

Yakni sebuah tambang batubara di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Menurutnya, luas konsesi PT MHU mencapai 39.972 hektar atau setara dengan luas kota Surabaya.

Berdasarkan catatan Dinas Pertambangan dan Energi Kalimantan Timur pada 2017, PT MHU meninggalkan 56 lubang bekas tambang. Jumlah tersebut tersebar di seluruh Kutai Kartanegara.

“Dan salah satu lubang tambangnya di Kelurahan Loa Ipuh Darat, Kilometer 14, menewaskan Mulyadi, pada Desember 2015,” beber Johansyah.

Baca Juga: Puluhan Pelajar yang Berunjuk Rasa Tolak Omnibus Law UU Cipta Kerja Dijanjikan Uang

Sementara itu, Ketua Kadin yang juga Ketua Satgas Omnibus Law, Rosan Roeslani disebut terhubung dengan 36 entitas bisnis.

Puluhan bisnis itu mulai dari perusahaan di bidang media, farmasi, jasa keuangan dan finansial, properti, minyak dan gas, hingga pertambangan batubara.

“Rosan juga tercatat sebagai anggota Indonesia Coal Mining Association. Pada Pemilu Presiden 2019, Rosan juga menjabat sebagai Wakil Ketua Tim Kampanye Jokowi-Ma’ruf Amin,” urai Johansyah.

Baca Juga: Puan Maharani Tunjukkan Empati Pada Kaum Buruh: Ini Untuk Kepentingan Rakyat Indonesia

Sementara itu, lanjut Johansyah, Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin terkait dengan perusahaan pertambangan batu bara.

Yakni melalui kedekatannya dengan mantan Bupati Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rita Widyasari yang saat ini sudah menjadi terpidana korupsi.

Menurut laporan Coalruption, Rita mengangkat Azis sebagai komisaris perusahaan tambang batu bara milik ibunya, Sinar Kumala Naga.

Baca Juga: Puan Maharani Tiba-tiba Ingin Rangkul Buruh setelah Kerusakan Terjadi Dimana-mana

Selain itu, Johansyah juga membeberkan sembilan aktor intelektual di Satgas dan Panja DPR UU Cilaka dari sektor batubara lainnya.

Yakni Puan Maharani, Arteria Dahlan, Benny Sutrisno, Erwin Aksa, Raden Pardede, M. Arsjad Rasjid, Bobby Gafur Umar dan Lamhot Sinaga disebut memiliki hubungan dengan bisnis tambang dan energi kotor batubara.

“Dari hasil penelusuran kami, mereka memiliki hubungan dengan bisnis tambang dan energi kotor batubara baik langsung maupun tidak langsung, secara pribadi, baik sebagai pemilik, komisaris hingga direksi,” ungkap Johansyah.

Baca Juga: Sindir Keras Puan Maharani, Najwa Shihab: Saya Tidak Akan Matikan Mic, Anda Semua Berhak Bicara

Sementara itu, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Egi Primayogha menuturkan, UU Cipta Kerja hanyalah satu di antara UU kontroversial lainnya yang dalam waktu sangat singkat diusulkan, dibahas dan disahkan oleh kekuatan oligarki yang terkonsolidasi di pemerintahan dan DPR.

Sebelumnya, telah ada empat produk hukum kontroversial lain yang dibahas dengan pola serupa, tertutup dan terburu-buru.

Di antaranya UU KPK, Perppu Covid, UU Minerba dan UU MK. “UU Cipta Kerja adalah salah satu skenario oligarki untuk terus menimbun kekayaannya,” kata dia.

Baca Juga: Catat Tanggalnya, Ada Turnamen Nasional Mobile Legend Dari LIMA

Pengesahan UU Cipta Kerja menunjukkan bahwa para oligark kini telah memperkokoh posisinya.

“Dan skenario mereka telah berjalan dengan sempurna. Apalagi, saat ini KPK juga sudah dilemahkan,” cetus Egi.

Egi juga menuturkan, produk legislasi yang dihasilkan Pemerintah dan DPR hanya menguntungkan bisnis segelintir orang. Bahkan, bisa disebut sebuah korupsi yang sistemik.

Baca Juga: BLINK, THE ALBUM BLACKPINK Sukses Besar, Taklukan Dua Pasar Terbesar Dunia di Eropa

“Mereka telah membuat peraturan yang dengan sengaja menguntungkan bisnis yang mereka miliki.

“Ini adalah bentuk sebuah korupsi sistemik yang dapat dikategorikan tindakan kejahatan serius,” tegas Egi.

Sejumlah nama yang disebut tersebut enggan memberikan respons terkait hasil penelusuran Koalisi Bersihan Indonesia.*** (Galamedia/Dicky Aditya)

Editor: Firmansyah

Sumber: Galamedia Trans 7

Tags

Terkini

Terpopuler