JURNAL GAYA - Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid mengatakan terdapat beberapa undang-undang yang bisa mendukung pelarangan iklan rokok di media penyiaran sehingga revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran sangat memungkinkan menyebutkan pelarangan iklan rokok.
"Draf Revisi Undang-Undang Penyiaran yang diserahkan Komisi I DPR ke Badan Legislasi periode lalu memang sudah ada tentang pelarangan iklan rokok," kata Meutya dalam diskusi yang diadakan Koalisi Nasional Masyarakat Sipil Untuk Pengendalian Tembakau secara daring, Jumat, 5 Maret 2021.
Namun, kata Meutya, terdapat dinamika saat proses harmonisasi di Badan Legislasi yang akhirnya menyebabkan Revisi Undang-Undang Penyiaran belum berhasil diputuskan hingga periode DPR 2014-2019 berakhir.
Baca Juga: Kalau Kepengurusan Partai Demokrat Hasil KLB Ilegal Disahkan, Presiden Jokowi Coreng Namanya Sendiri
Beberapa undang-undang yang mendukung pelarangan iklan rokok di media penyiaran antara lain Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
"Undang-undang tersebut bisa mendukung pelarangan iklan rokok di media penyiaran, tetapi bisa juga dianggap sudah cukup mengakomodasi," tutur-nya.
Menurut Meutya, Revisi Undang-Undang Penyiaran sudah dibahas di DPR sejak periode 2009-2014. Revisi tersebut merupakan inisiatif DPR karena Undang-Undang Penyiaran disahkan pada 2002 dan sudah banyak teknologi penyiaran yang berkembang.
Baca Juga: Robby Abbas Ditangkap, Polisi Memburu Penyuplai Sabunya