Baca Juga: Salahsatu Penembak Laskar FPI di KM 50, Tewas Karena Kecelakaan
Karena itu menurut dia tidak heran selalu ada perbedaan pendapat dan posisi hingga gesekan kepentingan, karena itu semua pihak harus duduk bersama untuk menyepakati "common platform" yang bisa disepakati.
"Sudah saatnya para pengambil kebijakan menyelesaikan perbedaan, menurunkan tensi dan ego sektoral serta memastikan tidak ada pemburu rente yang bermain dalam setiap pengambilan kebijakan impor," katanya.
Menurut Deddy, Presiden Jokowi sejak awal pemerintahannya selalu mewacanakan perlunya kedaulatan pangan namun gagal diterjemahkan dalam kebijakan makro RPJMN oleh Bappenas dan kebijakan mikro oleh kementerian teknis dan Bulog.
Baca Juga: Sekda Kabupaten Bandung Bara Diperiksa KPK Dalam Kasus Korupsi Pengadaan Barang Bencana COVID 19
Dia melanjutkan, kebijakan impor seharusnya bersifat "emergency" (keadaan darurat) untuk menjaga harga bahan pokok dan bahan pangan lainnya tidak menekan daya beli masyarakat, mempengaruhi inflasi dan neraca keuangan negara.
"Sudah saatnya kita memiliki UU Kedaulatan Pangan dan Badan Kedaulatan Pangan untuk memastikan petani dan produsen bahan pangan serta konsumen terlindungi," ujarnya.
Menurut politisi PDI Perjuangan itu, Undang-Undang Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan sudah usang dan harus segera digantikan UU tentang Kedaulatan Pangan.***