"Sudah jelas sekali aturannya dalam penangan pandemi Covid-19, yaitu pemerintah daerah harus konsultasi, berkoordinasi terlebih dahulu dengan kami (DPRD) dan pemerintah pusat," katanya, dalam keterangan tertulis, Jumat, 11 September 2020, seperti dilansir Jurnal Gaya dari kantor berita Antara.
 
Ia mengatakan, faktanya DPRD Jakarta tidak pernah diajak bicara. August juga menilai bahwa menjadi sebuah kewajaran jika beberapa menteri protes dengan sikapnya itu.
Baca Juga: DKI Jakarta PSBB Total! Terhitung 14 September Tak Ada yang Bekerja di Kantor

Meski demikian, August mengatakan DPRDJakarta tetap mendukung kebijakan PSBB total yang akan dilakukan mulai Senin, 14 September 2020. Akan tetapi, ia mengaku tetap tidak bisa membenarkan sikap Pemprov DKI yang tidak berkoordinasi 

August mengatakan, seharusnya DPRD dilibatkan untuk mengukur dampak PSBB ke sektor-sektor lainnya.

Ia mencontohkan untuk sektor ekonomi pengambilan keputusan PSBB total yang dilakukan di DKI Jakarta tentu tidak hanya berdampak pada ekonomi Jakarta namun di wilayah Indonesia lainnya.

Baca Juga: Banggar DPR Tuding Pengumuman PSBB Jakarta Sebabkan Harga Saham Rontok

"Sampai saat ini Jakarta masih berstatus sebagai ibu kota negara. Apa yang terjadi di Jakarta akan berimplikasi ke daerah lain," ujar August.

Ia menilai keputusan Anies menerapkan kebijakan PSBB kembali hanya untuk pencitraan politik.

"Kami menolak karena Pemprov DKI tidak transparansi,"ujar August.

Sebelumnya, pada Rabu lalu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan resmi "menginjak rem darurat" yang mencabut kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Transisi dan memberlakukan kembali PSBB total.

Baca Juga: Susul Jakarta, Rencana PSBB Bandung Akan Diumumkan Besok

"Dengan melihat keadaan darurat ini di Jakarta, tidak ada pilihan lain selain keputusan untuk tarik rem darurat. Artinya kita terpaksa memberlakukan PSBB seperti awal pandemi. inilah rem darurat yang harus kita tarik," kata Anies dalam keterangan pers yang disampaikan di Balai Kota Jakarta.

Alasan Anies untuk mengambil keputusan tersebut bagi Jakarta, karena tiga indikator yang sangat diperhatikan oleh Pemprov DKI Jakarta yaitu tingkat kematian, ketersediaan tempat tidur isolasi dan ICU khusus COVID-19 dan tingkat kasus positif di Jakarta.***