Terbongkar, Vaksin Merah Putih Dikerjakan Mayoritas Orang Asing dan Berbahan Impor Mahal

- 8 April 2021, 22:21 WIB
Ilustrasi vaksin Merah Putih./
Ilustrasi vaksin Merah Putih./ /Antara/Irwansyah Putra



JURNAL GAYA - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) membuka hasil kajian dan inspeksi pada penelitian uji klinis fase I vaksin nusantara yang diprakarsai oleh mantan menteri kesehatan Terawan Agus Putranto.

Temuan itu juga membuat BPOM urung memberikan izin Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK) uji klinis fase II.

Kepala BPOM Penny K. Lukito juga menyoroti konsep vaksin nusantara yang diklaim karya anak bangsa, namun ditemui beberapa kejanggalan.

Mulai dari tim peneliti yang didominasi orang asing, hingga komponen pembuatan vaksin sel dendritik yang kebanyakan didapat dari komponen impor yang mahal.

Baca Juga: Besok 'Ghost Buser' Hadir Kocok Perut Penonton Melalui Penelusuran Pencarian Hantu Bersama Tora Sudiro

"Dalam hasil uji klinis vaksin I ini pembahasannya tim peneliti asing lah yang menjelaskan, yang membela dan berdiskusi, yang memproses, pada saat kita hearing. Dan terbukti proses pelaksanaan uji klinis, proses produksinya semua dilakukan tim peneliti asing tersebut," beber Penny dalam rapat dengar dengan Komisi IX DPR RI yang disiarkan secara daring, Kamis, 8 April 2021.

Dibeberkan, tim peneliti asing itu merupakan anggota dari pihak sponsor AIVITA Biomedical asal Amerika Serikat.

Ia juga mengungkapkan bahwa tim peneliti Universitas Diponegoro dan RSUP dr. Kariadi Semarang tak banyak andil dalam proses uji klinis I vaksin nusantara ini.

"Memang ada training para dokter di RSUP Kariadi tersebut, Tapi kemudian mereka hanya menonton, tidak melakukan langsung, karena dalam pertanyaan juga mereka tidak menguasai," imbuhnya.

Baca Juga: Ramadhan Tahun ini ‘Preman Pensiun’ Kembali Sapa Penonton, Ceritanya Bikin Penasaran!

Penny mengaku pihaknya menemukan banyak kejanggalan saat proses validitas data. Sehingga BPOM tak memberikan lampu hijau karena vaksin nusantara dinilai tak lolos kaidah dan etika penelitian.

Disebutkan, komponen yang digunakan dalam penelitian uji klinis fase I itu tak layak sebenarnya masuk dalam tubuh manusia, sebab komponen bukan termasuk farmasi grade.

"Bahwa ada komponen yang betul-betul komponen impor dan itu tidak murah, plus ada satu lagi pada saat pendalaman didapatkan antigen yang digunakan tidak dalam kualitas mutu untuk masuk dalam tubuh manusia," jelasnya.

Di sisi lain, lanjut dia, konsep vaksinasi dendritik ini akan dilakukan di tempat terbuka, padahal sudah seharusnya aktivitas yang memanfaatkan dendritik dilakukan steril dan tertutup.

Baca Juga: WOW Emas yang Digelapkan Pegawai KPK Senilai Rp1,6 Miliar

Sebab, cara kerjanya, setiap orang akan diambil sampel darahnya untuk kemudian dipaparkan dengan kit vaksin yang dibentuk dari sel dendritik. Kemudian sel yang telah mengenal antigen akan diinkubasi selama 3-7 hari.

Hasilnya kemudian akan diinjeksikan ke dalam tubuh kembali. Di dalam tubuh, sel dendritik tersebut diharapkan akan memicu sel-sel imun lain untuk membentuk sistem pertahanan memori terhadap Sars Cov-2.

"Artinya harus ada rentetan validasi yang membuktikan bahwa produk tersebut sebelum dimasukkan ke subjek benar-benar steril, tidak terkontaminasi, dan itu tidak dipenuhi," tandasnya.

Baca Juga: Pemerintah Larang Mudik Lebaran 2021, Orang yang Diizinkan Pun Harus Karantina Selama 5 Hari di Lokasi Tujuan

Pada akhir Maret lalu, proses penelitian vaksin nusantara dihentikan sementara.

Juru Bicara Vaksinasi Kemenkes Siti Nadia Tarmizi menyebut penghentian sementara dilakukan lantaran tim peneliti ingin melengkapi dokumen Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) agar BPOM bisa memberi izin uji klinis tahap II.***

Editor: Dini Yustiani


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x