BPKN: Waspada Jerat Investasi Bodong Selama Pandemi, Media Sosial Tempat Paling Rentan

- 14 September 2020, 16:23 WIB
Ilustrasi investasi.
Ilustrasi investasi. /PIXABAY/Nattanan23

JURNAL GAYA - Pesatnya perkembangan teknologi informasi mendorong pelaku investasi bodong kian marak memanfaatkan media sosial untuk mengiklankan produknya. Apalagi, media sosial dinilai sangat efektif untuk menanamkan image terhadap sebuah produk.

Seperti diketahui, saat ini masyarakat kebih percaya dengan testimoni melalui media sosial. Padahal, bukan tidak mungkin testimoni tersebut sengaja dibuat untuk menyesatkan pandangan masyarakat dan menjerat mereka untuk menjadi korban.

Komisioner Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) RI, Firman Turmantara Endipradja, mengatakan, media sosial banyak dimanfaatkan oleh pelaku investasi ilegal (bodong) dalam menjerat korban. Menurut dia, saat ini iklan investasi bodong marak bertebaran di mesia sosial.

 
"Media sosial memberikan peluang kepada perusahaan investasi bodong untuk menawarkan produknya kepada masyarakat secarat dan komperhensif," katanya, di Bandung, Senin, 14 September 2020.
 
Tidak heran, menurut dia, jika saat ini kasus investasi bodong kembali merebak viral di media sosial. Ia mengatakan, banyak masyarakat/konsumen tertipu oleh bujuk rayu perusahaan investasi bodong. 
 
"Bahkan, jumlah korban investasi bodong tersebut sangat besar dengan nilai kerugian mencapai ratusan miliar," tutur Firman.
 
 
Ia mengatakan, investasi bodong ini seringkali menduplikasi website entitas yang memiliki izin sehingga seolah-olah website tersebut resmi milik entitas yang memiliki izin. Kebanyakan konsumen tergoda oleh profit yang menggiurkan dalam perangkap investasi bodong.
 
"Dalam kondisi wabah yang belum tahu kapan berakhir ini, banyak masyarakat mencari cara memperoleh pendapatan tanpa harus bekerja keras di luar rumah. Akibatnya, kasus investasi bodong kembali merebak," tuturnya.
 
Dalam kondisi tersebut, menurut dia, para pemangku kepentingan perlu melakukan literasi media untuk konsumen. Hal itu ia nilai penting agar konsumen lebih berhati-hati dalam menerima informasi dari mana pun, termasuk memilih investasi.
 
 
"Korban praktik investasi bodong pada umumnya  terjerat dengan menggunakan skema usaha model MLM, Ponzi atau Piramida, sudah sejak lama banyak berjatuhan," tutur Firman.
 
Masyarakat, menurut dia, seakan tidak belajar dari sejumlah kasus investasi bodong yang menghebohkan beberapa waktu lalu. Sebut saja MeMiles di Jawa Timur; Investasi bodong Pandawa Group; kasus Cipaganti; First Travel; CSI Cirebon; Akumobil di Bandung; Kasus Investasi Ilegal PT Cakrabuana Sukses Indonesia, dll.
 
"Pertanyaannya, sejauh mana fungsi pengawasan terhadap investasi bodong ini berjalan," tuturnya.
 
 
Ia mengatakan, menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), ada 80 perusahaan investasi bodong berkeliaran di Indonesia dimana perusahaan investasi bodong ini banyak berbentuk Koperasi.
 
Sementara sepanjang 2016, OJK menerima 132 laporan investasi bodong dan Juli 2020 OJK kembali temukan 99 investasi bodong tak berizin yang berbahaya bagi masyarakat. 
 
"Investasi bodong ini memanfaatkan ketidakpahaman masyarakat akan instrumen investasi. Mereka menipu dengan cara iming-iming pemberian imbal hasil yang tinggi dan tak wajar," katanya.
 
 
OJK pernah mencatat kerugian akibat investasi bodong selama 10 Tahun (2007-2017) sekitar Rp126,5 Triliun. DPR sendiri pernah meminta OJK untuk mengawasi dan menertibkan investasi ilegal ini. 
 
"Adalah sebuah ironi ketika orang kekurangan pendapatan di masa pandemi ini, malah banyak uang masyarakat tersangkut investasi bodong," tuturnya.
 
Dalam kondisi seperti ini, menurut dia, BPKN akan memberikan edukasi dan sosialisasi secara massif dan intensif, terutama di media sosial. Hal itu, menurut dia, dilakukan untuk memberikan perlindungan kepada calon-calon konsumen yang hendak berinvestasi.
 
 
"BPKN akan memberikan edukasi kepada masyarakat agar berhati-hati terhadap investasi ilegal dan akan memberikan rekomendasi kepada OJK untuk meningkatkan pengawasan terhadap masalah ini dengan tembusan ke Presiden, DPR RI dan Menko Ekonomi," tuturnya.
 
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kepala Departemen Medik Kesehatan Jiwa RSCM FK Universitas Indonesia, Kristina Siste Kurniasanti, ketergantungan internet pada orang dewasa meningkat selama pandemi Covid-19. Penelitian dilakukan terhadap 4.734 partisipan orang dewasa. 
 
Berdasarkan survei, peningkatan kecanduan internet meningkat 5 kali lipat pandemi, yakni menjadi 14,4% dari sebelumnya hanya 3%. Adapun, 96% mengakses smartfone, dan rata-rata durasi 10 jam perhari.
 
"Fakta ini pula yang mendorong orang tidak bertanggung jawab untuk menyalahgunakan internet guna menjerat korban melalui investasi bodong," tutur Firman.***

Editor: Nadisha El Malika


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x