Buruh Perempuan: Omnibus Law Rugikan Hak Kita, Memang Harus Mogok!

- 5 Oktober 2020, 22:56 WIB
/Instagram @centralbusanapratama_garment

 

 

JURNAL GAYA - Sore tadi, Senin 5 Oktober 2020, DPR RI dan pemerintah telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja alias Omnibus Law, menjadi Undang Undang (UU).

Pengesahan Omnibus Law menjadi Undang-Undang, disepakati melalui hasil rapat paripurna DPR RI, kendati gelombang penolakan muncul dari berbagai pihak.

Dilansir JurnalGaya dari rri.co.id, Senin 5 Oktober 2020, jauh sebelum menjadi UU, RUU Omnibus Lawa menuai penolakan dari para buruh karena dinilai merugikan, salah satunya untuk kaum buruh perempuan.

Baca Juga: Gagal Jegal Omnibus Law Cipta Kerja, AHY Minta Maaf: No One is Left Behind

Baca Juga: UU Cipta Kerja Dikebut, Sarat Kepentingan

Koordinator Program Badan Eksekutif Nasional Perempuan, Arieska Kurniawaty menjelaskan, keberadaan Omnibus Law membuat hak perlindungan buruh perempuan semakin tersungkur.

"(UU Ciptaker) Tidak kenal cuti karena haid atau keguguran, karena hanya menyebutkan cuti tahunan atau cuti panjang lainnya yang diatur dalam kerja," ujar Kurniawaty. 

Ia menandaskan, gaung penolakan terhadap UU Omnibus Law Cipta Kerja harus semakin didengungkan. Ia mencontohkan, upaya  mogok massal pun diharapkan bisa berpengaruh besar pada putusan tersebut.

Baca Juga: DPR RI Ungkap Alasan Percepatan Pengesahan Omnibus Law Cipta Kerja Jadi Undang-undang

"Sehingga penting bagi kita berkonsolidasi menyuarakan penolakan dan memang kita harus mogok because if we stop the world stop," tandasnya.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengklaim, RUU Cipta Kerja (Ciptaker) atau Omnibus Law, yang baru saja disahkan oleh DPR, tetap melindungi tenaga kerja yang menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK).

Keuntungan itu diantaranya dengan adanya ketetapan pemberikan pesangon melalui jaminan kehilangan pekerjaan (JKP).

Baca Juga: Ridwan Kamil Minta Buruh Tahan Diri Jangan Berdemo

"Justru dengan UU ini (Ciptaker), negara hadir dalam bentuk hubungan industrial Pancasila yang mengutamakan hubungan tripatrit antara pemerintah, pekerja, dan pengusaha dengan dikeluarkannya JKP," ungkap Airlangga dalam Rapat Paripurna DPR, Senayan, Jakarta, Senin 5 Oktober 2020.

Ia menegaskan, JKP tak akan menghilangkan manfaat yang diberikan dari program jaminan kecelakaan kerja (JKK), jaminan hari tua (JHT), dan jaminan kematian (JK).

Baca Juga: Fraksi Demokrat Walk Out Saat Paripurna RUU Ciptakerja

JKP, menurut Airlangga, juga tak membebani pekerja dan pengusaha untuk membayar tambahan iuran setiap bulannya.***

Editor: Dini Yustiani

Sumber: rri.co.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah