Profil 12 Aktor di Balik UU Cipta Kerja, Dekat dengan Industri Tambang, Puan Maharani di Antaranya

- 12 Oktober 2020, 10:56 WIB
Sejumlah organisasi mengungkapkan aktor-aktor di balik Omnibus Law
Sejumlah organisasi mengungkapkan aktor-aktor di balik Omnibus Law /Instagram/dandhy_laksono

JURNALGAYA - Gelombang penolakan dari para demonstrasi, nyatanya tak mampu mematahkan tekad para anggota DPR RI untuk meluluskan pengesahan Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja dalam sidang paripurna, Senin 5 Oktober 2020.

Berbagai elemen masyarakat pun menilai pengesahan undang-undang ini terlalu tergesa-gesa dan mengabaikan jutaan suara rakyat yang meminta para dewan mencabut. Ada apa?

Omnibus Law pun menjadi isu yang 'seksi' ketika publik semakin mempertanyakan ihwal dari pengesahan UU ini yang terkesan dipaksakan. 

Baca Juga: China dan AS Berebut Dukungan Prabowo Subianto, Begini Penilaian Pengamat Asing

Baca Juga: Serikat Buruh Dunia Turun Tangan, Desak Presiden Jokowi Cabut Omnibus Law Cipta Kerja

Dinilai janggal, publik juga bertanya, siapa saja sosok pentig yang membidani lahirnya Omnibus Law UU Cipta Kerja. 

Koalisi Bersihkan Indonesia mengungkap 12 aktor di balik lahirnya Omnibus Law Cipta Kerja. Disebutkan, di balik pembahasan dan pengesahan Omnibus Law Cipta Karya, ada kepentingan besar pada pebisnis tambang.

UU kontroversial itu sendiri dibutuhkan guna mendapat jaminan hukum untuk keberlangsunggan dan keamanan bisnis mereka.

Baca Juga: Demokrat: Kalau SBY Terus Dituduh Dalangi Aksi Omnibus Law, Lama-lama Kami Usulkan Pak SBY Ikut Demo

Hal tersebut disampaikan Juru bicara Koalisi Bersihkan Indonesia Merah Johansyah dalam keterangan persnya, Jumat 9 Oktober 2020.

Koalisi Bersihkan Indonesia tergabung dari Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), Greenpeace Asia Tenggara, Auriga Nusantara, dan Indonesia Corruption Watch (ICW).

Berdasarkan analisis profil para satgas dan anggota Panja Omnibus Law DPR, terdapat 12 aktor penting yang memiliki hubungan dengan bisnis tambang terutama batu bara.

Baca Juga: Senin Besok, Anies Baswedan Operasikan 50 Persen Halte yang Rusak

“Terdapat 12 aktor intelektual yang tersebar dan memiliki peran serta fungsi berbeda di Satgas dan Panja DPR UU Cilaka,” kata Johansyah.

Seperti diberitakan Galamedianews dalam artikel Terungkap! 12 Aktor Terbitnya Omnibus Law Cipta Kerja Hingga Tergesa-gesa, 12 orang itu antara lain Airlangga Hartarto, Rosan Roeslani, Pandu Patria Sjahrir, Puan Maharani dan Arteria Dahlan.

“Lalu Benny Sutrisno, Azis Syamsudin, Erwin Aksa, Raden Pardede, M Arsjad Rasjid, Bobby Gafur Umar, dan Lamhot Sinaga,” ujar Johansyah.

Baca Juga: Umbar Adegan Ranjang, Sinetron Samudra Cinta SCTV Kena Teguran KPI: Romantis Tapi Rawan Ditiru

Johansyah menyebut, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto yang berperan sebagai pembentuk tim Satgas Omnibus, terhubung dengan PT Multi Harapan Utama.

ILUSTRASI DPR RI.*
ILUSTRASI DPR RI.*

Yakni sebuah tambang batubara di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Menurutnya, luas konsesi PT MHU mencapai 39.972 hektar atau setara dengan luas kota Surabaya.

Berdasarkan catatan Dinas Pertambangan dan Energi Kalimantan Timur pada 2017, PT MHU meninggalkan 56 lubang bekas tambang. Jumlah tersebut tersebar di seluruh Kutai Kartanegara.

Baca Juga: Waspada Hoax Soal Program Kartu Prakerja, Penipu Kian Merajalela

“Dan salah satu lubang tambangnya di Kelurahan Loa Ipuh Darat, Kilometer 14, menewaskan Mulyadi, pada Desember 2015,” beber Johansyah.

Sementara itu, Ketua Kadin yang juga Ketua Satgas Omnibus Law, Rosan Roeslani disebut terhubung dengan 36 entitas bisnis.

Puluhan bisnis itu mulai dari perusahaan di bidang media, farmasi, jasa keuangan dan finansial, properti, minyak dan gas, hingga pertambangan batubara.

Baca Juga: Timnas Indonesia U-19 Sukses Permalukan Makedonia Utara 4-1

“Rosan juga tercatat sebagai anggota Indonesia Coal Mining Association. Pada Pemilu Presiden 2019, Rosan juga menjabat sebagai Wakil Ketua Tim Kampanye Jokowi-Ma’ruf Amin,” urai Johansyah.

Sementara itu, lanjut Johansyah, Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin terkait dengan perusahaan pertambangan batu bara.

Yakni melalui kedekatannya dengan mantan Bupati Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rita Widyasari yang saat ini sudah menjadi terpidana korupsi.

Baca Juga: Di Masa PSBB Transisi DKI Jakarta, Anies Baswedan Ingin Pergerakan Seluruh Warga Termonitor

Menurut laporan Coalruption, Rita mengangkat Azis sebagai komisaris perusahaan tambang batu bara milik ibunya, Sinar Kumala Naga.

Selain itu, Johansyah juga membeberkan sembilan aktor intelektual di Satgas dan Panja DPR UU Cilaka dari sektor batubara lainnya.

Yakni Puan Maharani, Arteria Dahlan, Benny Sutrisno, Erwin Aksa, Raden Pardede, M. Arsjad Rasjid, Bobby Gafur Umar dan Lamhot Sinaga disebut memiliki hubungan dengan bisnis tambang dan energi kotor batubara.

Baca Juga: Ditemui Menaker Ida Fauziyah, Ketum PBNU Said Aqil Siroj Tetap Bakal Ajukan Uji Materi Omnibus Law

“Dari hasil penelusuran kami, mereka memiliki hubungan dengan bisnis tambang dan energi kotor batubara baik langsung maupun tidak langsung, secara pribadi, baik sebagai pemilik, komisaris hingga direksi,” ungkap Johansyah.

Sementara itu, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Egi Primayogha menuturkan, UU Cipta Kerja hanyalah satu di antara UU kontroversial lainnya yang dalam waktu sangat singkat diusulkan, dibahas dan disahkan oleh kekuatan oligarki yang terkonsolidasi di pemerintahan dan DPR.

Sebelumnya, telah ada empat produk hukum kontroversial lain yang dibahas dengan pola serupa, tertutup dan terburu-buru.

Baca Juga: Ridwan Kamil Posting Video Viral Omnibus Law Jadi Melly Goeslaw Followersnya Ngakak

Di antaranya UU KPK, Perppu Covid, UU Minerba dan UU MK. “UU Cipta Kerja adalah salah satu skenario oligarki untuk terus menimbun kekayaannya,” kata dia.

Pengesahan UU Cipta Kerja menunjukkan bahwa para oligark kini telah memperkokoh posisinya.

“Dan skenario mereka telah berjalan dengan sempurna. Apalagi, saat ini KPK juga sudah dilemahkan,” cetus Egi.

Egi juga menuturkan, produk legislasi yang dihasilkan Pemerintah dan DPR hanya menguntungkan bisnis segelintir orang. Bahkan, bisa disebut sebuah korupsi yang sistemik.

Baca Juga: Dijemur Setengah Telanjang, Fadli Zon Sebut Perlakuan Polisi pada Pendemo UU Ciptaker Langgar HAM

“Mereka telah membuat peraturan yang dengan sengaja menguntungkan bisnis yang mereka miliki.

“Ini adalah bentuk sebuah korupsi sistemik yang dapat dikategorikan tindakan kejahatan serius,” tegas Egi.

Sejumlah nama yang disebut tersebut enggan memberikan respons terkait hasil penelusuran Koalisi Bersihan Indonesia.*** (Galamedia/Dicky Aditya)

 

Editor: Firmansyah

Sumber: Galamedia


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x